Sabtu, 03 Agustus 2013

Dari Saraswati ke Pagerwesi

Dari Saraswati ke Pagerwesi

Saraswati
Hari Saraswati jatuh setiap Saniscara (Saptu), Umanis, wuku Watugunung. Dari Lontar Wariga, diketahui bahwa penetapan hari (dewasa) Saraswati atau di Bali dikenal dengan dewasa Piodalan Sanghyang Aji Saraswati mengandung makna yang sakral sebagai berikut: Saniscara, hari baik untuk mulai memupuk pikiran yang baik, berlaku hati-hati/waspada, dan hari baik pula untuk mohon perlindungan Sanghyang Parama Kawi.
Saniscara (hari terakhir dari Saptawara), Umanis (awal Pancawara), pada wuku Watugunung, merupakan hari istimewa dimana seseorang akan mendapatkan kesenangan/kebahagiaan bila di hari itu ia bersembahyang secara khusus memuja kemaha-kuasaan Ida Sanghyang Widhi.  Wuku Watugunung sebagai wuku terakhir dari  30 wuku sebagai symbol pembinasaan Asuri Sampad yakni sifat-sifat keraksasaan yang bercirikan: kemalasan, kebodohan, kerakusan dan sifat-sifat adharma lainnya yang ada pada diri manusia.
Saraswati berasal dari kata saras artinya: sesuatu yang terus mengalir, dan wati artinya: mempunyai (sifat). Jadi Saraswati artinya: sesuatu yang bersifat terus mengalir. “Sesuatu” adalah kaprajnan (kebijakan) dan samyagjnana (pengetahuan sempurna). Sedangkan “mengalir” diartikan sebagai dinamika tiada henti, berkelanjutan dan berkembang. Kaprajnan dan samyagjnana adalah ilmu pengetahuan yang tidak hanya bersifat material atau lahiriah (aparawidya) tetapi juga immaterial atau rohaniah (parawidya). Parawidya, pengetahuan tentang hakekat kebenaran Atma dan Brahma (atma-brahma widya). Kaprajnanan dan Samyagjnana mempengaruhi Buddhi pada diri manusia  untuk berprilaku dharma.
Saat memuja Dewi Saraswati diperlukan simbul atau niyasa berupa gambar atau patung wanita muda yang cantik bertangan empat, dimana dua tangan memegang wina (alat musik), tangan kanan memegang ganitri, dan tangan kiri memegang lontar. Berdiri di atas burung merak dan teratai putih.
Arti dari simbul atau niyasa itu sebagai berikut: Dalam brahmawidya (teologi Hindu) Dewi Saraswati Shakti (kekuatan) Brahma. Tafsir keliru telah berkembang di masyarakat bahwa Dewi Saraswati “istri” Bhatara Brahma. Advayta Vedanta menyatakan Brahma sebagai supreme power bersifat nirguna, sedangkan untuk mewujudkan kekuatan dinamis dan kreatif Brahma berubah menjadi  bersifat saguna atau Shakti. Selanjutnya dalam Prasna Upanishad disebutkan Brahma menginginkan kebahagiaan bagi ciptaan-Nya. Oleh karena itu ada unsur kekuatan memelihara pada Shakti-Nya yang disimbulkan sebagai wujud female (perempuan), karena perempuan ditakdirkan mempunyai sifat-sifat dan naluri memelihara serta melindungi.
Gambaran sebagai wanita muda yang cantik menarik, menunjukkan kaprajnan dan samyagjnana  sangat diminati, kekal/selalu muda karena prinsip-prinsip lama selalu diperbaharui kearah penyempurnaan. Wina, alat musik yang mendendangkan irama indah dan teratur. Hukum Rta sebagai irama alam semesta yang indah dan teratur seperti peredaran bumi, bulan, dan bintang. Ganitri simbul pemujaan dan pemusatan pikiran. Lontar simbul kaprajnan dan samyagjnana. Burung merak simbul ego yang harus ditekan atau ditaklukkan, dan teratai putih simbul kaprajnan dan samyagjnana yang suci tidak ternoda oleh ketidak benaran.
Linggasthana Dewi Saraswati, Aksara. Aksara adalah gambar atau simbul bunyi yang dibuat dengan goresan (lekha). Dewi Saraswati dan Aksara, manunggal. Aksara pertama dalam Weda: OM sehingga OM juga disebut pranawa mantra (esensi semua mantra) dan sebagai nada Brahma. OM terbentuk dari tiga aksara (AUM) yakni: Ang, Ung, Mang, dimana ketiga aksara itu disebut pula aksara alam semesta atau hukum alam semesta karena Ang Utpatti (kelahiran), Ung  sthiti (kehidupan) dan Mang pralina (kematian).
Brata Saraswati dilaksanakan dengan upacara pemujaan yang dilakukan pada pagi hari sampai sebelum tengah hari. Selama itu tidak diperkenankan membaca atau menulis sesuatu yang sakral, mengingat linggastana Dewi Saraswati adalah aksara. Buku-buku, lontar dan prasasti dihaturi sesajen berupa: Suci, pejati, daksina lingga, pisng payasan, cane, sesayut saraswati, perangkatan putih-kuning, dan segehan.
Banyupinaruh
Keesokan harinya atau tepatnya pada Redite, Paing wuku Sinta hari Banyupinaruh. Wuku Sinta merupakan awal rangkaian wuku, sehingga Redite sebagai hari pertama dari wuku pertama, menjadi saat yang tepat untuk mulai meningkatkan pembelajaran yang dilandasi kesucian. Dewi Saraswati dipuja sebagai Dewi yang melimpahkan kaprajnanan dan samyagjnana.
Wujud perayaan hari Banyupinaruh berupa mandi suci di sumber mata air atau laut, sambil membawa sesajen berupa pejati dan kembang-kembang harum. Makna dari mandi secara khusus itu  menyadarkan diri kita sendiri agar kaprajnanan dan samyagjnana yang telah diperoleh digunakan dijalan yang suci dan untuk tujuan yang dharma.
Soma Ribek
Setelah Banyupinaruh, pada Soma, Pon wuku Sinta tibalah hari Soma Ribek, dimana Bhatari Sri, Shakti Wisnu memenuhi kebutuhan pangan manusia, terutama yang sudah melaksanakan ajaran dan nilai-nilai luhur Saraswati. Upacara pada hari ini, menghaturkan banten pejati pada pulu dan lumbung, atau tempat menyimpan beras/padi sebagai tanda bhakti dan sujud kepada Sanghyang Widhi karena telah melimpahkan kebutuhan pokok pangan.
Sabuh Mas
Keesokan harinya pada Anggara Wage wuku Sinta, hari Sabuh Mas, yang bermakna: Sanghyang Widhi mengaruniakan tidak hanya kebutuhan pangan, tetapi juga harta benda lain yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup. Umat Hindu-Bali merayakannya dengan menghaturkan sesajen berupa canang ajuman pada benda-benda keperluan rumah tangga, dan perhiasan emas/perak/permata.
Pagerwesi
Tibalah hari Buda, Kliwon wuku Sinta, yang dikenal dengan nama hari Pagerwesi. Pagerwesi artinya pagar yang kokoh dari besi. Dalam perayaan ini umat Hindu-Bali memuja Hyang Pramesti Guru, yakni Sanghyang Widhi yang telah melimpahkan kehidupan dan kebahagiaan kepada umat manusia.
Untuk mencapai mokshartam jagaditaya ca iti dharmah, menurut Chandogya Upanishad, manusia wajib terus-menerus berusaha mencapai kemajuan melalui para-apara widya yang menuju pada: satyam (kebenaran), siwam (kesucian) dan sundaram (keindahan/kebahagiaan). Makna Pagerwesi adalah menjaga atau mempertahankan agar satyam, siwam, sundaram yang telah diperoleh/dikuasai tetap ajeg sepanjang kehidupan di dunia skala dan niskala sunia.
Mantram pemujaan Dewi Saraswati
(Rg Veda I.3.10, I.3.11, II.41.16)
Pavaka nah Saraswati vajebhir vajinivari
Yajnam vastu dhiyavasuh
Semoga Saraswati yang mensucikan yang amat kaya
Yang memiliki pengetahuan mendatangi persembahan hamba

