Minggu, 10 September 2017

Surga Ditelapak Kaki Ibu

SURGA DITELAPAK KAKI IBU

Seorang ibu bisa dipastikan merupakan salah satu peran yang paling kompleks dan sulit dalam hidup seorang. Dimana salah satu tugas yang paling berat dan rumit adalah tugas seorang ibu untuk membesarkan anak-anak dengan cara yang tepat. Tugas ini membutuhkan kecerdasan kesabaran dan pemahaman psikologi yang baik untuk membina kepribadian anak. Sementara tugas seorang ayah adalah memimpin di rumah, ibu menentukan suasana yang dibentuk untuk membentuk rumah tangga. Waktu yang dihabiskan bersama anak-anak, akan memberikan pengaruh yang kekal terhadap hidup seorang anak. Anak-anak akan menjadi seperti yang seorang ibu perbuat atas mereka. Ibu menghadapi tantangan mulia untuk membentuk kehidupan anak-anak mereka yang akan anak-anaknya gunakan seumur hidup mereka. Menjadi ibu merupakan salah satu kehormatan tertinggi dalam hidup, dan salah satu tanggung jawab hidup yang terberat.

Dalam Veda dijelaskan seorang ibu adalah sosok yang sangat mulia dan utama. Karena ibu sumber inspirasi, penjaga dan melindungi eksistensi hidup, maju mundurnya tergantung dengan peran dan fungsi seorang ibu. Dapat dikatakan ibu sebagai barometernya peradaban manusia. Dalam Veda adanya tujuh ibu seperti yang dijelaskan dalam Nitisastra.

         Atma-mata guroh patni brahmani
         Raja-patnika dhenur dhatri tatha prthivi
         saptaita matarah smrtah
                                                Nitisastra 1.39

"Ketujuh ini dikenal sebagai ibu yaitu: ibu kandung, istri guru atau istri guru kerohanian, istri brahmana, istri raja, sapi, perawat dan bumi."

Ketujuh ibu inilah yang memiliki peran penting dalam eksistensi seorang manusia dan kehidupan pada umumnya. Ibu adalah awal dimana kehidupan bertumbuh dimana kecerdasan seorang manusia berkembang dan dia bisa berguna untuk kehidupan itu sendiri.
Ibu adalah sebuah kehormatan yang diberikan Tuhan, seorang ibulah yang bertugas menjaga sebuah kehidupan yang telah Tuhan ciptakan. Tugas dan fungsi pendidikan ibu diwakilkan oleh seorang ibu.

Itu yang menyebabkan surga yang sangat agung dan mulia itu, ditempatkan dan diletakkan Tuhan hanya di telapak kaki seorang ibu. Karena ibu adalah Tuhan yang berwujud manusia sedangkan ayah adalah penunjuk jalan menuju Tuhan.

Selasa, 11 April 2017

DHARMA KAPATUTAN

Siapakah Sang Dharma
Jogor Manik kah ??
Sang dharma Yudistira  ???
Apa Asune ???
Plajari dulu dengan baik sejarahnya, Agama tidak mengajarkan umatnya berdebat ada kalah dan menang, duduk dengan tenang tujuan agama adalah angawe sukaning wong len, menyenangkan semua pihak tanpa ada merasa dilecehkan ataupun melecehkan umatnya, semua pasti ada hikmahnya.

Dharma adalah aturan, hukum, dan kewajiban yang hendaknya dijalankan secara baik dan bertangggung jawab untuk dapat mencapai kebahagiaan dan kebenaran sejati.

Terkadang sebuah dharma kebaikan dalam hidup ini dijalankan; "Ibaratnya seperti kita menanam padi, kadang rumput pun ikut tumbuh, tapi saat kita menanam rumput tidak akan pernah tumbuh padi". Begitupun dalam melakukan kebaikan, kadang² hal yg buruk pun turut menyertai. Tapi saat melakukan keburukan, tidak akan ada kebaikan bersamanya. Seperti halnya dalam Hindu Dharma, disebutkan Dharma ini tidak pernah diciptakan karena Tuhan Yang Maha Esa sudah hadir sebelum yang lain-lainnya hadir.

Dharma sebagai salah satu bagian dari Catur Purusa Artha sebagai tujuan hidup disebutkan agar kita selalu dapat mentaati segala aturan, hukum, dan kewajiban agar mencapai kebenaran sejati dengan menjalankan catur dharma sebagai dharma bakti untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum, bernegara dan alam semesta ini.

Dharma, sebagaimana yang dikutip dalam penjelasan Babad Bali, CATUR PURUSA ARTHA merupakan, kebenaran absolut yang mengarahkan manusia untuk dapat memiliki, budi pekerti yang luhur sesuai dengan ajaran agama yang menjadi dasar hidup.
Dharma itulah yang mengatur dan menjamin kebenaran hidup manusia. Keutamaan dharma sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan, memberikan keteguhan budi, dan menjadi dasar dan jiwa dari segala usaha tingkah laku manusia.

Juga disebutkan dalam Lalita Hita Karana bahwa, kebenaran sejati yang terkandung dalam weda tidak akan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari kalau kebenaran sejati itu tidak diterapkan menjadi, acara dharma, atau penerapan kebenaran agama dalam tradisi kehidupan sehari-hari, sehingga merupakan bagian yang integral dalam diri manusia dan masyarakat. Tanpa acara Dharma kebenaran sejati yang disebut Sanatana Dharma atau Satya Dharma tidak akan memberikan arah yang jelas pada kehidupan manusia dan masyarakat.
Satya Dharma merupakan, api spiritual agama, sedangkan acara dharma sebagai asap dan abunya. Kalau abu dan asap ini tidak dikontrol dengan baik, maka dapat menutup api spiritual itu sendiri.
Sebaliknya acara dharma atau tradisi keagamaan tanpa dikontrol oleh Satya Dharma tidak mustahil acara Dharma bisa menyimpang jauh dari inti kebenaran itu sendiri.

Satya Dharma merupakan kebenaran mutlak yang dijadikan dasar hidup dan pola pikir orang Hindu. Pola pikir dan landasan hidup tersebut adalah penyerahan diri secara total terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan yadnya tertinggi.

Menurut filsafat Hindu Tuhan dalam menciptakan alam semesta ini melalui yadnya atau pengorbanan. Yadnya tersebut dilaksanakan oleh Beliau, untuk Beliau dengan diri Beliau, sebagai Sarana Yadnya.
Dengan demikian yadnya yang tertinggi nilainya yaitu persembahan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa melalui penyerahan diri secara total yang disebut Bhakti. Bhakti atau penyerahan diri merupakan inti dari acara Dharma yang dalam kehidupan sehari-hari kita kenal dengan Upacara dan Upakara.
Upacara menerangkan bagaimana tatanan pelaksanaan agama.  Sedangkan Upakara merupakan sarana yang dipergunakan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Seperti disebutkan, acara Dharma dapat menghasilkan abu dan asap yang bisa menutup api spiritual, hendaknya selalu dikontrol agar tidak terlalu jauh menyimpang dari tujuan hidup mencapai moksa.

Moksa bagi masyarakat awam kadang-kadang sangat dibesar-besarkan sehingga barang siapa yang mendengar kata moksa sudah terlintas dalam pikirannya suatu usaha yang tidak mungkin dicapai dewasa ini. Benarkah pandangan itu?.

Kalau hal itu dianggap benar, jadilah kita benda mati yang tak pernah ada kegiatan. Karena kita sudah menyerah sebelum berbuat.
Apa gunanya kita hidup sebagai manusia yang dilahirkan semata-mata untuk memperbaiki diri untuk mencapai kesempurnaan.
Dalam kenyataan sekarang ini pendapat serupa menghantui pikiran umat, mengapa hal ini bisa terjadi?. Ini yang perlu kita cari pemecahannya.

Perjalanan Hinduisme dari negeri asalnya sampai ketempat-tempat tertentu diseantero dunia ini diumpamakan sebuah bola salju yang menggelinding mengikuti alur lintasannya.
Dalam perjalanannya bersentuhan dengan tradisi-tradisi setempat. Disamping tempat (desa) dalam perjalannya melintasi waktu (kala) yang juga memberikan pengaruh. Kalau dalam perjalanannya pada ruang dan waktu tadi Hinduisme tidak dikontrol dengan cermat oleh Satya Dharma tidak mustahil pengaruh ruang dan waktu dapat bersifat sebagai abu dan asap yang bisa memudarkan api spiritual Hinduisme itu sendiri.

Abu dan asap yang menutup api spiritual bisa berupa kepentingan ego pada setiap orang yang berkuasa pada saat itu, karena mereka sendiri sudah diperbudak oleh ego, sehingga mereka diliputi kegelapan, tidak dapat melihat lagi kebenaran abadi. Mereka terbelenggu oleh, nafsu, dan ego yang sesungguhnya semua objek dari nafsu dan ego itu adalah maya.  Kama, dan ahamkara yang sudah begitu lekat menutupi diri sejati setiap orang sehingga api spiritualnya tidak terlihat sinar terangnya.
Mereka yang digelapkan oleh kekuatan maya tidak mustahil menggunakan acara Dharma sebagai wahana untuk kepentingan individu maupun kelompoknya.

Akibat dari kenyataan ini maka sistem warna tidak berfungsi lagi. Seseorang menyebut diri seorang Brahmana namun tingkah polahnya, seperti seorang Wesya, Kesatrya, atau Sudra, seorang yang menyebut diri seorang Kesatrya, tingkah polahnya sebagai Wesya atau Sudra, demikian sebaliknya. Seseorang menyebut dirinya Brahmana dan berpredikat pendeta atau sulinggih yang pada hakekatnya, harus disibukkan membimbing umat ke jalan dharma memberikan pelayanan terhadap Yang Maha Kuasa, tekun melaksanakan sadhana agar bisa manunggal dengan Tuhan Sang Pencipta, disibukkan dengan kegiatan menjual sarana upacara yadnya, dengan dalih meringankan umat, nenerapkan upacara secara kaku bahkan cenderung berlebihan dengan harapan mendapatkan kewibawaan lahiriah.
Demikian juga sebaliknya untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi di masyarakat dan tergiur dengan perolehan materi, hal tersebut disebabkan oleh karena kebodohan umat seorang yang belum mumpuni sebagai pendeta menyatakan dirinya sebagai pendeta dengan hanya bermodalkan upacara ritual yang pada hakekatnya hanya bersifat formalitas.
Siapakah disini yang dibohongi?.
Tidakkah mereka ini membohongi dirinya?.
Karena mereka tahu, Tuhan maha tahu, dan ada pada setiap orang.
Apa yang dikhawatirkan oleh pendahulu kita melalui cerita, Ni Diah Tantri, Sang Cangak menjadi pendeta hanya sekedar mencari isi perut, Begawan Darma Swami, seorang Begawan sibuk menjual kayu bakar, sehingga mereka celaka oleh dirinya sendiri.
Sangat disayangkan, apabila seseorang berbuat diluar Satya Dharma hanya sekedar memenuhi panggilan nafsu dan egonya. apabila mereka yang dijadikan panutan dalam penerapan Satya Dharma tegelincir dari Satya Dharma, yang pada gilirannya berapa banyak umat ikut tergelicir dari Satya Dharma dan terbelenggu oleh pengaruh maya.
Mengapa dosa yang harus diperbuat dalam kehidupan ini? Mengapa kita sia-siakan berkah Tuhan, kita dilahirkan sebagai manusia yang satu-satunya ciptaan-Nya dapat menolong dirinya sendiri melalui Sadhana.

Di lain pihak adanya pandangan keliru tentang bakti. Bakti yang terbesar dan mulia adalah bakti atas diri sendiri. Namun masih banyak yang belum tahu hal ini. Mereka memandang pengorbanan material wujud bakti yang tertinggi, bahkan timbul kebanggaan pada dirinya, merasakan dirinya lebih dari yang lain. Lebih disesalkan lagi mereka melaksanakan yadnya dengan harapan apa yang diinginkan agar dikabulkan oleh Tuhan. Dia berkaul (mesaudan), agar apa yang diharapkan tercapai. “Mesaudan” bahasa Bali berasal dari kata me-saud-an.
Saud artinya salah langkah. Kalau seseorang menganyam sesuatu, apabila salah satu anyamannya keliru langkahnya disebut saud dalam arti salah. Setiap orang tahu bahwa saud artinya salah namun, mengapa banyak orang melakukan?. Bukankah berarti kita sengaja berbuat salah. Tidakkah ini merupakan kebodohan yang tidak perlu terjadi?. Setiap orang tahu keberhasilan tak kunjung tiba tanpa didasari usaha yang keras.

Dalam Bhagawad Gita berulang-ulang dinyatakan bekerjalah tanpa harapan. Sepintas kelihatannya sangat tidak masuk akal, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap usaha selalu dilandasi tujuan dan harapan. Tanpa harapan disini dimaksudkan hendaklah setiap usaha yang kita lakukan tidak dibelenggu oleh harapan dan keinginan. Tujuan, dan harapan sebagai suatu strategi dalam disiplin melaksanakan kegiatan. Kalau usaha atau kegiatan dibelenggu oleh harapan, apabila ternyata tidak sesuai harapannya dengan hasil yang diperoleh akan menimbulkan kekecewaan. Dari kecewa, timbul frustasi, dan akhirnya depresi.
Bukankah ini berarti menyiksa diri? Dalam kelahiran ini kita berkewajiban memperbaiki diri dari hidup sebelumnya. Menebus dosa-dosa yang pernah kita perbuat, melalui pelayanan terhadap Tuhan dan berbuat baik dengan sesama yang berarti juga pelayanan terhadap Tuhan.
Masalah hasil, baik, atau buruk hanya Tuhan yang tahu. Acara Dharma merupakan alat dalam penerapan Satya Dharma untuk mencapai tujuan agama sekaligus tujuan hidup yaitu moksa. Moksa merupakan tujuan hidup setiap orang pemeluk agama Hindu.

Menjalankan Dharma, seperti yang dikutip dari Catur Sadhana : Sesarining Dharma (Intisari Dharma),  Tidak hanya ngayah dan sembahyang ke pura sebagai jalan dharma, tidak hanya meditasi adalah jalan dharma, Dan melaksanakan kerja-pun juga adalah jalan dharma. Burung-burung bekerja giat mencari makan untuk anak-anaknya, monyet-monyet bekerja giat mencari kutu dan membersihkan bulu anak-anaknya.

Semua dilakukan, tanpa keluhan, tanpa protes. Dan laksanakan swadharma atau tugas-tugas kehidupan kita, menjadi guru, pegawai, orang tua, gubernur, Pejabat Pemerintah (Guru Wisesa) dll dengan sebaik-baiknya, tapi apapun hasilnya terima dengan bathin damai. Disana kerja bukan saja wujud nyata, welas asih, dan kebaikan, tapi sekaligus jalan menuju manah shanti.

Senin, 10 April 2017

MEBANTEN SAIBAN

MEBANTEN SAIBAN ATAU YADNYA SESA

Mebanten Saiban atau Ngejot merupakan suatu tradisi Hindu di Bali yang biasa dilakukan setiap hari setelah selesai memasak di pagi hari. Mesaiban / Mejotan juga disebut dengan Yadnya Sesa, merupakan yadnya yang paling sederhana sebagai realisasi Panca Yadnya yang dilaksana umat Hindu dalam kehidupan sehari-hari.

Mesaiban / Mejotan biasanya dilakukan setelah selesai memasak atau sebelum menikmati makanan. Dan sebaiknya memang mesaiban dahulu, baru makan. Seperti yang dikutip Bhagawadgita(percakapan ke-3, sloka 13) yaitu :

YAJNA SISHTASINAH SANTO, MUCHYANTE SARVA KILBISHAIH, BHUNJATE TE TV AGHAM PAPA, YE PACHANTY ATMA KARANAT

Artinya : Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini sesungguhnya makan dosa.

Makna dan Tujuan Mesaiban
Yadnya sesa atau mebanten saiban merupakan penerapan dari ajaran kesusilaan Hindu, yang menuntut umat untuk selalu bersikap anersangsya yaitu tidak mementingkan diri sendiri dan ambeg para mertha yaitu mendahulukan kepentingan di luar diri. Pelaksanaan yadnya sesa juga bermakna bahwa manusia setelah selesai memasak wajib memberikan persembahan berupa makanan, karena makanan merupakan sumber kehidupan di dunia ini.

Tujuannya mesaiban yaitu sebagai wujud syukur atas apa yang di berikan Hyang Widhi kepada kita. Sebagaimana diketahui bahwa yadnya sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa untuk memperoleh kesucian jiwa. Tidak saja kita menghubungkan diri dengan Tuhan, juga dengan manifestasi-Nya dan makhluk ciptaan-Nya termasuk alam beserta dengan isinya.

Sarana Banten Saiban
Banten saiban adalah persembahan yang paling sederhana sehingga sarana-sarananya pun sederhana. Biasanya banten saiban dihaturkan menggunakan daun pisang yang diisi nasi , garam dan lauk pauk yang disajikan sesuai dengan apa yang dimasak hari itu, tidak ada keharusan untuk menghaturkan lauk tertentu.

Yadnya Sesa (Mesaiban) yang sempurna adalah dihaturkan lalu dipercikkan air bersih dan disertai dupa menyala sebagai saksi dari persembahan itu. Namun yang sederhana bisa dilakukan tanpa memercikkan air dan menyalakan dupa, karena wujud yadnya sesa itu sendiri dibuat sangat sederhana.

Tempat Menghaturkan Saiban
Ada 5 (lima) tempat penting yang dihaturkan Yadnya Sesa (Mesaiban), sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta:

Pertiwi(tanah) : biasanya ditempatkan pada pintu keluar rumah atau pintu halaman.
Apah(Air) : ditempatkan pada sumur atau tempat air.
Teja(Api) : ditempatkan di dapur, pada tempat memasak(tungku) atau kompor.
Bayu : ditempatkan pada beras,bisa juga ditempat nasi.
Akasa : ditempatkan pada tempat sembahyang(pelangkiran,pelinggih dll).

Tempat-tempat melakukan saiban jika menurut Manawa Dharmasastra adalah: Sanggah Pamerajan, dapur, jeding tempat air minum di dapur, batu asahan, lesung, dan sapu.

Kelima tempat terakhir ini disebut sebagai tempat di mana keluarga melakukan Himsa Karma setiap hari, karena secara tidak sengaja telah melakukan pembunuhan binatang dan tetumbuhan di tempat-tempat itu.

Didalam Kitab Manawa Dharma Sastra Adhyaya III 69 dan 75 dinyatakan: Dosa-dosa yang kita lakukan saat mempersiapkan hidangan sehari-hari itu bisa dihapuskan dengan melakukan nyadnya sesa.

Doa-doa dalam Yadnya Sesa (Doa Mesaiban)
Yadnya Sesa yang ditujukan kepada Hyang Widhi melalui Istadewata(ditempat air,dapur,beras/tempat nasi dan pelinggih/pelangkiran doanya adalah:

OM ATMA TAT TWATMA SUDHAMAM SWAHA, SWASTI SWASTI SARWA DEWA SUKHA PRADHANA YA NAMAH SWAHA.

Artinya: Om Hyang Widhi, sebagai paramatma daripada atma semoga berbahagia semua ciptaan-Mu yang berwujud Dewa.

Yadnya Sesa yang ditujukan kepada simbol-simbol Hyang Widhi yang bersifat bhuta, Yaitu Yadnya Sesa yang ditempatkan pada pertiwi/tanah doanya:

OM ATMA TAT TWATMA SUDHAMAM SWAHA, SWASTI SWASTI SARWA BHUTA,KALA,DURGHA SUKHA PRADANA YA NAMAH SWAHA.

Artinya: Om Sang Hyang Widhi, Engkaulah paramatma daripada atma, semoga berbahagia semua ciptaan-Mu yang berwujud bhuta,kala dan durgha.

Jadi pada kesimpulannya sebuah tradisi Hindu di Bali yaitu mesaiban/mejotan merupakan sebuah tradisi yang menghaturkan atau membersembahkan apa yang dimasak atau disajikan untuk makan dipagi hari kepada Tuhan beserta manifestasi-Nya terlebih dahulu dan barulah sisanya kita yang memakannya . Semua sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan dan menebus dosa atas dosa membunuh hewan dan tumbuhan yang diolah menjadi makanan.

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersam

AJARAN DANGHYANG NIRATA


AJARAN-AJARAN DHANGHYANG NIRARTA.

Dhanghyang Nirarta merupakan orang ke tiga sebagai peletak dasar Dharma Hindu Bali, selain dua orang pendahulunya yaitu yang pertama adalah Rsi Markandya, dan yang kedua adalah Empu Kuturan. Sebelum membahas ajaran-ajaran Dhanghyang Nirarta ( Bhatara sakti
wawu rawuh ) terlebih dahulu kita ketahui:

RIWAYAT DHANGHYANG NIRARTA.

Dhanghyang Nirarta berasal dari Majapahit,mula-mula diam di Daha( Kediri ), di sana Beliau menikah dengan Dyah Komala/Ida Istri Mas Daha, anak dari Dhanghyang Swamba dengan Dewi Sunia, yang mempunyai seorang putri yaitu Dyah Komala. Mereka adalah Siwa Kula
yaitu pemeluk Agama Siwa. Dhanghyang Swamba telah meninggal, jadi tinggal janda almarhum dengan anaknya Dyah Komala. Danghyang Nirarta beralih dari Jina Kula ke Siwa Kula sebagai syarat dari janda mendiang Dhanghyang Swamba, untuk memenuhi keinginan Dhanghyang Nirarta menikahi Dyah Komala. Dan juga atas seijin kakaknya Dhanghyang Angsoka, juga saran dari Dhanghyang Panawasikan Dhanghyang Nirarta beralih dari Jina Kula ke Siwa Kula, untuk melanjutkan keturunan Bregu wangsa.
Mereka melahirkan seorang putri bernama Ida Swabhawa, dan sorang putra bernama Ida Wiraga Sandhi atau Ida Kulwan. Saat itu Daha dimasuki oleh Agama Islam, Dhanghyang Nirata juga ikut mempelajari Agama Islam, saking mahirnya, maka Beliau dijuluki Imam Mahdi. Beliu juga dinamakan si Jenar, karena bau keringatnya harum. Jenar adalah bunga segar yang harum semerbak. Dengan demikian Danghyang Nirarata faham betul dengan tiga Agama yaitu:

            Agama Buddha Mahayana,
            Agama Siwa. dan
            Agama Islam.

Karena Dhanghyang Nirarata tidak mau masuk agama islam maka disebut orang kafir yang harus dilenyapkan, sehingga Beliau serta
anak-anaknya, tanpa istri (tidak mau ikut) pindah ke Pasuruhan. Di Pasuruhan oleh pamannya yakni  Dhanghyang  Panawasikan,
Dhanghyang Nirarata dijodohkan dengan anaknya yang bernama Dyah Sanggawati, dan mempunyai putra dua orang yaitu :
Ida Wayahan Lor dan Ida Wiyatan. Dhanghyang Nirarta beserta keempat putranya pindah ke BLAMBANGAN karena Beliau di kejar ke Pasuruan sama halnya dengan di Daha.
Di Blambangan Dhanghyang Nirarta dan keempat putranya diterima oleh penguasa kerajaan Blambangan yakni Sri Aji Dalem Juru.
Dhanghyang Nirarta dijodohkan dengan adiknya Sri Aji Dalem Juru yang bernama Ida Istri Patni Kaniten,kemudian mempunyai tiga orang putri yaitu :
                    Ida Istri Rai( Ida Swabhawa),
                    Ida Wetan ( Ida telaga )
                    Ida Kaniten.

Karena keringat Dhanghyang Nirarta berbau harum,banyak para permaisuri Sri Aji Dalem Juru tertarik kepadanya.Inilah yang menyebabkan Dhanghyang nirarta didakwa menyebar guna-guna dan harus di " rejek " (basmi). Sehingga Dhanghyang Nirarta beserta istri dan ketujuh orang anaknya menyebrangi selat bali, Dhanghyang Nirarta menyebrang memakai Labu yang besar (waluh kili) sedangkan istri dan anak-anaknya memakai sebuah sampan yang bocor, dan mendarat di Perancak. Dalam perjanan menuju ke timur melalui hutan yang sangat lebat Beliau bertemu dengan seekor naga yang membuka mulutnya, dan Beliau masuk ke dalam mulut naga itu.
Disana beiau dapati sebuah tunjung yang sudah kembang, lalu dipitiknya, begitu beliau keluar maka kulit beliau berubah menjadi
hitam, istri dan anaknya tidak dapat mengenal beiau lagi, lalu lari sekuat-kuatnya. Akhirnya beliau beruntung dapati istri dan anak-anaknya, kecuali anaknya yang tertua jadi " Dewa Melanting " ditempat iu juga terjadi hal yang aneh, banyak cacing berganti rupa dan mereka menerangkan bahwa mereka dapat berganti rupa tak lain sebabnya ialah karena ilmu gaibnya Dhanghyang Nirarta. Setelah selesai menyembah mereka menghilang. Mereka itulah yang diam dipulaki dan disembah orang-orang di Melanting.
Ajaran atau nasehat nasehat Dhanghyang Nirarta untuk meningkatkan keimanan umat Dharma Hindu Bali,termuat dalam GAGURITAN TUTUR SEBUN BANG KUNG, Yang ditulis/disurat dalam perjalanan beliau dari Daha menuju Pasuruhan dan Blambangan.
GEGURITAN  : ADALAH SESURATAN (TULISAN) BERBENTUK PUPUH (PUISI)
                           YANG ISINYA ADALAH UNTUK MENGGEMBIRAKAN HATI YANG
                           MELAGUKAN SERTA YANG MENDENGARKAN.
TUTUR      :       NASEHAT-NASEHAT UNTUK MENINGKATKAN KEIMANAN UMAT
                            DHARMA HINDU BALI.
SEBUN      :        ARTI SEBENARNYA ADALAH SARANG BINATANG UNTUK BER -
                           TEDUH, MENGASUH ANAK-ANAKNYA.
                           TERKAIT DENGAN KATA GEGURITAN DAN TUTUR MAKA YANG
                            DIMAKSUD DENGAN SEBUN ADALAH KUMPULAN TULISAN-  
                            TULISAN BERISI NASEHAT-NASEHAT UNTUK MENINGKATKAN
                             KEIMANAN UMAT DHARMA HINDU BALI.
BANG       :          ARTINYA MERAH ADALAH WARNA DARI HYANG BRAHMA, DENGAN
                            SAKTINYA ADALAH DEWI SARASWATI, DEWINYA DHARMA AJI
                            DAN SASTRA-SATRA AGAMA.
KUNG       :          ARTINYA TRESNA ASIH ATAU CINTA KASIH,YANG DIDALAM
                            HINDU TERKENAL DENGAN " TATWAM ASI "

Dalam geguritan pupuh Sinom dasar-dasar Dharma Hindu Bali yang diletakan oleh Dhanghyang Nirarta adalah :
  - Hyang Nur yang menciptakan :
  - Bumi langit dengan segala isinya yang disebut Bhuwana Agung.
  - Manusia yang disebut Bhuwana Alit.
  - Hyang Nur adalah hyang Brahma.
  - Hyang Brahma dan Hyang Suksma adalah sebutan lain dari Sanghyang Widhi.
Dalam geguritan pupuh demung no 37 Dhanghyang Nirarta mengajarkan kepada umat Dharma hindu Bali, agar mempelajari, menekuni, melaksanakan serta mengamalkan Panca Sraddha Dharma Hindu Bali.
Panca Sraddha ini adalah keimanan yang utama dan pertama bagi umat Dharma Hindhu Bali.
Panca Sraddha adalah " igama " nya Dharma Hindu Bali.
Saat ngastiti kehadapan shanghyang widhi, haruslah disertai dengan Panca Yadnya yakni :
1. Dewa Yadnya
2. Rsi Yandya
3. Manusa Yadnya
4. Pitra Yadnya
5. Bhuta Yadnya.
Yadnya yang digelar disertai dengan sarananya berupa bebanten atau bebali. Ngastiti bhakti kehadapan Shanghyang Widhi dengan menggelar Panca Yandya inilah dinamakan " agama " Dharma Hindu Bali. " Rahayu " itulah tujuan utama umat Dharma Hindu Bali saat ngastiti bhakti kehadapan Shanghyang Widhi, inilah yang dinamakan " ugama " di dalam Dharma Hindu Bali.

Semoga wenten manfaatnya ....

Rabu, 15 Maret 2017

KANDA PAT DEWA

Ajaran Kanda Pat Dewa

Menurut beberapa orang sarjana, para Dewa menyatakan kekuatan-kekuatan alam.
Iswara menyatakan angin, Brahma menyatakan api, Mahadewa menyatakan tanah, dan Wisnu menyatakan air
Namun, walaupun di dalam agama Hindu, termasuk di dalam ajaran Kanda Pat Dewa ini. Dikenal banyak Dewa, bukanlah berarti tidak mengakui adanya asas Ketunggalan. Seperti yang sudah dijelaskan dimuka.
“Hanya satu Tuhan Yang Maha Esa orang arif bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”.

Selain itu, di dalam doa-doa para Arya Weda kita menemukan kecenderungan untuk memuliakan Dewa-Dewa yang dipuja. Seperti, bila Dewa Wisnu atau Dewa Brahma yang dipuja, maka Dewa-Dewa tersebut memiliki segala atribut dari Yang Maha Tinggi, atau Tuhan Yang Maha Esa. Pandangan ini jelas menyangkal adanya kejamakan para Dewa. Akan tetapi, walaupun hanya ditekankan satu Ketuhanan, berulang-ulang sejenis trinitas (trimurti) diakui pada Brahma, Wisnu dan Siwa. Sementara Brahma adalah prinsip penciptaan, Wisnu adalah pemelihara dan Siwa pelebur. Diantara para Dewa Weda, Wisnu dan Siwa terus bertahan, dan agama Hindu tanpa Wisnu dan Siwa bukanlah Agama Hindu. Akhirnya, dengan serangkaian perkembangan Wisnu dan Siwa disamakan dengan Brahman dalam kitab-kitab Upanisad.


Dalam sebuah Upanisad ada suatu kutipan yang menarik perhatian sebagai berikut :
“Para Dewa senang tersamar sedemikian rupa dan tidak menyukai yang menonjol”.
Banyak sarjana yang tidak memperhatikan kalimat esoterik ini. Dan bila anda memahami makna kalimat tersebut, anda akan menjadi Manusia setengah Dewa sakti manderaguna. Artinya, bila anda ingin berhasil menguasai ajaran Kanda Pat Dewa ini, anda harus memiliki semangat, murah hati, sabar, welas asih, bijaksana memiliki sifat berkeadilan dan bertoleransi. Jauh dari keberadaannya sadhana, dan filsafat merupakan pengalaman spiritual.

Dalam Kanda Pat Dewa, simbolis dan kebenaran, esoteris adalah suatu permainan kecerdasan yang sangat indah dan mempesona.

Pelajaran tentang Kanda Pat Dewa mempunyai kesulitan yang sama seperti pesonanya. Mempesona karena beragam keberadaannya. Sulit karena ia merupakan lambang atau symbol.Inilah ajaran Kanda Pat Dewa yang bermula dari ajaran Kanda Dewa, yang disebut sebagai
"sanak Dewa, ne melingga ring Gedong Kusuma, Ida meraga Sang Hyang Siwa"
Dari Sang Hyang Siwa inilah, kemudian lahir Dewa-Dewa yang lainnya. Seperti, Sang Hyang Rwa Bineda, Sang Hyang Tiga Sakti, Sang Hyang Panca Dewa, Dewa Nawa Sangga dan sebagainya. Semua itu adalah merupakan pamurtian atau manifestasi dari Siwa sendiri.

Pada waktu kita lahir ke Dunia ini, maka pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Tiga Sakti. Beliau Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau bersthana di Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, dalam konsep Tri Kahyangan Desa. Yang tidak lain adalah Siwa sendiri dalam trinitasnya sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa. Bila melayang-layang di ambara beliau berwujud Sang Hyang Agni atau Brahma, dan yan sira amarga ring soring pretiwi, beliau berwujud Sang Hyang Wisnu. Di dalam angga sariranta beliau melingga ring bayu, sabda lan idep.

Buwana agung dan Buwana alit
Ketika anda akan menelusuri ajaran Kanda Pat Dewa, maka yang harus anda pahami lebih dahulu adalah pengertian tentang Buwana agung dan Buwana alit.
Buwana agung adalah jagad Dunia, alam semesta raya, dan Buwana alit adalah “hati nurani” yang tersimpan di dalam diri manusia. Namun demikian, walaupun disebut Buwana alit sesungguhnya ia adalah Buwana agung.
Mengapa bisa demikian?
Karena Buwana Alit, yang berada pada kedalaman hati nurani manusia akan menggenggam Buwana Agung. Sebab, meskipun kelihatan kecil, tetapi hati manusia sebenarnya seluas langit dan Bumi. Dalam istilah Balinya “sing ada gedenan teken keneh”, tidak ada yang lebih besar dari keinginan manusia.

Termasuk dalam ajaran Kanda Pat Dewa ini. Karena apa yang ada di Buwana agung, akan kita jumpai pula di dalam Buwana alit. Seperti Dewa Nawa Sangga misalnya, ada di Buwana agung, berarti ada juga di Buwana alit. Sebab, pada hakekatnya Buwana agung dan Buwana alit adalah tunggal.
Beginilah keberadaan para Dewa di Bhuwana alit, ring angga sariranta, mantra:
Om Bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kayangan nira ring papusuh, senjatanira Bajra. Merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep.
Om Bhatara Maheswara (Mahesora), ring Gneyan prenahira, rupanira dadu, kayangan nira ring paparu, senjatanira Dupa, merunira tumpang kutus, babahanira ring kuping kiwa, wetunira ring cita, lintiran tan salah cita.
Om Bhatara Brahma, ring Daksina prenahira, rupanira bang, kayangan nira ring ati, senjatanira Danda (Gada), merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon.
Om Bhatara Rudra, ring neriti prenahira, rupanira kuning, kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Moksala, merunira tumpang telu, babahanira ring mata kiwa, wetunira ring tutur.
Om Bhatara Mahadewa, ring Pascima prehanira, rupanira kuning, kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Nagapasah, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda.
Om Bhatara Sangkara, ring wayabya prenahira, kayangan nira ring limpa, senjatanira Angkus, rupanira gadang, merunira tumpang besik, babahanira ring irung kiwa, wetunira ring ambek.
Om Bhatara Wisnu, ring utara prehanira, rupanira ireng kahyangan nira ring ampru, senjatanira Cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, wetunira ring pangwangan.
Om Bhatara Sambu, ring ersanya prenahira, rupanira biru, kayangan nira ring ineban, senjatanira Trisula, merunira tumpang nem, babahanira ring pamungkar, wetunira ring bayu.
Om Bhatara Siwa, ring Madya prenahira, rupanira Mancawarna, kayangan nira ring tumpuking ati, senjatanira Padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah.
Om Bhatara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetu nira ring adnyana, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angen-angen.
Om, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Amepeki jagat Buwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, tuju teluh teranjana, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumama ring awak sariranku, apan aku sarining tunjung putih

Bila anda dapat meyakinkan angrangsukin mantra tersebut di atas, maka akan banyak sekali kegunaannya, sakwehing gawenya wenang. Dan bila anda hanya akan angrasukin Ajaran Kanda Pat Dewa, maka mantra tersebut diatas menjadi lebih singkat sebagai berikut :
Om Bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kayangan nira ring papusuh, senjatanira Bajra, Merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep.
Om Bhatara Brahma, ring Daksina prenahira, rupanira bang, kayangan nira ring ati, senjatanira Danda (Gada), merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon.
Om Bhatara Mahadewa, ring Pascima prenahira, rupanira Kuning, Kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Nagapasah, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda.
Om Bhatara Wisnu,ring utara prenahira, rupanira ireng kahyangan nira ring ampru, senjatanira Cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, wetunira ring pangwangan.
Om Bhatara Siwa, ring madya prenahira, rupanira Mancawarna, kayangan nira ring tumpuking ati, senjatanira Padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah.
Om Bhatara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetu nira ring adnyana, lintiran angen-angen.
Om, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Amepeki jagat Buwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, tuju teluh teranjana, desti. Pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumama ring awak sariranku, apan aku sarining Tunjung Putih”.

Ajaran Siwa Guru, arti sebenarnya dari Siwa adalah pada siapa alam semesta ini “tertidur” setelah pemusnahan dan sebelum siklus penciptaan berikutnya. Semua yang lahir harus mati. Segala yang dihasilkan harus dipisahkan dan dihancurkan. Ini merupakan hukum yang tidak dapat dilanggar. Prinsip yang menyebabkan keterpisahan ini, daya dibalik penghancuran ini adalah Siwa. Tapi Siwa lebih daripada itu. Keterpisahan alam semesta berakhir pada pengurangan tertinggi, menjadi kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, dari mana berulang-ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas. Kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, darimana berulang-ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas ini, adalah Siwa. Dengan demikian, walaupun Siwa dilukiskan sebagai yang bertanggung jawab terhadap penciptaan dan pemeliharaan keberadaan ini. Dalam pengertian ini. Brahma dan Wisnu juga adalah Siwa.

Dan dalam pengertian Kanda Pat Dewa ini, Siwa tidak lain adalah Brahman itu sendiri, maka wajarlah kalau semua Dewa lahir dan lebur kembali kepada-Nya. Seperti yang sudah dijelaskan di muka bahwa. “Brahman datang kepada pemikiran”, Dia tidak dapat dicapai oleh pemikiran.
Tetapi kapankah Dia datang?
Dia datang pada saat gejolak pemikiran tidak ada lagi. Dia hanya datang dalam situasi yang dikendalikan oleh Siwa. Seperti yang dikatakan oleh Mitologi Hindu, Siwa adalah pengembara di malam hari Dia dapat dihubungi hanya dalam kegelapan malam. Maka pada malam harilah, dan hanya disitu saja, Siwa menyampaikan isyarat-isyarat, atau ajaran-ajaran rahasia lewat saktinya Uma.

Tetapi siapakah Dewi Uma?
Satu diantara arti perkataan Uma adalah malam. Ini juga berarti ketenangan.
Apakah yang lebih tenang dan hening daripada malam hari?
Ketika malam tiba, ada sesuatu yang meresap di dalam kegelapan malam semua kemajemukan telah lenyap. Pikiran yang terbebaskan dari aktivitasnya pasti berhadapan dengan malam yang kosong ini. Manusia harus menemukan sifat Brahman secara langsung dan ini dapat terjadi hanya apabila dalam keadaan pikiran yang terbebaskan dari semua aktivitasnya, kesadaran manusia itu sendiri tanpa bergeming, dihadapan malam yang belap dan hening itu. Kemudian sang malam (Dewi Uma) menyampaikan pemberiannya atau ajarannya kepada manusia. Pemberian, ajaran, anugrah atau wahyu itu datang tanpa nama dan wujud si pemberi, karena itu manusia tidak tahu siapa yang telah memberinya, mengajarinya tentang rahasia kehidupan ini. Tapi manusia meyakini itulah ajaran dari Sang Hyang Siwa Guru.

Inilah ajaran Sang Hyang Siwa Guru. Ini ilmu pengetahuan suci namanya, jangan diinformasikan kepada orang lain.Ini cara membuat mantra,yang akan membersihkan badanmu luar-dalam, lahir-batin. Ajaran rahasia tabik pakulun Sang Hyang Siwa Guru.
Dimanakah stana beliau?
Sang Hyang Siwa Guru bertempat dalam jantungmu, dan bila beliau keluar dari dalam jantungmu, maka ubun-ubunmu itu jalannya, Sang Hyang Siwa keluar-masuk pada badanmu. Apabila kamu ingin memanggil Sang Hyang Siwa Guru, sucikanlah badanmu, budimu, dengan teguh satukanlah indriya penglihatanmu, indriya penciumanmu, indriya pendengaranmu, indriya pikiranmu, kumpulkan dengan kegaiban pada hatiu hingga bersatu. Bila sudah baikberkumpul dalam rasamu, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru keluar dari jantungmu, jalannya keluar adalah dari ubun-ubunmu dengan mantra:
“Om Siwa astiti ya namah”
Masukkan pada ujung hidung, kembalikan pada pangkal tenggorokkan, disana Sang Hyang Siwa Guru di puja untuk distanakan dengan mantra:
“Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Namah, Om Om dewa pratista ya namah, Mang Ung Yang”
Astiti dengan mantra:
“Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Om Om Dewa pratista ya namah, Ung Ang Ung Mang Namah”
Bila sudah baik Sang Hyang Siwa Guru berstana pada tenggorokan, bayangkan di atas perasaanmu pada bulu kaki kanan, sebagai pasepan dengan mantra : “Ang”, namanya pasepan dalam hati. Bulu puhu namanya adalah bulu kaki kanan, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru menurunkan api di atas, di tengah dan di bawah. Yang berbadan api di atas adalah darah bening jantungmu. Yang berbadan api di tengah adalah darah bening hatimu. Yang berbadan api di bawah adalah darah bening tulang cikta. Ketiga api disatukan dengan mantra dalam hati, mantra :
“Ong Ung Pat namah”.
Bayangkan Sang Hyang Siwa Guru sebagai penyebab api ini, bernama api penyebab, itu api pada badanmu, bila sudah besar keluarkan menuju jalan di luar. Sang Hyang Siwa Guru dibayangkan membakar kotoran badanmu luar-dalam, dan tiga kotoran (trimala) segala dosamu, makanan dan minuman yang kotor, penyebab ayah-ibu, wawikon, dan musuhmu dengan mantra:
Om sarira mityukem, tryanta, karamyanem, saptongkara bayo nahnem, bhojatawuti tatwa,
Om Kalarudra, phat windhu ya namah
Apabila telah dibakar segala kotoran badanmu luar dalam isaplah di atas perasaanmu pada bulu kakimu, sebagai pijakan kehidupan (amerta), naikkan pada dubur dengan cara:
Ah idep Sang Hyang Siwa Guru, manjingakena ring tungtunging grana, ulihakena ring otot kolonganta, sakeng irika anerus anuju ring tungtunging amprunta
Bila air kehidupan sudah pada empedu, jatuhkanlah pasepan dalam hatimu, namanya memadamkan api pada pasepan dengan mantra:
Om Siwa Merta ya Namah,
Om Sadasiwa merta ya namah,
Om Paramasiwa merta ya namah.
Bila sudah padam api itu, keluarkan asapnya api itu melalui alat pelepasan dengan mantra :
“Ang Namah”
Asap api jatuh di barat daya. Bila sudah demikian, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru turun dari kerongkongan, menuju pada tutud ineban terus menuju ujung jantung. Di sana Sang Hyang Siwa Guru lagi lahir dan hidup. Setelah itu, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru membuat padma badanmu.
Peparu adalah daun padma pada arah Timur, Iswara Dewatanya.
Ineban daun padma pada arah selatan, Brahma Dewatanya.
Tutud daun padma adalah arah Barat Daya, Rudra Dewatanya.
Ungsilan daun padma pada arah barat, Mahadewa Dewatanya.
Limpa daun padma pada arah barat laut, Sangkara Dewatanya.
Empedu (ampru) adalah daun padma di utara, Wisnu Dewatanya.
Tumpuking hati adalah daun padma di timur laut, Sambhu Dewatanya.
Diantara daun padma, didalamnya sebagai sari dari padma adalah jantungmu, dengan Sang Hyang Siwa Guru sebagai Dewatanya.
Dan ini pemekaran pada di 8 penjuru angin dengan mantra :
"Om Ang Ung Namah” di barat laut
“Om ing ing namah” di timur laut.
“Om ung ung namah” di timur.
“Om reng reng namah” di selatan.
“Om leng leng namah” di Barat.
“Om Aeng-aeng namah” di utara.
“Om ung ung namah” di tenggara.
“Om ang ah" di barat daya.
“Om ah a namah” di tengah pada jantungmu.
Setelah demikian jalankan Sang Hyang Siwa Guru, seperti yang sudah dijelaskan di muka, menuju ujung hidungmu, dari sana terus ke atas, tempatkan di ubun-ubun dengan mantra :
“Om ang ung mang namah”.

Sekarang bayangkan Sang Hyang Siwa Guru membuat pada di luar badanmu.
Daun padma di timur, Iswara Dewatanya di bahu kanan tempatnya.
Daun padma di selatan. Brahma Dewatanya di tengkuk belakang tempatnya.
Daun padma di barat, Mahadewa Dewatanya, di bahu kiri tempatnya.
Daun padma di utara, Wisnu Dewatanya di tengkuk depan tempatnya.
Pelipismu kanan, daun padma di tenggara, Maheswara Dewatanya.
Kepala di belakang telingamu yang kanan, daun padma di barat daya, Rudra Dewatanya.
Kepala di belakang telingamu yang kiri, daun padma di barat laut, Sangkara Dewatanya.
Pelipismu yang kiri, daun padma di timur laut, Sambhu Dewatanya.
Sebagai asalnya padma, inti jantungmu di tengah, Paramasiwa Dewatanya. Paramasiwa adalah perwujudn dari Sang Hyang Siwaguru.

Ini pebagian pada di luar berdasarkan aksaranya : Sang di timur. Bhang di selatan. Tang di barat. Ang di utara. Ing di jantung. Nang di tenggara. Mang di barat daya. Sing di barat laut. Wang di timur laut. Yang di tengah dalam jantungmu ang a dah namanya, bertempat di jantungmu di bawah. Mang ur dah namanya, bertempat di jantungmu di atas.

Bila sudah ada padma diluar dan di badanmu sebagai intinya padma, sebagai stananya Sang Hyang Siwa Guru lewat mana berliau selalu mencipta dan menjaga. Maka setelah demikian ucapkanlah pengastawa padma dengan mantra :
“Om purwantu Iswara Dewam, agneyan Maheswara, daksina Bhagawan Brahma, nerityam Rudra mewanca, Pascimantu Mahadewah, Wayabya Sangkara swaha, utaram Wisnu Dewata, arsanya Sambhu siyana, Madya SadaSiwa Dewam, anah tayaSiwa swasta, urda Paramasiwanca, sara Dewata udyane”
Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan mantra berikut, mantra :
“Om Iswara purwa bajrantu, dupa gneyan Maheswara, danda Brahma daksinanca, neritya Rudra mosalam, pascima Mahadewa nagapasah, wayabyam Sangkara angkusrakem, Cakranca Wisnutara desa, aersania Sambhu Trisule. Om Padma Sadasiwa, adah Siwanca Paramasiwa urdwasta, guru Trisula daranam”
Dan ini adalah mantra pemujaan untuk sakti beliau, mantra :
“Om Iswara Uma Dewica, Maheswara Laksmi Dewica, Brahma Saraswati Dewi, Rudra Sentani Dewisca, Mahadewa Sacidewi, Sangkara Mahadewisca, Wisnu Bhatara Sri Dewi, Sambhudewa Umadewi, madya sawitri gayastra, Uma tatwa Mahadewam, Ung Ang Ang Ung Ang Ung Ong, Sri Dewi Sangkara Swaha”
Itulah mantra pengastawa padma di dalam, namanya padma rangkap. Bila engkau tidak mengetahui pasuk wetu dari padma rangkep, sebagai tempat jiwamu, menyebabkan pendek umur. Tapi bila kamu tahu tentang pasuk wetunya padma rangkep, supaya selalu waspada, karena amat rahasia, jangan disebarkan kepada orang lain, jangan sembarangan bercerita karena sangat berbahaya.

Ini merupakan ilmu rahasia Sang Pandita, jarang yang mengerti, karena itu, jangan sembarangan memberikan kepada orang lain, bisa kuwalat, karena sangat utama, poma-poma-poma. Rahasiakan menjaga dalam hatimu.

Sekarang ketahuilah pula tata cara membuat dan meletakkan bhasma (bija) pada dirimu. Ada tiga tempat meletakkan bhasma atau bija pada dirimu.
diantara kedua alis mata atau kening.
di kerongkongan dan ketiga di hulu hati.
Bhasma atau bija ini biasanya dipakai setelah selesai sembahyang. Yang disebut bhasma atau bija ini adalah, gosokan cendana ditambah dengan biji beras.

Bhasma atau bija ini taruh di telapak tangan kiri, disana uraikan biji beras tersebut dengan jari manis dan ibu jari tangan kananmu. Habis itu, katupkan bhasma atau bija itu dengan tangan kananmu, lalu diisi mantra. Caranya adalah tangan kanan memegang bhasma atau bija, dialasi dengan tangan kiri, mantranya :
“Om Ung ksaksa Siwa mka bhasmam, ksaksa Iswarandanam, ksaksa Kumara wijasca, sarwa papa winasanam, ya namah swaha”.
Setelah itu lalu kamu memakai bhasma atau bija dengan tangan kananmu, mantranya :
"Ung" ring lalata-diantara kedua alis,
"Mang" ring mulakanta-kerongkongan, dan
"Ang" ring wredaya-ulu hati.
Tujuan memakai bhasma atau bija ini adalah, untuk memperkokoh tempat kedudukan Ida Sang Hyang Siwa Guru pada badanmu, dan untuk menghilangkan dosa di badanmu. Tan hana wong suasta anulus-tidak ada manusia yang sempurna, begitu kata orang-orang bijaksana. Karena itu sebagai manusia, disadari atau tidak kamu tidak akan pernah lepas dari perbuatan-perbuatan salah atau dosa. Maka dari itu, memohon pengampunan ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, adalah sebuah kebaikan. Pujalah Sang Hyang Siwa Guru dengan mantra yang utama, karena Sang Hyang Siwa Guru dalah inti dari semua mantra dan juga mulia.

Dan ini adalah mantra memohon pengampunan ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, mantra :
Om ksama swamam Mahadewa, Sarwa prani hitang karah, Mamoco sarwa papebyah, Palaya swa Sadasiwa.
Om papoham papa karmaham, papatma papo sambawah, Trahimam pundarikaksa, Kenacin nama raksatu.
Om ksantawiya kayiko dosah, ksantawiya wacika mama, ksantawiya manasa dosah, tat pramadat ksama swamam.
Om hinaraksaram hinapadham, hina mantram tat hiwaca, hina bhakti hina wredim, Sada Siwa namastute.
Om mantra hinam, kriya hinam, Bakti hinam Mahrswaram, Yat pujinam Mahadewa, Pari purnam tadas tume.
Om ksamaswamam Jagatnatha, Sarwa pap nirastaram, Sarwa karya minandahem, Prananam sureswaram.
Om twam suryatam Siwakara, Twam rupyo bahim laksana, Twangi sarwa takara, mam karya prajayate.
Om ksamamswamam mahasekta, Yates warya unat makah, Nasa yetsa tanam papam, Sarwa loparyana narana namah swaha

Sehabis memohon ampun ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, atau Ida Hyang Jaganatha, maka setelah itu pralina Ida Sang Hyang Siwa Guru. Ini caranya mempralina. Tutuplah mata ketigamu, satukan ujung matamu ketiga diantara kedua alis. Bila sudah menyatu, bayangkan sudah praline Ida Sang Hyang Siwa Guru, masukkan ke dalam jantungmu, jalannya masuk dari ubun-ubun, dengn mantra :
“Ong Ung Ang Mang”.
Jangan gegabah, jangan menginformasikan kepada orang lain, karena sangat utama, agar tidak menjadi kualat oleh Bhataa.

Bila ingin mendapatkan atau menghidupkan daya mantra, jangan lupa untuk selalu menyucikan diri, dengan melakukan mandi keramas. Ini adalah mantra untuk mandi keramas, mantra :
Ung Rang Sri windhu Dewi dibya mahabarem.
Ong Gangga Sindhu Saraswati, wipasakosi kidanam, Yamuna metati sretah, srayunca maha nadhi.
Ong tirtha mijil sakeng lor, angebetaken lara wighna.
Ong tirtha mijil sakeng daksina, angeseng, angempungaken lara roga petaka. Matemahan sang ayu narapati, hening jati sarira ningsung. Ah Siwadwara upeti pat tastra, sudha ya namah.
Ang Ung Mang Tirtha Gangga pwitrani nama siwaya

Selain itu, hendaknya selalu astiti bakti ring Ida Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Guru, mayoga semadhi lewat meditasi dengan sarana, dupa, kemenyan, cendana, dan majegau. Jangan lupa canang burat wangi. Ini caranya, duduk bersila menghadap ke timur dengan kokoh, menyatukan pikiran, dengan hening, memustikarana dengan mempertemukan ibu jari tanganmu kanan-kiri, mata dipejamkan dan dikosentrasikan seolah-olah memandang ujung hidung, pertahankan disana, jangan buyar, jangan goyah, jangan ragu-ragu. Bila sudah demikian mulailah mengucapkan mantra, memusatkan seluruh kesadaranmu pada mantra dan juga pada badanmu, sebab Sang Hyang Widhi sebagai badanmu, jangan gegabah, nanti tidak berhasil mantra itu.

cara mengeluarkan Weda mantra.
Satukan perasaanmu, bayu, sabda dan idepmu. Bayu keluar dari jantung, sabda keluar dari hati, dan idep keluar dari empedu. Itu disatukan lewat perasaanmu pada ujung lidahmu, dari sana keluarlah Weda mantra, berjalan di tengah lidahmu, terus ke ujung lidahmu, rahasiakanlah, jangan gegabah. Bilamana menghadapi musuh sakti mawiseesa, lebih-lebih bila datang ke tempat peperangan, janganlah kamu lupa kepada Ida Sang Hyang Siwa Guru, pusatkan pada hatimu, satukan pada bayu sabda idepmu. Bila sudah baik penyatuannya, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru, pusatkan pada hatimu, satukan pada bayu sabda idepmu. Bila sudah baik penyatuannya, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru keluar dari dalam jantungmu, jalannya keluar dari ubun-ubunmu dengan mantra :
“Om Siwa astiti ya namah”
Naikkan diantara ke dua alis, bayangkan dengan berbusana lengkap dan bersenjata, mantra :
“Om na anu swaha”,
"Om namah swaha astawasat”
Kemudian naikkan ke Siwadwara, ubun-ubun. Bayangkan Sang Hyang Siwa Guru berkepala lima, masing-masing kepala bermata tiga, bertangan sepuluh, bermuka manusia setengah Dewa sakti manderaguna, dengan senjata Brahmastra, bayangkan beliau menjaga badanmu, bila sudah demikian, pujalah Sang Hyang Siwa Guru berada di ubun-ubunmu.

Dan bila kamu sudah selesai berperang, kembali kamu memuja Sang Siwa Guru, praline Sang Hyang Siwa Guru pulangkan ke tempat asalnya di jantungmu. Ini mantra pralinanya, mantra :
“Om Ung Ang Mang”
Ingat, rahasiakanlah, jangan gegabah!
Dan janganlah kamu lupa perwujudan Padma yang ada di luar dan di dalam badanmu, adalah perwujudan dari Sang Hyang Siwa Guru. Karena Sang Hyang Siwa Guru berwujud Brahma, Wisnu, Iswara, Maheswara, Mahadewa, Rudra, Sangkara, Sambu, dan Siwa-Sadasiwa-Paramasiwa. Sang Hyang Siwa Guru adalah perwujudan semua Dewa. Karena Sang Hyang Siwa Guru sebagai badan yang utama bersemayam di dalam jantungmu.

Maka barang siapa yang ingin mempelajari ajaran Kanda Pat Dewa, wajib melakukan upacara ekajati, mawinten-mensucikan diri setingkat dengan pemangku.
Karena ini adalah ajaran rahasia sang pandita. Namun sayang, tidak smua pandita mengetahui hal ini. Mereka yang sudah tinggi tingkat yoganya, siapapun dia akan dapat menaklukkan segala bahaya, segala yang galak, segala desti, segala racun, segala banjir, segala yang menyeramkan, segala yang menakutkan. Karena itu bersumber pada dirimu. Dengan sebatang dupa dapat melebur segala mala petaka dengan mantra
“Om Ang Namah, Om Ung Namah, Om Mang Namah”
Ini mantra asep pelebur mala namanya.
Yang dimaksud dengan yoga tingkat tinggi adalah dengan mengaktifkan tri nadimu. Tri nadi adalah bayu-sabda-idep. Bayu keluar dari jantung, sabda keluar dari hati, dan idep keluar dari empedu. Bayu-sabda-idep distukan di puncak hati, baik-baik. Bila sudah baik, bersatu dipuncak hati, itu namana tri sakti. Maka setelah itu, pujalah Sang Hyang Taya.
Dimanakah tempat beliau Sang Hyang Taya?
Di pangkal jantungmu yang dibawah tempatnya, pada bulu kuduk (gigitok), bening warnaya seperti mata belalang, itulah wujud Sang Hyang Taya.

Selanjutnya satukanlah Sang Hyang Taya dengan Tri nadimu yang berada di puncak hatimu, bila sudah baik penyatuannya, maka kembalikanlah ke tengah hati. Bila memang sudah demikian, isaplah segala yang membahayakan, segala yang menakutkan, segala yang galak, segala yang menyeramkan, segala racun, segala desti, segala banjir, dengan menggunakan mantra :
“Om Ah Sah Kah Wah”
Bayangkan Sang Hyang Taya Agni membakar itu semua. Karena Sang Hyang Taya sebagai gurunya bahaya, gurunya yang menakutkan, gurunya galak, gurunya segala racun, gurunya desti, gurunya banjir, gurunya segala yang menyeramkan, gurunya segala amarah, dibakar oleh Sang Hyang Taya.

Bila sudah terbakar olehnya, berikanlah air kehidupan, bayangkan air kehidupan itu turun diantara jantungmu, jalannya pada selaput kerongkongan yang tengah, menuju pada jantungmu, terus ke pelepasan, lalu kehatimu, menuju penyatuan rasa. Dari sini air kehidupan mengalir menyiramkan api di tengah hatimu. Bila kamu sudah selesai memberikan amerta pada api itu, bila sudah sempurna api itu, maka kembalikan Sang Hyang Taya ke tempat asalnya, jalannya lewat otot besar di belakang, simpanlah pada bulu kuduk (gigitok) sebab Sang Hyang Taya sangat sakti, ini Yoga sakti namanya, jangan gegabah, rahasiakanlah!

kutipan beberapa mantra rahasia untuk berbagai keperluan.
Ini intisari Kalajastra namanya, mantrailah setiap hari, jangan berselang, hasilnya kamu akan diajuhi oleh segala senjata. Ini mantranya :
“Om Hrong Kalajastra ya namah swaha”
Ini adalah mantra pemujaan senjata Sang Hyang Iswara, hasilnya menghilangkan penyakit dan dosamu, sehingga berhasil kerjamu. Mantra :
“Om Ing Sang Iswara ya namah”
Memujalah menghadap ke selatan, Sang Hyang Brahma pemujaan itu, hasilnya panjang umurmu, mantra :
“Om tang namah swaha"
Memujalah menghadap ke barat, pemujaan kepada Sang Hyang Mahadewa, hasilnya dapat menghilangkan musuh-musuhmu dan juga menghilangkan segala penderitaanmu, mantra :
“Om Ang Ung Mang namah swaha”
Memujalah menghadap ke tengah, ke dalam jantungmu dimana Sang Hyang Siwa Guru bersemayam, hasilnya dijunjung tinggi oleh masyarakat, karena manjur ucapanmu-sakti sidi ngucap-awet muda dan panjang umur, sangat utama, jangan gegabah, mantra :
Om ang Brahma Dewata ya namah,
Om Ung Wisnu Dewata ya namah,
Om Mang Iswara Dewata ya namah,
Om I Ba Ta A Ung Yang namah,
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya.
Dan ini adalah pemujaan Rudra namanya, pakailah setiap hari, panjang umurmu, batal dosamu, segala makananmu tidak berbahaya, tidak ada guna-guna.

Agem-ageman Sang Hyang Bayu ini, juga disebut Sang Hyang Kutamantra, menjaga Atma, ini mantranya :
“Om iskamarakya jaya dik swaha”
Semua mantra ucapkan pada malam hari, hasilnya tidak akan kena kerjaan orang yang berbuat jelek, tidak mampu dibinasakan oleh orang, berfungsi sebagi penolak segala, rahasiakanlah!

Kesaktian Kanda Pat Dewa
Yan sira wruh mulaning dadi manusa, ika ingaran jalma luwih, sekala-niskala.
Barang siapa memiliki pengetahuan tentang sangkan paraning dumadi, maka dialah manusia sakti lahir dan batin. Mengetahui kesejatian yang utama di Buwana Agung dan Buwana Alit. Waspada di dalam hati, dengan cara mempertemukan kedua mata dengan mata bumi atau surya. Itulah yang menjadi sidiyaning yoga sandi, atau rahasia yoga. Carilah air di samudra, jangan digunung, carilah sinar terang di kalbumu, jangan di muka.

Beginilah caranya:
pertama, siapkan sarana canang burat wangi, dupa wangi telung tanding, idep katur ring Sang Hyang Surya, Candra, Lintang Taranggana, trinadi suksma, bayu sabda idep, mulih ring sabda, dadi sunya tanpa maya, mawas ring jro, ika sarining darma terus.
Caranya: duduk brsila menghadap ke timur, idepang Sang Hyang Tiga mijil ring raga, dan juga dri langit, di iringin oleh Dewata Nawa Sangga. Mantra :
"Ang, Ung, Yang, Na Ma Si Wa Ya, Ya Ya Ya"
Lakukan ini saat matahari terbit, atau Surya dawuh tepet, atau sandi kalaning Surya metu, sekitar jam 06.00 wita. Saat matahari masih berwarna merah. Pandanglah dengan tajam ring soring raditya, sakeng tepining aditya mingsor, yan hana katon ocah, seperti manik-sepatika, mirip naga, berarti Hyang Bapa mijil mewayang ring langit. Kalau kelihatan seperti manik, ocah kadi smerti, berarti Hyang ibu mijil mewyang ring langit. Yan hana katon kadi Windu mawelu pinggirnya kresna, berarti manusa sakti mijil ring langit, mewayang ring langit.

Ini adalah tutur menget, pertemuan Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, menjadi Sah Siwa, mawayang sidi ring langit. Kemudian juga terlihat adanya wana astadala, memancarkan cahaya aneka warna. Itu tidak lain adalah Hyang Dewata Nawa Sangga mijil masarira mawayang ring langit. Putihe Hyang Iswara, dadune Hyang Mahesora, abange Hyang Brahma, tangine Hyang Rudra, kuninge Hyang Mahadewa, gadange Hyang Sangkara, irenge Hyang Wisnu, pelunge Hyang Sambu, mancawarnane Hyang Siwa.

Begitulah cirinya manusa sidi, yan sampun wruh ring raga, sekala-niskala sidi mandi ta kita. Yan dadi yoganira mangkana pingitakena away wera. Bila sudah memiliki pengetahuan ini maka simpanlah dengan baik. Dan ini adalah mantra penyimpanannya, mantra :
"Ang, Ah Ya Ya Ya"
Ini bernama tutur jati, bagi mereka Sang Hyang Wruh ring raga, mawas ring jro, mawas ring jaba, suda luwih pangawruhing rahayu, tan lali ring raja solah. Makeh wong bakti ring sira, utama aturu-atangi, menget ring Aji Saraswati, seperti ini. Ada tiga Dewa malingga ring angga sarira seperti;
Sang Hyang Gurureka malingga ring idep,
Sang Hyang Saraswati malingga ring canteling lidah, mingsor-mingluhur, ring otot pasimpangan nira.
Sang Hyang Kawiswara malingga ring pantaraning papusuh, ring sabda pasuk wetunya.
Ini adalah mantra pangrangsukkannya, mantra :
“Pukulun Sang Gurureka, Sang Hyang Kawiswara, Sang Hyang Aji Saraswati, anyusup ring bayu sabda idep, angisisep sastra, angesep tatwa carita, patastra suda ya namah. Om Saraswati ya namah, Ang, Ah”
Oleh karena itu, bila ingin panjang umur, maka ucapkanlah mantra ini, mantra:
"Ang ring nabi (puser), ah ring siwadwara"
Tapi bia anda ingin mati, atau akan mengalami kematian maka mantra tersebut dibalik, ini disebut mantra praline rahasiakanlah. mantra :
"Ah ring nabi (puser), Ang ring Siwadwara"
Malih yan sira arep ngamong Sang Hyang Aji Saraswati, maka selalu membersihkan diri pada hari-hari purnama, tilem, atau hari-hari suci lainnya, dengan mantra sebagai berikut :
“Om sisigku Sang Hyang Menget tatwa carita, aku Sang Hyang Sidi, sabdaku sastra sarotama, aku Sang Hyang Aji Saraswati, amengku tatwa carita. Menget aturu, menget atangi, menget carita patastra, paripurna ya namah swaha. Om Saraswati ya namah”
Selanjutnya dikutipkan beberapa mantra yang menjadi rahasia kesaktian dari ajaran Kanda Pat Dewa ini. Ini adalah Pengembak Swara, agar suara kedengaran besar, keras, bergema dan berwibawa. Caranya : ucapkan mantra tersebut sambil mengunyah jahe. Mantra :
“Om sagara danu maobak-obakan, kadi gelap swaraku, tumurun Sang Hyang Widiadara-widiadari, tuninggalin awak sariranku, teka pada asih, pada welas atine wong kabeh, wirya tar-adarat, ya nama swaha”
Ini adalah mantra Pamungkem, agar orang lain tidak berani berbicara sembarangan dengan kita, atau malah menjadi ngeb, duduk atau berdiri seperti patung. Caranya : ucapkan mantra ini dikuburan (sema) sebanyak 3x sambil menjumput tanah sema tersebut 3x. Tanah tersebut ditabur di tempat pertemuan.Mantra :
“Om Sang Buta Wadon, matep ma-tan manusane, celek kupinge, tekep matane, pecik cunguhne, talinin limane, impus batisne, sing andeleng aku, teka bungkem 3x"
Ini adalah mantra Pengebek Buwana, untuk menghisap budinya orang banyak, dan mengumpulkannya di dalam diri. Sehingga sepintas orang akan melihat kita seperti orang besar atau raksasa. Mantra :
“Om idep aku anduwat budining wong kabeh, mulih ring Tri mandalah guying. Budining wong lanang mulih ring kama petak, budining wong wadon mulih ring kama bang, budining wong kedi mulih ring kama dadu. Sakwehing jadma manusa, apupul ring awak sariranku, pada mawijah-wijah, tan waneh sira nggrungu umulat, lah meremnya, Om sidi swaha ya wong”.
Ini adalah mantra pengingat-ingat, agar tidak mudah menjadi lupa atau pikun. Dan juga berfungsi supaya mudah untuk menghapal mantra. Mantra :
“Om pada dirang kayu jati, eling mantra, inget ati, inget aturu, inget atangi, teka inget ring atinku, ika panginget-inget” 3x.
Ini adalah mantra panugrahan berguna untuk berbagai keperluan, asing solah wenang, Siwalingga Gurureka, pradnyan ta sira. Sarana, toya, kadi tingkahing matoya. Mantra :
“Om Ang Ung Mang, Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, ring bayu sabda idep, wenang ganal alit, wenang sor luhur paripurna ya namah swaha Ang Ah Sah Siwa yogaya namah swaha”
Ini adalah pemandi suwara, menjadi sidi ngucap, maka ucapkan mantra berikut. Mantra :
“Om bungkahing lidah Sang Hyang kedep, madyaning lidah Sang Hyang sidi, pucuking lidah Sang Hyang mandi, teka mandi ideping ulun. Om tungtuning bayu, tungtunging idep, mulih ring tungtungku, sakecapku sidi”
Ini adalah pematuh desti, leak dan sebagainya, agar tidak mencelakai kita. Mantra :
“Om patuh ih Nini Bhatari Durga, maring setra Gandamayu, matuhang Dewa patuh, manusa, buta, leak patuh, gumatap-gumitip pada patuh, mematuhang Bhatari Durga”
Ini adalah pangraksa jiwa, mantra untuk keselamatan sekala dan niskala. Saran toya, kadi tingkahing matoya, disucikan dulu dengan mantra berikut ini. Mantra :
“Om ingsun angidepaken Sang Hyang Sucinirmala, licin, pangawakku sakti, tan kataman aku gering wisya mandi, tan kataman aku satru leak, aku luput licin. Pangawak aji sapta sunya nirmala, om sri jagat pake byo nama swaha, Ang Ang Ang Ah”

Ini adalah mantra untuk keselamatan di jalan, membuat mata orang-orang yang melihat menjadi silau, ulap. Ini namanya sarining Sang Narayana. Sarananya paes bayu, air ludah, usapkan di dada. Tentu saja setelah mengucapkan mantra berikut ini. Mantra :
“Om Ang Agni, jalma manusa ulap, Om desti leak ulap, anguyup ring awak sariranku, sakadi gni ujwala, teka murub”3x.
Ini adalah mantra pengesengan, pengelebur dasamala ring raga. Juga bisa berguna untuk memusnahkan cetik yang ada di dalam makanan yang sudah termakan. Ucapkan mantra ini. Mantra :
“Om cangkemku api, upas kalebur ring pawon, sing manjing teka geseng, sing metu teka geseng”. 3x.
Dilanjutkan dengan mantra :
“Om Bhatara Brahma ring cangkem, Bhatara Rudra ring weteng, apan Bhatara Rudra maraga sira, sing tumiba teka geseng”3x.
Lanjutkan lagi,
“Om sing kesampar, sing kesandung, sing kelangkahan, sing kainem, aja sira ngeracunin, angarubeda, anyangkala-nyengkali, manggawe ala ring awak sariranku, apan aku pangawakking Sang Hyang Tunggal”.
Away wera angangge mantra ini, rahasya temen, saletuh-letuh ring raganta pada sirnya dennya. Jangan sembarangan menggunakan mantra ini. Tidak boleh dipakai guyonan, karena gaibnya akan hilang. Dan bila menggunakan mantra-mantra ini, ucapkanlah dalam hati, jangan sampai kedengaran orang lain. Apalagi memperlihatkan diri sebagai orang yang berilmu, itu tidak boleh. Rahasiakanlah!

KANDA PAT RARE

Kanda Pat Rare dan Pembentukan Bayi - Manusia

Ajaran Kanda Pat Rare berawal dari terbentuknya bayi dalam kandungan, seperti yang telah diceritakan dalam artikel "Kupasan Lontar Kanda Pat" lahirnya seorang anak berawal hubungan asmara orang tuanya. setelah itu pertemuan kama bang dan kama petak maka terbentuklah rare. berikut ini urutan perkembangannya.

Bayi dalam kandungan

Bayi dalam kandungan bisa terwujud karena pertemuan antara kama petak dan kama bang, atau pertemuan antara cukla yang keluar dari purusa (laki-laki) dan swanita yang keluar dari pradana (wanita).
Kama petak adalah air mani laki-laki yang juga disebut cukla, yang dengan Sang Hyang Semara.
Kama bang adalah air mani perempuan yang disebut swanita , disimbolkan dengan Dewi Ratih.
Kama petak dan kama bang juga disebut cukla swanita, yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih.Tumbuhnya bayi di dalam kandungan menurut agama Hindu adalah berkat bertemunya sang cukla swanita. Pertemuan itu baru dapat dibenarkan secara agama, apabila dilakukan oleh suami-istri yang sah.

Seperti diketahui, bahwa unsur kelaki-lakian dan unsur kewanitaan, didalam lontar-lontar di Bali maupun dalam buku medis yang lain, mempunyai beberapa macam sebutan.
Unsur laki-laki itu disebut kama petak, sukla, kamajaya, Sang Hyang Semara, sperma, sel mani, airmani.
Unsur kewanitaan itu disebut kama bang, swanita, kama ratih, Dewi ratih,ovum, sel telur dan air mani.
Pertemuan sang cukla-swanita dari pria-wanita yang belum menikah sah, sebelum melakukan upacara perkawinan di anggap “kotor”. Pertemuan semacam itu disebut capa. Jika pertemuan capa ini menurunkan anak, maka anak yang lahir disebut astra. Anak astra tidak dapat disebut sebagai keturunan yang utama, karena kelahirannya itu semata-mata berdasarkan atas kepuasan nafsu birahi belaka (hanak-hanaking asmara dudu).

Pertemuan antara cukla dan swanita atau sperma dan ovum dari suami-istri, yang diwujudkan dengan melakukan hubungan senggama atau persetubuhan, mengakibatkan terjadi pembuahan atau kehamilan. Pertemuan antara sel mani tau sel telur (cukla-swanita) inilah yang kemudian menghasilkan manik, cikal bakal si jabang bayi. Sedangkan menurut lontar anggastyaprana, pertemuan kama itu disebut Sang Ajursulang. Pertemuan itu setelah luluh menjadi satu, disebut Sang Bubur Rumaket. Pada saat itulah datang Sang Hyang Nilakanta memberikan berkah, sehingga kentalah kama itu bagaikan telur. Telur tersebut dinamakan Sang Hyang Antigajati. Telur yang telah dihasilkan di dalam tube ampulla yang oleh getaran halus selaput lendir, pada dinding tube, menyebabkan telur itu masuk lebih jauh ke dalam tube, dan akhirnya sampai ke dalam rahim. Setelah sampai pada rahim, telur itu lalu melekat atau membenamkan dirinya, seolah-olah berakar pada lapisan lendir endometrium. Peritstiwa ini dinamakan implantasi atau “nidasi”.

Jadi setelah pertemuan sperma dan ovum (cukla-swanita) sehingga terjadi pembuahan, yang disebut sygote atau telur yang dihamilkan, atau Sang Hyang Antigajati, inilah yang dimaksud dengan manik. Manik ini masuk ke dalam garbha-pradana (perut sang ibu), dan akhirnya nidasi (mengendap) di dalam kunda cacupu manik itu mengalami proses pertumbuhan, semakin hari semakin besar, dan mengubah dirinya sehingga nantinya berbentuk seorang bayi (rare).

Masih menurut lontar Aggastya prana, pertumbuhan embrio atau Sang Antigajati hingga nantinya mencapai kesatuan tubuh yang lengkap, adalah berkat para Dewa yang asih dan memberikan berkah, agar embrio atau Sang Antigajati, maka datanglah para Dewa, antara lain : Sang Hyang Murcohaya, Sang Hyang Taya, Sang Hyang Ngalengis, Sang Hyang Rajatangi, Sang Hyang Murtining Luwih. Selain itu, datangjuga para Dewa Nawasanga, Sapta Rsi, Panca Rai, dan Sang Hyang Tiga Wisesa, lalu mewujudkan Sang Antigajti dari manik menjadi janin (bayi).

Pada saat embrio atau Sang Antigajati diwujudkan sebagai bayi (janin) dinamakan Sang Pratimajati. Jadi, yang dinamakan Sang Pratimajati tiada lain adalah janin itu sendiri, yaitu embrio atau Sang Antigajati setelah berumur 2 bulan kandungan.

Selanjutnya para Dewa pun bergotong royong merampungkan proyek tersebut, merampungkan si jabang byi dari manik hingga menjadi bayi, antara lain :
Sang Hyang Akasa memberikan kepala,
Sang Hyang Ajining Akasa memberikan rambut,
Sang Hyang Surya-Candra memberikan mata kiri dan mata kanan,
Sang Hyang Baruna dan Sang Hyang Margalaya memberikan hidung,
Sang Hyang Margacraya memberikan kedua lubang telinga,
Sang Hyang Yama memberikan mulut,
Sang Hyang Margayama memberikan lubang mulut,
Sang Hyang Parigimanik memberikan gigi,
Sang Hyang Rijasi memberikan gusi,
Sang Hyang Maneptan memberikan bibir,
Sang Hyang Madulatha memberikan pantat,
Sang Hyang Cittawawaca memberikan perasaan,
Sang Hyang Lape memberikan pipi,
Sang Hyang Ngelaning memberikan dagu,
Sang Hyang Atunggal memberikan leher,
Sang Hyang Watu Gumulung memberikan “batun salakan”,
Sang Hyang Taya memberikan tangan dan kaki,
Sang Hyang Rontek memberikan jeriji,
Sang Hyang Pancanaka memberikan kuku,
Sang Hyang Munyang memberikan usehan (pusaran pada kepala) dan pungsed (pusar pada perut),
Sang Hyang Angantala memberikan hulu hati.

Begitu pula Panca Rsi, turut ambil bagian dalam membentuk si jabang bayi seperti :
Sang Korsika memberikan kulit,
Sang Garga memberikan daging,
Sang Metri memberikan otot,
Sang Purusa memberikan sum-sum.
Dan ternyata Dewa Nawasangha pun tak mau ketinggalan, beramai-ramai menyempurnakan wujud si jabang bayi, seperti :
Sang Hyang Iswara memberikan papusuh (jantung),
Sang Hyang Maheswara memberikan paru-paru,
Sang Hyang Brahma memberikan hati,
Sang Hyang Ludra memberikan usus,
Sang Hyang Mahadewa memberikan ungsilan (ginjal),
Sang Hyang Sangkara memberikan limpa,
Sang Hyang Wisnu memberikan ampru (empedu),
Sang Hyang Sambu memberikan ineban (ubun-ubun),
Sang Hyang Siwa memberikan tumpuking hati.
Yang bernama tumpuking hati adalah bhayu, yang bernma bhayu adalah atma, dan atma itulah berwujud “Sang Hyang Urip”, yaitu Dewa yang memberikan kehidupan pada semua mahluk di dunia ini.
Mengenai proses terjadinya janin (bayi) sebagaimana di paparkan tadi, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, kejadian jasmaniah janin (bayi) itu berasal dari unsur-unsur Panca Mahabutha, dan inti sari dari Panca Mahabutha disebut Panca Tanmatra. Adapun perwujudan janin (bayi) yang tersisa dari unsur-unsur Panca Tanmatra dan Panca Mahabhuta adalah sebagai berikut.

Panca Mahabutha yang membentuk bayi :
Pertiwi, menjadi serba padat, misalnya : kulit, daging, otot-otot, lemak dan sebagainya.
Apah, menjadi serba cair, misalnya : darah, keringat, air kencing dan sebagainya.
Teja, menjadi serba bercahaya, misalnya : mata, panas badan dan sebagainya.
Bayu, menjadi serba bergerak, misalnya : bernafas, berjalan, makan dan sebagainya.
Akasa, menjadi serba berlubang, misalnya : lubang hidung, lubang telinga, lobang pantat dan sebagainya.

Panca tanmatra yang membentuk bay:
Sabda Tanmatra menjadi telinga
Sparsa Tanmatra menjadi kulit
Rupa Tanmatra menjadi mata
Rasa Tanmatra menjadi lidah
Ganda Tanmatra menjadi hidung

Mengenai umur berapa sebenarnya manik dalam kandungan berubah enjadi bayi, menurut beberapa catatan, baik berupa lontar maupun buku, menerangkan secara berbeda-beda, diantaranya:
Cecangkriman Kanda Pat, menyebutkan bahwa setelah kandungan itu berumur 2 bulan (karongulan suba meraka manusa).
Lontar Kanda Pat Rare, menyebutkan setelah berumur 5 bulan.
Begitu pula keterangan dalam buku Manusa Yadnya, menyebutkan kira-kira 3 bulan (sawatara tigang sasih). Sedangkan menurut buku upacara Manusa Yadnya, menyebutkan kira-kira berumur 5 bulan (lebih kurang 6 bulan kalender). Proses perkembangan dan pertumbuhan manik hingga akhirnya menjadi bayi sempurna, hingga siap dilahirkan, itu disebut Kama-reka. Sebagaimana diungkapkan dalam buku Manusa Yajna. Begitu pula menurut Drs. I Gusti Ketut Adia Wiratmaja, bahwa manik yang mengalami pertumbuhan disebut kama-reka.

Menurut salinan lontar Kanda Pat Rare, proses pertumbuhan manik hingga menjadi janin (bayi) adalah sebagai berikut :
pada saat itu terjadi pertemuan ayah dan ibu (bersenggama). Ketika itu, benih laki-laki keluar dari ayah dan benih perempuan keluar dari ibu. Setelah sebulan pertemuan itu berlalu, aka tibul pancaran matahari dan bulan. Dua bulan pertemuan berlalu, maka timbulah suara, pikiran dan tenaga. Tiga bulan pertemuan berlalu, maka terbentuklah pancawarna (lima warna). Empat bulan pertemuan berlalu, maka terbentuklah Dewata Nawasanga (Sembilan Dewa). Lima bulan pertemuan itu berlalu, terbentklah bumi dan langit, kemudian bersatu membentuk manusia, bermata, bertelinga, berhidung, bermulut, bertangan, berkaki, berkemaluan, berpantat, dan pada saat ini si jabang bayi bernama Sang Hyang Putih Majati.
Enam bulan ada di dalam kandungan, maka ada saudara dari jabang bayi, yang keluar dari ayah disebut Babu Lembana.Tujuh bulan di dalam kandungan, maka ada saudara jabang bayi, yang keluar dari ibu, bernama Babu Abra. Delapan bulan ada di dalam kandungan, lagi ada saudara jabang bayi, yang keluar dari ayah bernama Babu Ugian. Sembilan bulan ada di dalam kandungan, keluar lagi saudara si bayi dari ibu, bernama Babu Kadered. Setelah sepuluh bulan ada didalam kandungan, maka bayi sudah siap untuk dilahirkan.


Merawat kehamilan
Bila seorang istri mulai mengandung, hamil, maka banyak hal yang perlu menjadi perhatian. Baik oleh si istri yang bersangkutan, maupun oleh sang suami. Terutama sekali tatkala si istri itu, baru untuk pertma kalinya mengandung. Artinya hamil baru pertama kali. Diawali dengan nyidam, istri nyidam akan banyak sekali permintaannya, yang kadang-kadang terasa aneh dan mengada-ada. Permintaan itu sedapat mungkin dipenuhi. Sebab, jika tidak terpenuhi dapat membawa efek yang kurang baik terhadap bayi yang sedang dikandungan. Karena permintaan istri yang nyidam, merupakan reproduksi keinginan si bayi, akan suatu makanan (zat), demi kelangsungan hidup dan perkembangan di dalam kandungan.

Dalam kenyataannya, hidup dan perkembngan seorang bayi selama dalam kandungan, sangat tergantung dari sikapibunya (orang tuanya). Baik masalah makanan, kesehatan, maupun dari segi watak atau kejiwaannya. Karena itu, baik fisik maupun kejiwaan seorang bayi, sangat ditentukan oleh sifat, watak kejiwaan seorang ibu waktu mengandung.

Perawatan sekala

Untuk mendapatkan seorang bayi yang baik, seorang ibu secara umum dapatlah disarankan, agar mendapat perawatan dan pelayanan yang cukup baik, antara lain :
perawatan kesehatan dari paramedis,
pemenuhan makanan bergizi bagi ibu dan bayinya, serta
perawatan mental dan psikologi seperti ajaran-ajaran agama dan kejiwaan.

Sikap lain yang patut diperhatikan tatkala istri sedang hamil antara lain :
Tidak membangunkan istri yang sedang tidur.
tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur. Sebab pada saat istri tidur, ia mendapat hubungan pemeliharaan secara gaib dari para Dewa, kala dan pitara (roh leluhur), agar bayi yang dikandungnya itu dapat hidup dan selamat.

Adapun Dewa yang memberikan kekuatan gaib antara lain : Sang Hyang Sukana, Sang Hyang Mertyu Jiwa, Sang Hyang Prama Wisesa, Pitara (roh leluhur), baik dari garis laki-laki maupun perempuan.

Selain itu, dikatakan pula, pada saat si istri yang sedang hamil itu makan, dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya.
Apa sangsinya, jika larangan itu dilanggar?
Kalau suami melanggar larangan tersebut, maka akan mendapat kutuk para Dewa, Kala dan Pitara. Si istri bisa mengalami keguguran, bayinya mati dalam kandungan, sulit waktu melahirkan, lahir udah dan sebagainya. Disamping itu, pada saat istri hamil, bila ia sedang makan, hendaknya jangan diajak bicara, apalagi diberi kata-kata kotor, kasar, keras yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena, Sang Hyang Urip sedang bersemayam pada orang yang sedang makan.

Itulah sebabnya kemudian muncul mitos yang mengatakan, tidak boleh membunuh orang yang sedang makan, walaupun dia seorang penjahat atau musuh sekalipun. Maka dari itu, bagi suami-istri agar semua pikiran, perkataan dan perbuatan, diarahkan pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma), agar terhindar dari malapetaka, baik bagi mereka berdua, maupun anak yang dikandungnya.

Kepada istri yang sedang hamil, agar suka mendengarkan sekaligus melaksanakan nasehat-nasehat, membaca kitab-kitab bertuah seperti cerita kepahlawanan, bermacam-macam sesana (peraturan tingkah laku), memeriksakan kesehatan jasmaninya, memperhatikan makanan yang sehat dan bergizi dan sebagainya. Semua aktivitas itu akan berpengaruh, dan menurun pada anak atau karakteristik bayinya nanti. Demikian pula, si suami hendaknya ikut pula menjaga kedamaian dan kerukunan rumah tangga, terutama terhadap istrinya yang sedang mengandung.

Ada lagi, beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian, dari suami yang istrinya hamil. Khususnya mengenai aktivitas yang hendaknya tidak dilakukan selama istrinya hamil. Seperti, jangan mencambuk sapi tatkala bekerja di sawah. Tidak boleh ngetok lait, atau menyumbat segala bentuk lubang (sombah), karena menurut kepercayaan, semua perbuatan itu akan membawa efek yang kurang baik bagi calon anaknya.

Dalam salinan Lontar Eka Pertama, disebutkan beberapa sikap bagi suami, sebagai kepala rumah tangga pada waktu istri hamil. Seorang suami hendaknya melakukan swadharma agar menurunkan anak yang baik (dharma putra), yaitu tidak diperkenankan:
 memotong rambut,
membangun rumah,
menyelenggarakan pengangkatan anak,
membuat tambak (empang)
membuat pagar rumah atau pagar ladang,
memperistri wanita lain,
selingkuh.
Larangan-larangan berlaku bagi suami tersebut, konon merupakan petuah dari Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu.

Perawatan niskala
Disamping perawatan secara sekala tadi, perawatan niskala juga sangat diperlukan. salah satu caranya dengan memberikan panglukatan maupun ruwatan untuk ibu hamil seperti yang termuat dalam artikel "Upacara Magedong-gedongan" dengan harapan, secara niskala bayi dan ibunya terlindungi.

Kanda Pat Rare
Yang dimaksud dengan Kanda Empat Rare disini tidak lain adalah Sang Catur Sanak dan bayi. Catur Sanak berarti saudara empat. Rare sama dengan bayi. Setiap diri manusia mempunyai saudara empat. Ketika manusia masih berupa janin di dalam perut ibunya, ke empat saudara ini nyata. Kasat mata. Bisal dilihat dengan mata telanjang. Adapun yang tergolong saudara empat, atau Kanda Empat Rare antara lain :
Yeh Nyom (air ketuban),
Getih atau rah (darah),
Banah/lamas (bungkus atau lemak pada kulit) dan
Ari-ari (uri/placenta).
Itulah nama-nama saudara empat yang menyertai bayi selama dalam kandungan. Keempatnya itu merupakan wujud nyata, dapat dilihat pada saatseorang ibu melahirkan bayinya. Akan tetapi dalam wujud abstrak, keempat saudara ini tidak dapat dilihat. Namanya pun berubah-ubah, sesuai dengan pertumbuhan si bayi.

Melihat fungsinya, keempat saudara itu besar sekali jasanya, dalam menjaga serta memelihara si bayi, selama ada dalam kandungan, sampai saatnya ia lahir ke Dunia. Maka dari itu, tidak salah kalau mereka disebut Catur Sanak atau Nyama Catur (saudara empat) si bayi, istilah Balinya Kanda Empat Rare, terhadap Yeh Nyom, Getih, Ari-ari dan Lamas, karena merekalah yang selalu menemani dan merawat si bayi. Bahkan menurut mitologi, si bayi telah berjanji tidak akan melupakan keempat saudaranya itu. Kalau sampai lupa, maka keempat saudaranya itu tidak akan menjaganya lagi. Janji itu diberikan dengan harapan, pada saat si bayi lahir agar di tolong mencari jalan keluar, yaitu ada yang membukakan pintu (yeh nyom), ada yang memapah dari kiri dan kanan (getih, lamas) dan ada pula yang mengantar dari belakang (ari-ari).

Yeh nyom (air ketuban - likuor amni)
Sejak hamil muda, kira-kira 3 bulan lamanya, sel-sel lapisan amnion, terutama yang meliputi bagian placenta, sudah mengeluarkan sedikit cairan jernih, yang berkumpul di ruangan amnion di mana janin itu berada. Bertambah tua kehamilan itu, maka bertambah banyak pula cairan amnion, sehingga pada bulan ke 10, janin seolah-olah terbenam dalam cairan tersebut. Cairan itulah yang disebut air tuban atau Yeh nyom.

Fungsi yeh nyom antara lain :
menjaga supaya jangan sampai da perlekatan antara amnion dengan janin, jika janin tumbuh menjadi besar.
menjamin tumbuhnya janin dengan sempurna, dengan tidak ada rintangan.
menjaga agar tali pusar tidak mudah tertekan oleh janin. Misalnya, kalau perut perempuan hamil itu terbentur, atau mendapat pukulan dari luar, sehingga janin tidak mendapat kerusakan atau gangguan.

Dan bila bayi akan lahir, maka lapisan amnion itu lebih dulu pecah. Bila belum pecah, maka bayi tidak dapat lahir. Itulah sebabnya, kenapa Yeh Nyom disebut sebagai pembuka jalan bagi kelahiran seorang bayi. Sehubungan dengan itu, seorang bidan sering membantu seorang ibu, yang melahirkan, dengan merobek lapisan amnion, dengan maksud mempercepat kelahiran bayinya. Disamping itu Yeh Nyom juga berguna untuk melicinkan jalannya bayi keluar dari vagina seorang ibu. Jadi begitu besar jasa Yeh Nyom terhadap bayi, baik semasih dalam kandungan, maupun saat kelahirannya ke Dunia.

Getih (darah)
Didalam rahim seorang ibu, ada ruangan-ruangan berisi darah yang berasal dari si ibu. Ruangan-ruangan itu kemudian disebut intervillair. Di tengah-tengah intervillair ini terdapat jonjot-jonjot chorion, yang tumbuh terus menerus dan bercabang-cabang, seakan-akan sebuah pohon. Sementara itu, pada tiap-tiap pohon dan cabang, tumbuhlah pembuluh darah, yaitu pembuluh darah vena dan arteri yang dapat mengalirkan darah janin. Darah vena berguna untuk mengangkat zat makanan ke dalam tubuh janin (bayi), dan darah arteri adalah untuk mengeluarkan ampas pertukaran zat dari tubuh janin (bayi). Kedua macam darah itu hanya terpisah oleh dinding villus (jonjot-jonjot), dan melalui dinding inilah terjadi pertukaran zat-zat makanan dari darah si ibu ke darah janin (bayi).

Ruangan Itervillair itu berada pada placenta. Dengan demikian, di dalam placenta itu sendiri terdapat beberapa macam peredaran darah, yaitu melalui pohon dan cabang dari jonjot-jonjot chorion tadi. Darah arteri dari dinding uterus (rahim), amat banyak melalui deciduas basalis (lapisan pembungkus telur). Dengan demikian, melalui arteriitu mengalir darah si ibu, ke dalam ruangan intervellair yang luas, pada bagian pinggir dari sekeliling placenta. Dan ruangan vena ini disebut “sinus circularis”. Oleh karena banyaknya terdapat jonjot-jonjot horion, maka pembuluh-pembuluh darah dalam jonjot-jonjot itu, berkumpul pada bagian placenta di bawah lapisan amnion. Pembuluh-pembuluh vena akhirnya meenjadi satu vena yang besar (vena umbilicalis). Dan pembuluh-pembuluh arteri berkumpul menjadi dua pembuluh, yaitu 2 arteri umbilicalis. Ketiga pembuluh darah ini (1 vena umbilicalis dan 2 arteri umbilicalis) akhirnya berpisah dengan placenta dan menyatu dengan tali pusar.

Jadi, begitu besar jasa getih terhadap kelangsungan hidup janin di dalam kandungan ibunya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pembuluh-pembuluh darah, seperti vena umbilicalis yang mengalirkan darah dari placentake tubuh janin, melalui tali pusat (pusar) dengan membawa zat-zat makanan. Dan 2 pembuluh arteri umbilicalis berfungsi mengalirkan darah dari janin kejurusan placenta, dan di dalam darah ini terdapat ampas-ampas yang akan dibuang oleh janin ke dalam darah si ibu. Tanpa darah (getih) manusia takkan bisa hidup.

Ari-ari (uri/placenta)
Ari-ari (uri/placenta) ini tidak kalah pentingnya dari saudara-saudaranya yang lain. Janin hidup di dalam zat hormone dalam placenta (ari-ari). Zat hormon ini, disamping berfungsi schokbeaker, sehingga si bayi tetap aman, selamat bila misalnya si ibu jatuh, juga berfungsi sebagai pengatur suhu disekeliling janin (bayi) agar tetap konstan. Placenta dapat dianggap sebagai stasiun pembantu, penyalur sari-sari makanan dan o2 dari si ibu kepada bayinya, dan juga sebagai penampung sisa-sisa makan serta CO2 dari bayi untuk diserahkan kepada darah si ibu. Dalam hal ini tali pusat (pusar) adalah sebagai jembatan penghubung. Proses inilah yang menyebabkan bayi bias tumbuh dan berkembang, sehingga akhirnya menjadi sempurna bentuk tubuhnya serta siap untuk lahir.

Kira-kira akhir bulan keempat, maka sejak itu terbentuklah uri atau placenta (ari-ari) yang tetap. Mula-mula bentuknya tentu kecil, akan tetapi seiring dengan tumbuhnya janin, uri itupun tumbuh menjadi besar. Jika diperhatikan, nyatalah bahwa uri (ari-ari) itu sebetulnya terdiri dari 2 macam jaringan, yaitu jaringan yang berasal dari telur (janin), yakni jonjot-jonjot dan chorion frondosum, dan jaringan yang berasal dari si ibu, yaitu deci dua basalis. Kedua jaringan itu tumbuh menjadi satu, tak dapat di pisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu benda yang tebal dan bundar bentuknya. Inilah yang kemudian dinamakan uri. Nama lainnya adalah placenta, dan di Bali disebut ari-ari.

Demikian ari-ari itu terbentuk dan berkembang di dalam rahim ibu, bersama-sama tumbuh mengikuti pertumbuhan janin itusendiri. Disamping kegunaan yang telah di uraikan tadi, ari-ari juga berguna sebagai alat pertahanan. Misal, si ibu menderita suatu penyakit, maka kuman-kuman penyakit di dalam darah si ibu tadi, tidak mudah masuk kedalam darah anak (bayi). Kecuali untuk penyakit tertentu, umpamanya syphilis, maka ari-ari pun tidak berdaya. Jadi, kalau orang tuanya syphilis, anaknya pasti syphilis.

Banah/Lamas (lemak pasa kulit/ cermix caseosa)
Pada akhir bulan ke lima, sejak terjadinya suatu pembuahan atau penghamilan, maka di bawah kulit janin, tumbuhlah jaringan lemak (gemuk), sedangkan kulit itu sendiri, pada bagian atasnya menjadi mati, dan bercampur dengan air tuban (yeh nyom), menjadi semacam gemuk yang melekat pada badan janin. Dengan adanya jaringan lemak di bawah kulit, maka janin dapat tumbuh dengan cepat, termasuk pertumbuhan tulang-tulang dan otot-ototnya. Melihat ajaran kejawen, maka posisi banah/lamas ini diganti oleh tali pusar (puser). Dalam pandangan jawa : pusar atau wudel. Bahasa Balinya pungsed. Menurut bahasa jawa kuno, istilah untuk pusar adalah nabi. Sedangkan pusar sendiri sebenarnya hanya bekas menempelnya tali pusar pada perut, ya tali pusarlah yang menghubungkan antara perut bayi dalam rahim dengan ari-ari. Ia sebagai alat untuk menyalurkan makanan dari ibu ke bayi dalam kandungan. Dengan tali pusar itu bayi mendapatkan pasokan makanan dari ibunya.

Jadi, bisa dimengerti kenapa kemudian yeh nyom, getih, ari-ari, dan lamas disebut saudara empat si bayi. Istilah jawanya, kakang kwah, adi ari-ari, getih dan puser. Karena amatlah besar jasanya dalam rangka menjaga dan memelihara ke selamatan serta pertumbuhan janin. Perilaku seorang ibu yang baru nyidam, dengan adanya manik di dalam kandungan yang makan sari-sari makanan. Manik ini adalah hasil persenggamaan bapak-ibu, yang bersemayam di dalam rahim. Manik itu membentuk huruf wong (Ong), bagaikan kanu, maka keluarlah “Catur Kanu”. Catur artinya empat, Kanu artinya saudara. Jadi Catur Kanu artinya saudara empat. Nama-nama saudara ini antara lain : Abra, Kered, Ugyan dan Lemana.

Sedangkan menurut buku Upacaran Manusa Yajna, nama-nama tersebut sedikit berbeda, akan tetapi pada dasarnya sama saja, yaitu : Babu Abra, Babu Kakere, Babu Sugian dan Babu Lembana. Selanjutnya, setelah janin itu berumur 20 hari, nama Catur Kanu itu berubah yaitu : Anta, Preta, Kala dan Dengen. Yang bernama Anta adalah ari-ari, yang bernama Preta adalah banah/lamas, yang bernama Dengen adalah yeh nyom (air ketuban). Sedangkan bayi itu sendiri bernama I Pung. Setelah bayi itu lahir. Maka nama-nama itu berubah lagi, yaitu : I Makair, I Mokair, I Jelair/Salahir dan Salabir, itu diberikan pada saat kepus pungsed (lepasnya tali pusat si bayi). Sedangkan nama si bayi sendiri ialah I Tutur Menget.

Setelah anak itu bisa memanggil bapa dan ibu, bisa berjalan, mulai saat ini mereka melupakan persaudaraan dan saling berpisah. Mereka pergi menuju tempat masing-masing. I Salahir pergi ke timur, I Jelair pergi ke selatan, I Makair pergi ke barat dan I Mokair pergi ke utara. Setelah berada di tempatnya masing-masing mereka kemudian mendapat anugrah bhetara, sehingga menjadi sakti dan namanya pun berganti. Yang di timur bernama I Anggapati, yang di selatan bernama I Mrajapati, yang di barat bernama I Banaspati, dan yang di utara bernama I Banaspati Raja.

Sesudah itu Ida Bhatara bersabda;
“wahai kamu sekalian pulanglah kamu ke dalam diri saudaramu I Legaprana. I Anggapati masuk lewat mata, bertempat di pepusuh (jantung). I Mrajapati masuk lewat telinga, bertempat di hati, I Banaspati kembali lewat hidung, bertempat di limpa. I Banaspati raja kembali lewat mulut bertempt di empedu”.
Maka dari itu, seseorang hendaknya tidak melupakan Sang Catur Sanak:
“Yan sira lali asanak ring sanakta, sanakta lali asanak lawan kita, ika kengetaken sai-sai”.

Artinya : Jika seseorang lupa bersaudara kepada saudara empatnya (Sang Catur Sanak), saudara-saudaranya itu lupa pula bersaudara kepada dia, itu hendaknya di ingat terus menerus. Pada hakekatnya, Sang Catur Sanak itu tidak lain adalah kekuatan-kekuatan gaib panca mahabhuta, sebagai bahan dasar pembentukan tubuh manusia. Seperti kekuatan gaib angin, kekuatan gaib api, kekuatan gaib tanah, kekuatan gaib air, dan kekuatan gaib angkasa. Bila itu tidak di pahami, kita pun tidak akan mendapatkan kegaibannya.

Setelah umur kandungan mencapai 9-10 bulan, maka sudah saatnya bayi lahir ke Dunia. Kelahiran ini bisa berjalan dengan baik, bila mendapat pertolongan dari Sang Catur Sanak. Seperti yeh nyom sebagai pembuka jalan, getih dan lamas/puser, yang memapah dari kiri dan kanan, serta ari-ari yang mengantar dengan sedikit dorongan dari belakang. Bila tidak begitu, maka seorang bayi akan sulit dilahirkan. Terkecuali lewat operasi sesar (SC). Tapi, itu bukan tujuan ajaran Kanda Empat Rare. Ajaran ini menginginkan seorang bayi bisa lahir normal. Selain itu, menurut kitab Primbon Betaljamur Adam makna, kelahiran seorang bayi bisa diperkirakan berdasarkan hari nyakitnya. Pada saat perut si ibu mulai teras sakit, seperti mau ke WC, seolah-olah mau buang air besar. Sebagaimana ciri-ciri orang mau melahirkan maka bisa diprediksi berdasarkan hari bukaan vagina sang ibu, berikut ini :
Minggu = kemungkinan lahir jam : 6,7,11,1 atau jam 5.
Senin = kemungkinan lahir jam : 8,10,1,3 atau jam 5.
Selasa = kemungkinan lahir jam : 7,10,12,2 atau jam 5.
Rabu = kemungkinan lahir jam : 7,9,11,2 atau jam 4.
Kamis = kemungkinan lahir jam : 8,11,1,3 atau jam 4.
Jum’at = kemungkinan lahir jam : 8,10,12,3 atau jam 4.
Sabtu = kemungkinan lahir jam : 7,9,12,2 atau jam 2.

Perhitungan ini berlaku untuk hitungan waktu pagi, siang, sore dan malam. Artinya kalau tidak jam 1 pagi, berarti jam 1 siang. Kalau tidak jam 8 pagi berarti jam 8 malam, segitu seterusnya. Dihitung mulai jam sakit perutnya si ibu hamil. Ingat, perhitungan ini berlaku untuk situasi normal, artinya kondisi bayi dalam perut tidak bermasalah, baik menyangkut posisi bayi maupun kesehatannya. Baik-baik saja. Normal. Perhitungan itupun tidak ketat, tidak saklek, dia punya batasan toleransi yang benar. Misalnya, menurut perhitungan anak itu lahir jam 1 siang, maka jam 1 siang itu berlaku mulai 5 menit setelah jam 12, dan berakhir 5 menit sebelu jam 2 siang. Begitu juga untuk jam-jam yang lainnya.

saat kandungan sudah berumur, bayi akan lahir dinamakan Jatakarma disebut juga tutug sasihan antara umur kandungan 9 sampai 10 bulan, Sang Kamareka dengan kesaktian Dewa Ciwa, akan lahir melalui Bhagamandala rahasia Sang Kamareka. Istilah jawanya disebut margahina (jalan yang hina/vagina). Dan saat ini, bayi tersebut bernama Sang Hyang Kawaspadan. Waktu sang bayi lahir diikuti atau diprakarsai oleh nyamane catur (saudara empatnya) yang terdiri dari : yeh nyom, getih, ari-ari, lamas/puser. Pada saat kelahiran bayi ini, dibuatkan suatu upacara kecil seperti yang dijelaskan dalam artikel "Upacara Jatakarma dan Mendem Ari-ari".

Hal lain yang perlu di perhatikan bagi suami atau bapak si bayi adalah : membersihkan semua kotoran yang diakibatkan oleh persalinan tersebut. Seperti darah-darah yang melekat pada kain, yang di pakai untuk melahirkan. Sebaiknya di cuci oleh suami atau bapak si bayi. Dalam hal ini termasuk juga ari-arinya. Dan pada saat melakukan itu, tidak boleh ada perasaan jijik di dalam hati. Lakukan dengan penuh kasih dan sukacita. Walaupun pada kenyataannya, ari-ari itu sudah dibersihkan oleh dokter atau bidan yang membantu persalinan itu. Tapi sampai dirumah, sebelum di tanam, sebaiknya dilakukan pembersihan ulang. Ini untuk menunjukkan rasa kasih dan suka cita anda, kepada anak dan saudaranya itu. dan setelah beberapa hari disaat sisa ari-ari yang melekat pada bayi sudah lepas, maka dibuatkanlah "Upacara Manusa Yadnya Kepus Puser"

setelah bayi atau rare berumur 12 hari, dibuatkanlah upacara ngelepas awon atau sering juga disebut dengan upacara yadnya Nama karma, karena pada saat upacara inilah pertamakalinya bayi diberikan Nama secara niskala oleh keluarganya.

setelah bayi berumur 42 hari, kembali dibuatkan "upacara Macolongan", yang di dedikasikan kepada nyame papat atau sang catur sanak yang telah melindungi si bayi semenjak dalam kandungan.

r. Upacara tiga bulanan

Setelah bayi berumur 105 hari (kurang lebih 3 bulan) maka dibuatkanlah upacara “nelu bulanin”. Si bayi dan bapak ibunya menghadap para Dewa di Hyang Kemulan atau merajan. Memohon kepada Betara Siwa Adidaya, agar si bayi bebas dari segala malapetaka. Secara sederhana upakara tiga bulanan ini biasanya berupa : banten penglepas awon/pebyakaonan, banten penyambutan, prayascita, peras seda, pejati, jejanganan, banten kumara, tataban dan banten tebasan pengambyean.

1. Tata cara pelaksanaan

Pertama, pandita/pinandita nuhur Ida Betara. Kedua, memuja memohon tirta penglukatan. Ketiga, pandita/pinandita memerciki tirta pada sesajen dan juga si bayi. Lalu dilanjutkan dengan natab penyambutan, penyeneng dan ditutup dengan nunas tirta betara. Mantra-mantranya : 1. Mantra penglepas awon = “pukulun bhatara brahma, bhatara wisnu, bhatara iswara, manusanira si angelepas awon ipun, bhatara tiga pakulun anyuda leteh ipun, teka sudha, teka sudha, teka sudha, sudha lepas malanipun”. Artinya = Om hyang Widhi wasa dalam manifestasi sebagai Bhatara Brahma, wisnu, iswara. Hamba-Mu si, memohon kepada Bhatara tiga agar membersihkan kekotorannya, sehingga menjadi suci dan bebas dari kesengsaraan atau penderitaan.

2. Mantra Penyambutan = “pukulun kaki sambut, nini sambut, tanedahan sambut agung, tanedahan sambut alit, yen lunge mangetan, mangidul, mangulon, mangalor, mwang maring tengah atmane si jabang bayi, tinututan dening pewatek dewata, pinayungan kala cakra. Pinageran wesi, sambut ulihakena atma bayu premanane si jabang bayi, amepeki raga sariranipun”. Artinya : Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai kaki sambut, nini sambut, tanpa kecuali sambut besar dan kecil, perkenankanlah hamba memohon mengenai roh si bayi, barangkali ia pergi ke timur, ke selatan, ke barat, ke utara atau ke tengah agar selalu mendapat perlindungan dari para Dewata, dipayungi oleh Kala Cakra dan berpagarkan besi. Selanjutnya, kembalikanlah kesempurnaan roh bayi ke badannya.

3. Mantra natab = “Pukulun kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri, ingsun aneda sih nugraha ring kita sambuta, ulapi atmane si. Menawi wenten ang ati-ati ring pinggiring samudra, ring tengahing udadi, kategak ring sarwa baksa, kakurung ring sumur agung, ndawag ulibakena ring awaknia si. Mogi-mogi dipun tetap medal kukuh, pageh, urip waras lan dirgayusa. Om ayu werdhi, yasa werdhi, werdhi pradnyan suka sriyem, dharma sentana wredisea. Santute sapta wredhayah”. Artinya = Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sang Catur Sanak, seperti kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri (nama lain dari yeh nyom, ari-ari, getih, lamad/puser), hamba mohon kepada-Mu agar si bayi menemukan kehidupan yang sejahtera lahir batin, diberikan panjang umur dan dijauhkan dari penyakit dan mara bahaya.

Upacara satu oton

Ketika bayi menginjak usia 210 hari atau enam bulan pawukon, maka dibuatkan upacara otonan. Upacara ini bertujuan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan terdahulu, sehingga dalam kehidupan yang sekarang mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mulai saat ini bayi boleh memakai perhiasan emas, perak atau ratna mutu manikan. Kalau anak belum punya nama, maka pada saat ini adalah saat terakhir untuk member nama. Atau kalau mau mengganti nama anak pada saat ini juga dilukat dan diberi nama baru, yaitu : yeh nyom disebut Anggapati, Getih/darah disebut Mrajapati, Ari-ari disebut Banaspasi, dan Lamad/puser disebut Banaspati Raja.

Karena tugas mereka untuk mengemban rare sudah selesai, maka Sang Catur Sanak kembali ke kahyangannya masing-masing. Antara lain : 1. Sang Anggapati pergi ke timur. 2. Sang Mrajapati pergi ke selatan. 3. Sang Banaspati pergi ke barat. 4. Sang Banaspati raja pergi ke utara. Banten yang dipergunakan biasanya : peras sedan tumpeng 11, dapetan, pengambyean, canang daksina, suci, banten permarisuda rare dan Sang Catur Sanak, Byakawon, prayascita, banten turun ke tanah, tedak siten, banten kumara, dan pengempug atau banten tumbuh gigi.

Pada saat otonan ini juga dilakukan acara menggunting rambut si bayi, sebagai simbul menghilangkan dasa mala yang ada pada bayi tersebut. Untuk selanjutnya bayi boleh digundul kuncung, artinya tidak plontos, rambut disisakan sedikit sebagai penutup ubun-ubunnya. Pada saat satu oton ini si bayi juga diperkenankan untuk menginjak tanah, agar mendapat berkah dari Sang Hyang Pertiwi. Dengan banten tuwun tanah atau tedak siten. Oleh karena itu, mulai saat ini si anak boleh menginjak tanah, dan mulai saat ini si anak boleh menginjak tanah, dan mulai saat ini juga si anak boleh diberi makan nasi.

Selanjutnya si bayi natab banten ngempugin agar segera tumbuh gigi. Lalu kelapa dan telur yang ada di banten pengempug itu dipecahkan. Kemudian gusi si bayi digosok-gosokkan dengan air kelapa dan putih telur tersebut. Ini adalah salah satu mantra ngempugin. Mantra : “Om Sang Hyang Surya, Brahma endi empug seka wetan untune si. Wesi kari pinaka untune, bumi kari pinaka gusine, arata jajare kaya walandingan sinigar, sira bhetari sri angelukata untune si. Tan keneng jamuran, tan keneng subatahan, munggah untune, Om Maha Bhatari Siwa Bumi Maha Sidhi”. Artinya = Om Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Sang Hyang Surya, semoga gigi si. Tumbuh sehat dan kuat. Mohon Bhatari Sri berkenan mensucikan sehingga giginya terhindar dari penyakit.

Sedangkan untuk upacara turun tanah, salah satu bait mantranya berbunyi sebagai berikut : “Turun-turun si jabang bayi, turun maring lemah, katutan mas picis raja brana”. Artinya = Maka turunlah si anak menginjak tanah, diikuti oleh segala kebutuhan hidupnya, berupa mas pipis raja brama, semoga hidupnya selamat dan makmur sentosa.