Codayitri sunrtanam cesanti sumatinam
Yajnam dadhe Saraswati
Yang memberikan kebenaran serta yang menggugah pikiran baik
Semoga Saraswati menerima persembahan hamba

Amvitame naditame
Devitame Saraswati
Apra sastim amva naptkrdhi
Ibu yang paling mulia, sungai yang paling mulia
Dewi yang paling utama ya Saraswati
Hamba yang tidak mempunyai, berilah hamba kemashuran

Nasehat Saraswati

1. Saraswati adalah “tonggak peringatan, agar kita (umat Hindu) menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
2. SDM terdiri dari dua: fisik dan non fisik. Fisik adalah kesehatan dan kebugaran tubuh. Non-fisik adalah “kesehatan/ kesempurnaan”: Spiritual, Emosional, dan Intelektual.
3. SDM adalah Sumber Daya utama, melebihi pentingnya sumber daya yang lain seperti SDA (Sumber Daya Alam), SDMod (Sumber Daya Modal), dll. Tanpa SDM, SDA dan SDMod tidak ada artinya dan tidak dapat dimaksimalkan hasil-gunanya.
4. Kualitas SDM penting untuk mencapai Mokshartam jagaditaya ca iti dharmah (secara individu) dan pada akhirnya mencapai Satyam-Siwam-Sundaram (secara bersama/ kemasyarakatan).
5. Proses belajar dan pembelajaran berlanjut sepanjang waktu selama hayat dikandung badan. Maka jangan pernah berhenti belajar-mengajar.
6. Derajat manusia ditentukan oleh mutu SDM. Bukan karena kelahiran, kekayaan, kebangsawanan, dan tetek-bengek lainnya.
7. Veda adalah sumber segala Ilmu Pengetahuan. Sangat ironis bila umat Hindu yang “memiliki” Veda, kok SDM-nya lemah! Nah, bangkit, bangkit, bangkit, bangkit! Jangan tidur.
8. Mau badan sehat,bugar, ada YOGA; mau pintar, ada RGVEDA, SAMAVEDA, YAYURVEDA, ATHARVAVEDA; mau suci dan dekat dengan-Nya, ada meditasi. Nah mau apa lagi?
9. Jangan “Koh Ngomong”, jangan lagi nyanyi: “De ngaden awak bisa, ndepang anake ngadanin…” Yang lebih penting, kurangi tidur. Baca, belajar, berbuat, ngomong, nulis, dan… sembahyang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar