Rabu, 15 Maret 2017

KANDA PAT DEWA

Ajaran Kanda Pat Dewa

Menurut beberapa orang sarjana, para Dewa menyatakan kekuatan-kekuatan alam.
Iswara menyatakan angin, Brahma menyatakan api, Mahadewa menyatakan tanah, dan Wisnu menyatakan air
Namun, walaupun di dalam agama Hindu, termasuk di dalam ajaran Kanda Pat Dewa ini. Dikenal banyak Dewa, bukanlah berarti tidak mengakui adanya asas Ketunggalan. Seperti yang sudah dijelaskan dimuka.
“Hanya satu Tuhan Yang Maha Esa orang arif bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”.

Selain itu, di dalam doa-doa para Arya Weda kita menemukan kecenderungan untuk memuliakan Dewa-Dewa yang dipuja. Seperti, bila Dewa Wisnu atau Dewa Brahma yang dipuja, maka Dewa-Dewa tersebut memiliki segala atribut dari Yang Maha Tinggi, atau Tuhan Yang Maha Esa. Pandangan ini jelas menyangkal adanya kejamakan para Dewa. Akan tetapi, walaupun hanya ditekankan satu Ketuhanan, berulang-ulang sejenis trinitas (trimurti) diakui pada Brahma, Wisnu dan Siwa. Sementara Brahma adalah prinsip penciptaan, Wisnu adalah pemelihara dan Siwa pelebur. Diantara para Dewa Weda, Wisnu dan Siwa terus bertahan, dan agama Hindu tanpa Wisnu dan Siwa bukanlah Agama Hindu. Akhirnya, dengan serangkaian perkembangan Wisnu dan Siwa disamakan dengan Brahman dalam kitab-kitab Upanisad.


Dalam sebuah Upanisad ada suatu kutipan yang menarik perhatian sebagai berikut :
“Para Dewa senang tersamar sedemikian rupa dan tidak menyukai yang menonjol”.
Banyak sarjana yang tidak memperhatikan kalimat esoterik ini. Dan bila anda memahami makna kalimat tersebut, anda akan menjadi Manusia setengah Dewa sakti manderaguna. Artinya, bila anda ingin berhasil menguasai ajaran Kanda Pat Dewa ini, anda harus memiliki semangat, murah hati, sabar, welas asih, bijaksana memiliki sifat berkeadilan dan bertoleransi. Jauh dari keberadaannya sadhana, dan filsafat merupakan pengalaman spiritual.

Dalam Kanda Pat Dewa, simbolis dan kebenaran, esoteris adalah suatu permainan kecerdasan yang sangat indah dan mempesona.

Pelajaran tentang Kanda Pat Dewa mempunyai kesulitan yang sama seperti pesonanya. Mempesona karena beragam keberadaannya. Sulit karena ia merupakan lambang atau symbol.Inilah ajaran Kanda Pat Dewa yang bermula dari ajaran Kanda Dewa, yang disebut sebagai
"sanak Dewa, ne melingga ring Gedong Kusuma, Ida meraga Sang Hyang Siwa"
Dari Sang Hyang Siwa inilah, kemudian lahir Dewa-Dewa yang lainnya. Seperti, Sang Hyang Rwa Bineda, Sang Hyang Tiga Sakti, Sang Hyang Panca Dewa, Dewa Nawa Sangga dan sebagainya. Semua itu adalah merupakan pamurtian atau manifestasi dari Siwa sendiri.

Pada waktu kita lahir ke Dunia ini, maka pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Tiga Sakti. Beliau Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau bersthana di Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, dalam konsep Tri Kahyangan Desa. Yang tidak lain adalah Siwa sendiri dalam trinitasnya sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa. Bila melayang-layang di ambara beliau berwujud Sang Hyang Agni atau Brahma, dan yan sira amarga ring soring pretiwi, beliau berwujud Sang Hyang Wisnu. Di dalam angga sariranta beliau melingga ring bayu, sabda lan idep.

Buwana agung dan Buwana alit
Ketika anda akan menelusuri ajaran Kanda Pat Dewa, maka yang harus anda pahami lebih dahulu adalah pengertian tentang Buwana agung dan Buwana alit.
Buwana agung adalah jagad Dunia, alam semesta raya, dan Buwana alit adalah “hati nurani” yang tersimpan di dalam diri manusia. Namun demikian, walaupun disebut Buwana alit sesungguhnya ia adalah Buwana agung.
Mengapa bisa demikian?
Karena Buwana Alit, yang berada pada kedalaman hati nurani manusia akan menggenggam Buwana Agung. Sebab, meskipun kelihatan kecil, tetapi hati manusia sebenarnya seluas langit dan Bumi. Dalam istilah Balinya “sing ada gedenan teken keneh”, tidak ada yang lebih besar dari keinginan manusia.

Termasuk dalam ajaran Kanda Pat Dewa ini. Karena apa yang ada di Buwana agung, akan kita jumpai pula di dalam Buwana alit. Seperti Dewa Nawa Sangga misalnya, ada di Buwana agung, berarti ada juga di Buwana alit. Sebab, pada hakekatnya Buwana agung dan Buwana alit adalah tunggal.
Beginilah keberadaan para Dewa di Bhuwana alit, ring angga sariranta, mantra:
Om Bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kayangan nira ring papusuh, senjatanira Bajra. Merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep.
Om Bhatara Maheswara (Mahesora), ring Gneyan prenahira, rupanira dadu, kayangan nira ring paparu, senjatanira Dupa, merunira tumpang kutus, babahanira ring kuping kiwa, wetunira ring cita, lintiran tan salah cita.
Om Bhatara Brahma, ring Daksina prenahira, rupanira bang, kayangan nira ring ati, senjatanira Danda (Gada), merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon.
Om Bhatara Rudra, ring neriti prenahira, rupanira kuning, kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Moksala, merunira tumpang telu, babahanira ring mata kiwa, wetunira ring tutur.
Om Bhatara Mahadewa, ring Pascima prehanira, rupanira kuning, kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Nagapasah, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda.
Om Bhatara Sangkara, ring wayabya prenahira, kayangan nira ring limpa, senjatanira Angkus, rupanira gadang, merunira tumpang besik, babahanira ring irung kiwa, wetunira ring ambek.
Om Bhatara Wisnu, ring utara prehanira, rupanira ireng kahyangan nira ring ampru, senjatanira Cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, wetunira ring pangwangan.
Om Bhatara Sambu, ring ersanya prenahira, rupanira biru, kayangan nira ring ineban, senjatanira Trisula, merunira tumpang nem, babahanira ring pamungkar, wetunira ring bayu.
Om Bhatara Siwa, ring Madya prenahira, rupanira Mancawarna, kayangan nira ring tumpuking ati, senjatanira Padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah.
Om Bhatara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetu nira ring adnyana, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angen-angen.
Om, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Amepeki jagat Buwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, tuju teluh teranjana, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumama ring awak sariranku, apan aku sarining tunjung putih

Bila anda dapat meyakinkan angrangsukin mantra tersebut di atas, maka akan banyak sekali kegunaannya, sakwehing gawenya wenang. Dan bila anda hanya akan angrasukin Ajaran Kanda Pat Dewa, maka mantra tersebut diatas menjadi lebih singkat sebagai berikut :
Om Bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kayangan nira ring papusuh, senjatanira Bajra, Merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep.
Om Bhatara Brahma, ring Daksina prenahira, rupanira bang, kayangan nira ring ati, senjatanira Danda (Gada), merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon.
Om Bhatara Mahadewa, ring Pascima prenahira, rupanira Kuning, Kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Nagapasah, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda.
Om Bhatara Wisnu,ring utara prenahira, rupanira ireng kahyangan nira ring ampru, senjatanira Cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, wetunira ring pangwangan.
Om Bhatara Siwa, ring madya prenahira, rupanira Mancawarna, kayangan nira ring tumpuking ati, senjatanira Padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah.
Om Bhatara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetu nira ring adnyana, lintiran angen-angen.
Om, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Amepeki jagat Buwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, tuju teluh teranjana, desti. Pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumama ring awak sariranku, apan aku sarining Tunjung Putih”.

Ajaran Siwa Guru, arti sebenarnya dari Siwa adalah pada siapa alam semesta ini “tertidur” setelah pemusnahan dan sebelum siklus penciptaan berikutnya. Semua yang lahir harus mati. Segala yang dihasilkan harus dipisahkan dan dihancurkan. Ini merupakan hukum yang tidak dapat dilanggar. Prinsip yang menyebabkan keterpisahan ini, daya dibalik penghancuran ini adalah Siwa. Tapi Siwa lebih daripada itu. Keterpisahan alam semesta berakhir pada pengurangan tertinggi, menjadi kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, dari mana berulang-ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas. Kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, darimana berulang-ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas ini, adalah Siwa. Dengan demikian, walaupun Siwa dilukiskan sebagai yang bertanggung jawab terhadap penciptaan dan pemeliharaan keberadaan ini. Dalam pengertian ini. Brahma dan Wisnu juga adalah Siwa.

Dan dalam pengertian Kanda Pat Dewa ini, Siwa tidak lain adalah Brahman itu sendiri, maka wajarlah kalau semua Dewa lahir dan lebur kembali kepada-Nya. Seperti yang sudah dijelaskan di muka bahwa. “Brahman datang kepada pemikiran”, Dia tidak dapat dicapai oleh pemikiran.
Tetapi kapankah Dia datang?
Dia datang pada saat gejolak pemikiran tidak ada lagi. Dia hanya datang dalam situasi yang dikendalikan oleh Siwa. Seperti yang dikatakan oleh Mitologi Hindu, Siwa adalah pengembara di malam hari Dia dapat dihubungi hanya dalam kegelapan malam. Maka pada malam harilah, dan hanya disitu saja, Siwa menyampaikan isyarat-isyarat, atau ajaran-ajaran rahasia lewat saktinya Uma.

Tetapi siapakah Dewi Uma?
Satu diantara arti perkataan Uma adalah malam. Ini juga berarti ketenangan.
Apakah yang lebih tenang dan hening daripada malam hari?
Ketika malam tiba, ada sesuatu yang meresap di dalam kegelapan malam semua kemajemukan telah lenyap. Pikiran yang terbebaskan dari aktivitasnya pasti berhadapan dengan malam yang kosong ini. Manusia harus menemukan sifat Brahman secara langsung dan ini dapat terjadi hanya apabila dalam keadaan pikiran yang terbebaskan dari semua aktivitasnya, kesadaran manusia itu sendiri tanpa bergeming, dihadapan malam yang belap dan hening itu. Kemudian sang malam (Dewi Uma) menyampaikan pemberiannya atau ajarannya kepada manusia. Pemberian, ajaran, anugrah atau wahyu itu datang tanpa nama dan wujud si pemberi, karena itu manusia tidak tahu siapa yang telah memberinya, mengajarinya tentang rahasia kehidupan ini. Tapi manusia meyakini itulah ajaran dari Sang Hyang Siwa Guru.

Inilah ajaran Sang Hyang Siwa Guru. Ini ilmu pengetahuan suci namanya, jangan diinformasikan kepada orang lain.Ini cara membuat mantra,yang akan membersihkan badanmu luar-dalam, lahir-batin. Ajaran rahasia tabik pakulun Sang Hyang Siwa Guru.
Dimanakah stana beliau?
Sang Hyang Siwa Guru bertempat dalam jantungmu, dan bila beliau keluar dari dalam jantungmu, maka ubun-ubunmu itu jalannya, Sang Hyang Siwa keluar-masuk pada badanmu. Apabila kamu ingin memanggil Sang Hyang Siwa Guru, sucikanlah badanmu, budimu, dengan teguh satukanlah indriya penglihatanmu, indriya penciumanmu, indriya pendengaranmu, indriya pikiranmu, kumpulkan dengan kegaiban pada hatiu hingga bersatu. Bila sudah baikberkumpul dalam rasamu, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru keluar dari jantungmu, jalannya keluar adalah dari ubun-ubunmu dengan mantra:
“Om Siwa astiti ya namah”
Masukkan pada ujung hidung, kembalikan pada pangkal tenggorokkan, disana Sang Hyang Siwa Guru di puja untuk distanakan dengan mantra:
“Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Namah, Om Om dewa pratista ya namah, Mang Ung Yang”
Astiti dengan mantra:
“Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Om Om Dewa pratista ya namah, Ung Ang Ung Mang Namah”
Bila sudah baik Sang Hyang Siwa Guru berstana pada tenggorokan, bayangkan di atas perasaanmu pada bulu kaki kanan, sebagai pasepan dengan mantra : “Ang”, namanya pasepan dalam hati. Bulu puhu namanya adalah bulu kaki kanan, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru menurunkan api di atas, di tengah dan di bawah. Yang berbadan api di atas adalah darah bening jantungmu. Yang berbadan api di tengah adalah darah bening hatimu. Yang berbadan api di bawah adalah darah bening tulang cikta. Ketiga api disatukan dengan mantra dalam hati, mantra :
“Ong Ung Pat namah”.
Bayangkan Sang Hyang Siwa Guru sebagai penyebab api ini, bernama api penyebab, itu api pada badanmu, bila sudah besar keluarkan menuju jalan di luar. Sang Hyang Siwa Guru dibayangkan membakar kotoran badanmu luar-dalam, dan tiga kotoran (trimala) segala dosamu, makanan dan minuman yang kotor, penyebab ayah-ibu, wawikon, dan musuhmu dengan mantra:
Om sarira mityukem, tryanta, karamyanem, saptongkara bayo nahnem, bhojatawuti tatwa,
Om Kalarudra, phat windhu ya namah
Apabila telah dibakar segala kotoran badanmu luar dalam isaplah di atas perasaanmu pada bulu kakimu, sebagai pijakan kehidupan (amerta), naikkan pada dubur dengan cara:
Ah idep Sang Hyang Siwa Guru, manjingakena ring tungtunging grana, ulihakena ring otot kolonganta, sakeng irika anerus anuju ring tungtunging amprunta
Bila air kehidupan sudah pada empedu, jatuhkanlah pasepan dalam hatimu, namanya memadamkan api pada pasepan dengan mantra:
Om Siwa Merta ya Namah,
Om Sadasiwa merta ya namah,
Om Paramasiwa merta ya namah.
Bila sudah padam api itu, keluarkan asapnya api itu melalui alat pelepasan dengan mantra :
“Ang Namah”
Asap api jatuh di barat daya. Bila sudah demikian, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru turun dari kerongkongan, menuju pada tutud ineban terus menuju ujung jantung. Di sana Sang Hyang Siwa Guru lagi lahir dan hidup. Setelah itu, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru membuat padma badanmu.
Peparu adalah daun padma pada arah Timur, Iswara Dewatanya.
Ineban daun padma pada arah selatan, Brahma Dewatanya.
Tutud daun padma adalah arah Barat Daya, Rudra Dewatanya.
Ungsilan daun padma pada arah barat, Mahadewa Dewatanya.
Limpa daun padma pada arah barat laut, Sangkara Dewatanya.
Empedu (ampru) adalah daun padma di utara, Wisnu Dewatanya.
Tumpuking hati adalah daun padma di timur laut, Sambhu Dewatanya.
Diantara daun padma, didalamnya sebagai sari dari padma adalah jantungmu, dengan Sang Hyang Siwa Guru sebagai Dewatanya.
Dan ini pemekaran pada di 8 penjuru angin dengan mantra :
"Om Ang Ung Namah” di barat laut
“Om ing ing namah” di timur laut.
“Om ung ung namah” di timur.
“Om reng reng namah” di selatan.
“Om leng leng namah” di Barat.
“Om Aeng-aeng namah” di utara.
“Om ung ung namah” di tenggara.
“Om ang ah" di barat daya.
“Om ah a namah” di tengah pada jantungmu.
Setelah demikian jalankan Sang Hyang Siwa Guru, seperti yang sudah dijelaskan di muka, menuju ujung hidungmu, dari sana terus ke atas, tempatkan di ubun-ubun dengan mantra :
“Om ang ung mang namah”.

Sekarang bayangkan Sang Hyang Siwa Guru membuat pada di luar badanmu.
Daun padma di timur, Iswara Dewatanya di bahu kanan tempatnya.
Daun padma di selatan. Brahma Dewatanya di tengkuk belakang tempatnya.
Daun padma di barat, Mahadewa Dewatanya, di bahu kiri tempatnya.
Daun padma di utara, Wisnu Dewatanya di tengkuk depan tempatnya.
Pelipismu kanan, daun padma di tenggara, Maheswara Dewatanya.
Kepala di belakang telingamu yang kanan, daun padma di barat daya, Rudra Dewatanya.
Kepala di belakang telingamu yang kiri, daun padma di barat laut, Sangkara Dewatanya.
Pelipismu yang kiri, daun padma di timur laut, Sambhu Dewatanya.
Sebagai asalnya padma, inti jantungmu di tengah, Paramasiwa Dewatanya. Paramasiwa adalah perwujudn dari Sang Hyang Siwaguru.

Ini pebagian pada di luar berdasarkan aksaranya : Sang di timur. Bhang di selatan. Tang di barat. Ang di utara. Ing di jantung. Nang di tenggara. Mang di barat daya. Sing di barat laut. Wang di timur laut. Yang di tengah dalam jantungmu ang a dah namanya, bertempat di jantungmu di bawah. Mang ur dah namanya, bertempat di jantungmu di atas.

Bila sudah ada padma diluar dan di badanmu sebagai intinya padma, sebagai stananya Sang Hyang Siwa Guru lewat mana berliau selalu mencipta dan menjaga. Maka setelah demikian ucapkanlah pengastawa padma dengan mantra :
“Om purwantu Iswara Dewam, agneyan Maheswara, daksina Bhagawan Brahma, nerityam Rudra mewanca, Pascimantu Mahadewah, Wayabya Sangkara swaha, utaram Wisnu Dewata, arsanya Sambhu siyana, Madya SadaSiwa Dewam, anah tayaSiwa swasta, urda Paramasiwanca, sara Dewata udyane”
Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan mantra berikut, mantra :
“Om Iswara purwa bajrantu, dupa gneyan Maheswara, danda Brahma daksinanca, neritya Rudra mosalam, pascima Mahadewa nagapasah, wayabyam Sangkara angkusrakem, Cakranca Wisnutara desa, aersania Sambhu Trisule. Om Padma Sadasiwa, adah Siwanca Paramasiwa urdwasta, guru Trisula daranam”
Dan ini adalah mantra pemujaan untuk sakti beliau, mantra :
“Om Iswara Uma Dewica, Maheswara Laksmi Dewica, Brahma Saraswati Dewi, Rudra Sentani Dewisca, Mahadewa Sacidewi, Sangkara Mahadewisca, Wisnu Bhatara Sri Dewi, Sambhudewa Umadewi, madya sawitri gayastra, Uma tatwa Mahadewam, Ung Ang Ang Ung Ang Ung Ong, Sri Dewi Sangkara Swaha”
Itulah mantra pengastawa padma di dalam, namanya padma rangkap. Bila engkau tidak mengetahui pasuk wetu dari padma rangkep, sebagai tempat jiwamu, menyebabkan pendek umur. Tapi bila kamu tahu tentang pasuk wetunya padma rangkep, supaya selalu waspada, karena amat rahasia, jangan disebarkan kepada orang lain, jangan sembarangan bercerita karena sangat berbahaya.

Ini merupakan ilmu rahasia Sang Pandita, jarang yang mengerti, karena itu, jangan sembarangan memberikan kepada orang lain, bisa kuwalat, karena sangat utama, poma-poma-poma. Rahasiakan menjaga dalam hatimu.

Sekarang ketahuilah pula tata cara membuat dan meletakkan bhasma (bija) pada dirimu. Ada tiga tempat meletakkan bhasma atau bija pada dirimu.
diantara kedua alis mata atau kening.
di kerongkongan dan ketiga di hulu hati.
Bhasma atau bija ini biasanya dipakai setelah selesai sembahyang. Yang disebut bhasma atau bija ini adalah, gosokan cendana ditambah dengan biji beras.

Bhasma atau bija ini taruh di telapak tangan kiri, disana uraikan biji beras tersebut dengan jari manis dan ibu jari tangan kananmu. Habis itu, katupkan bhasma atau bija itu dengan tangan kananmu, lalu diisi mantra. Caranya adalah tangan kanan memegang bhasma atau bija, dialasi dengan tangan kiri, mantranya :
“Om Ung ksaksa Siwa mka bhasmam, ksaksa Iswarandanam, ksaksa Kumara wijasca, sarwa papa winasanam, ya namah swaha”.
Setelah itu lalu kamu memakai bhasma atau bija dengan tangan kananmu, mantranya :
"Ung" ring lalata-diantara kedua alis,
"Mang" ring mulakanta-kerongkongan, dan
"Ang" ring wredaya-ulu hati.
Tujuan memakai bhasma atau bija ini adalah, untuk memperkokoh tempat kedudukan Ida Sang Hyang Siwa Guru pada badanmu, dan untuk menghilangkan dosa di badanmu. Tan hana wong suasta anulus-tidak ada manusia yang sempurna, begitu kata orang-orang bijaksana. Karena itu sebagai manusia, disadari atau tidak kamu tidak akan pernah lepas dari perbuatan-perbuatan salah atau dosa. Maka dari itu, memohon pengampunan ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, adalah sebuah kebaikan. Pujalah Sang Hyang Siwa Guru dengan mantra yang utama, karena Sang Hyang Siwa Guru dalah inti dari semua mantra dan juga mulia.

Dan ini adalah mantra memohon pengampunan ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, mantra :
Om ksama swamam Mahadewa, Sarwa prani hitang karah, Mamoco sarwa papebyah, Palaya swa Sadasiwa.
Om papoham papa karmaham, papatma papo sambawah, Trahimam pundarikaksa, Kenacin nama raksatu.
Om ksantawiya kayiko dosah, ksantawiya wacika mama, ksantawiya manasa dosah, tat pramadat ksama swamam.
Om hinaraksaram hinapadham, hina mantram tat hiwaca, hina bhakti hina wredim, Sada Siwa namastute.
Om mantra hinam, kriya hinam, Bakti hinam Mahrswaram, Yat pujinam Mahadewa, Pari purnam tadas tume.
Om ksamaswamam Jagatnatha, Sarwa pap nirastaram, Sarwa karya minandahem, Prananam sureswaram.
Om twam suryatam Siwakara, Twam rupyo bahim laksana, Twangi sarwa takara, mam karya prajayate.
Om ksamamswamam mahasekta, Yates warya unat makah, Nasa yetsa tanam papam, Sarwa loparyana narana namah swaha

Sehabis memohon ampun ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, atau Ida Hyang Jaganatha, maka setelah itu pralina Ida Sang Hyang Siwa Guru. Ini caranya mempralina. Tutuplah mata ketigamu, satukan ujung matamu ketiga diantara kedua alis. Bila sudah menyatu, bayangkan sudah praline Ida Sang Hyang Siwa Guru, masukkan ke dalam jantungmu, jalannya masuk dari ubun-ubun, dengn mantra :
“Ong Ung Ang Mang”.
Jangan gegabah, jangan menginformasikan kepada orang lain, karena sangat utama, agar tidak menjadi kualat oleh Bhataa.

Bila ingin mendapatkan atau menghidupkan daya mantra, jangan lupa untuk selalu menyucikan diri, dengan melakukan mandi keramas. Ini adalah mantra untuk mandi keramas, mantra :
Ung Rang Sri windhu Dewi dibya mahabarem.
Ong Gangga Sindhu Saraswati, wipasakosi kidanam, Yamuna metati sretah, srayunca maha nadhi.
Ong tirtha mijil sakeng lor, angebetaken lara wighna.
Ong tirtha mijil sakeng daksina, angeseng, angempungaken lara roga petaka. Matemahan sang ayu narapati, hening jati sarira ningsung. Ah Siwadwara upeti pat tastra, sudha ya namah.
Ang Ung Mang Tirtha Gangga pwitrani nama siwaya

Selain itu, hendaknya selalu astiti bakti ring Ida Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Guru, mayoga semadhi lewat meditasi dengan sarana, dupa, kemenyan, cendana, dan majegau. Jangan lupa canang burat wangi. Ini caranya, duduk bersila menghadap ke timur dengan kokoh, menyatukan pikiran, dengan hening, memustikarana dengan mempertemukan ibu jari tanganmu kanan-kiri, mata dipejamkan dan dikosentrasikan seolah-olah memandang ujung hidung, pertahankan disana, jangan buyar, jangan goyah, jangan ragu-ragu. Bila sudah demikian mulailah mengucapkan mantra, memusatkan seluruh kesadaranmu pada mantra dan juga pada badanmu, sebab Sang Hyang Widhi sebagai badanmu, jangan gegabah, nanti tidak berhasil mantra itu.

cara mengeluarkan Weda mantra.
Satukan perasaanmu, bayu, sabda dan idepmu. Bayu keluar dari jantung, sabda keluar dari hati, dan idep keluar dari empedu. Itu disatukan lewat perasaanmu pada ujung lidahmu, dari sana keluarlah Weda mantra, berjalan di tengah lidahmu, terus ke ujung lidahmu, rahasiakanlah, jangan gegabah. Bilamana menghadapi musuh sakti mawiseesa, lebih-lebih bila datang ke tempat peperangan, janganlah kamu lupa kepada Ida Sang Hyang Siwa Guru, pusatkan pada hatimu, satukan pada bayu sabda idepmu. Bila sudah baik penyatuannya, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru, pusatkan pada hatimu, satukan pada bayu sabda idepmu. Bila sudah baik penyatuannya, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru keluar dari dalam jantungmu, jalannya keluar dari ubun-ubunmu dengan mantra :
“Om Siwa astiti ya namah”
Naikkan diantara ke dua alis, bayangkan dengan berbusana lengkap dan bersenjata, mantra :
“Om na anu swaha”,
"Om namah swaha astawasat”
Kemudian naikkan ke Siwadwara, ubun-ubun. Bayangkan Sang Hyang Siwa Guru berkepala lima, masing-masing kepala bermata tiga, bertangan sepuluh, bermuka manusia setengah Dewa sakti manderaguna, dengan senjata Brahmastra, bayangkan beliau menjaga badanmu, bila sudah demikian, pujalah Sang Hyang Siwa Guru berada di ubun-ubunmu.

Dan bila kamu sudah selesai berperang, kembali kamu memuja Sang Siwa Guru, praline Sang Hyang Siwa Guru pulangkan ke tempat asalnya di jantungmu. Ini mantra pralinanya, mantra :
“Om Ung Ang Mang”
Ingat, rahasiakanlah, jangan gegabah!
Dan janganlah kamu lupa perwujudan Padma yang ada di luar dan di dalam badanmu, adalah perwujudan dari Sang Hyang Siwa Guru. Karena Sang Hyang Siwa Guru berwujud Brahma, Wisnu, Iswara, Maheswara, Mahadewa, Rudra, Sangkara, Sambu, dan Siwa-Sadasiwa-Paramasiwa. Sang Hyang Siwa Guru adalah perwujudan semua Dewa. Karena Sang Hyang Siwa Guru sebagai badan yang utama bersemayam di dalam jantungmu.

Maka barang siapa yang ingin mempelajari ajaran Kanda Pat Dewa, wajib melakukan upacara ekajati, mawinten-mensucikan diri setingkat dengan pemangku.
Karena ini adalah ajaran rahasia sang pandita. Namun sayang, tidak smua pandita mengetahui hal ini. Mereka yang sudah tinggi tingkat yoganya, siapapun dia akan dapat menaklukkan segala bahaya, segala yang galak, segala desti, segala racun, segala banjir, segala yang menyeramkan, segala yang menakutkan. Karena itu bersumber pada dirimu. Dengan sebatang dupa dapat melebur segala mala petaka dengan mantra
“Om Ang Namah, Om Ung Namah, Om Mang Namah”
Ini mantra asep pelebur mala namanya.
Yang dimaksud dengan yoga tingkat tinggi adalah dengan mengaktifkan tri nadimu. Tri nadi adalah bayu-sabda-idep. Bayu keluar dari jantung, sabda keluar dari hati, dan idep keluar dari empedu. Bayu-sabda-idep distukan di puncak hati, baik-baik. Bila sudah baik, bersatu dipuncak hati, itu namana tri sakti. Maka setelah itu, pujalah Sang Hyang Taya.
Dimanakah tempat beliau Sang Hyang Taya?
Di pangkal jantungmu yang dibawah tempatnya, pada bulu kuduk (gigitok), bening warnaya seperti mata belalang, itulah wujud Sang Hyang Taya.

Selanjutnya satukanlah Sang Hyang Taya dengan Tri nadimu yang berada di puncak hatimu, bila sudah baik penyatuannya, maka kembalikanlah ke tengah hati. Bila memang sudah demikian, isaplah segala yang membahayakan, segala yang menakutkan, segala yang galak, segala yang menyeramkan, segala racun, segala desti, segala banjir, dengan menggunakan mantra :
“Om Ah Sah Kah Wah”
Bayangkan Sang Hyang Taya Agni membakar itu semua. Karena Sang Hyang Taya sebagai gurunya bahaya, gurunya yang menakutkan, gurunya galak, gurunya segala racun, gurunya desti, gurunya banjir, gurunya segala yang menyeramkan, gurunya segala amarah, dibakar oleh Sang Hyang Taya.

Bila sudah terbakar olehnya, berikanlah air kehidupan, bayangkan air kehidupan itu turun diantara jantungmu, jalannya pada selaput kerongkongan yang tengah, menuju pada jantungmu, terus ke pelepasan, lalu kehatimu, menuju penyatuan rasa. Dari sini air kehidupan mengalir menyiramkan api di tengah hatimu. Bila kamu sudah selesai memberikan amerta pada api itu, bila sudah sempurna api itu, maka kembalikan Sang Hyang Taya ke tempat asalnya, jalannya lewat otot besar di belakang, simpanlah pada bulu kuduk (gigitok) sebab Sang Hyang Taya sangat sakti, ini Yoga sakti namanya, jangan gegabah, rahasiakanlah!

kutipan beberapa mantra rahasia untuk berbagai keperluan.
Ini intisari Kalajastra namanya, mantrailah setiap hari, jangan berselang, hasilnya kamu akan diajuhi oleh segala senjata. Ini mantranya :
“Om Hrong Kalajastra ya namah swaha”
Ini adalah mantra pemujaan senjata Sang Hyang Iswara, hasilnya menghilangkan penyakit dan dosamu, sehingga berhasil kerjamu. Mantra :
“Om Ing Sang Iswara ya namah”
Memujalah menghadap ke selatan, Sang Hyang Brahma pemujaan itu, hasilnya panjang umurmu, mantra :
“Om tang namah swaha"
Memujalah menghadap ke barat, pemujaan kepada Sang Hyang Mahadewa, hasilnya dapat menghilangkan musuh-musuhmu dan juga menghilangkan segala penderitaanmu, mantra :
“Om Ang Ung Mang namah swaha”
Memujalah menghadap ke tengah, ke dalam jantungmu dimana Sang Hyang Siwa Guru bersemayam, hasilnya dijunjung tinggi oleh masyarakat, karena manjur ucapanmu-sakti sidi ngucap-awet muda dan panjang umur, sangat utama, jangan gegabah, mantra :
Om ang Brahma Dewata ya namah,
Om Ung Wisnu Dewata ya namah,
Om Mang Iswara Dewata ya namah,
Om I Ba Ta A Ung Yang namah,
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya.
Dan ini adalah pemujaan Rudra namanya, pakailah setiap hari, panjang umurmu, batal dosamu, segala makananmu tidak berbahaya, tidak ada guna-guna.

Agem-ageman Sang Hyang Bayu ini, juga disebut Sang Hyang Kutamantra, menjaga Atma, ini mantranya :
“Om iskamarakya jaya dik swaha”
Semua mantra ucapkan pada malam hari, hasilnya tidak akan kena kerjaan orang yang berbuat jelek, tidak mampu dibinasakan oleh orang, berfungsi sebagi penolak segala, rahasiakanlah!

Kesaktian Kanda Pat Dewa
Yan sira wruh mulaning dadi manusa, ika ingaran jalma luwih, sekala-niskala.
Barang siapa memiliki pengetahuan tentang sangkan paraning dumadi, maka dialah manusia sakti lahir dan batin. Mengetahui kesejatian yang utama di Buwana Agung dan Buwana Alit. Waspada di dalam hati, dengan cara mempertemukan kedua mata dengan mata bumi atau surya. Itulah yang menjadi sidiyaning yoga sandi, atau rahasia yoga. Carilah air di samudra, jangan digunung, carilah sinar terang di kalbumu, jangan di muka.

Beginilah caranya:
pertama, siapkan sarana canang burat wangi, dupa wangi telung tanding, idep katur ring Sang Hyang Surya, Candra, Lintang Taranggana, trinadi suksma, bayu sabda idep, mulih ring sabda, dadi sunya tanpa maya, mawas ring jro, ika sarining darma terus.
Caranya: duduk brsila menghadap ke timur, idepang Sang Hyang Tiga mijil ring raga, dan juga dri langit, di iringin oleh Dewata Nawa Sangga. Mantra :
"Ang, Ung, Yang, Na Ma Si Wa Ya, Ya Ya Ya"
Lakukan ini saat matahari terbit, atau Surya dawuh tepet, atau sandi kalaning Surya metu, sekitar jam 06.00 wita. Saat matahari masih berwarna merah. Pandanglah dengan tajam ring soring raditya, sakeng tepining aditya mingsor, yan hana katon ocah, seperti manik-sepatika, mirip naga, berarti Hyang Bapa mijil mewayang ring langit. Kalau kelihatan seperti manik, ocah kadi smerti, berarti Hyang ibu mijil mewyang ring langit. Yan hana katon kadi Windu mawelu pinggirnya kresna, berarti manusa sakti mijil ring langit, mewayang ring langit.

Ini adalah tutur menget, pertemuan Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, menjadi Sah Siwa, mawayang sidi ring langit. Kemudian juga terlihat adanya wana astadala, memancarkan cahaya aneka warna. Itu tidak lain adalah Hyang Dewata Nawa Sangga mijil masarira mawayang ring langit. Putihe Hyang Iswara, dadune Hyang Mahesora, abange Hyang Brahma, tangine Hyang Rudra, kuninge Hyang Mahadewa, gadange Hyang Sangkara, irenge Hyang Wisnu, pelunge Hyang Sambu, mancawarnane Hyang Siwa.

Begitulah cirinya manusa sidi, yan sampun wruh ring raga, sekala-niskala sidi mandi ta kita. Yan dadi yoganira mangkana pingitakena away wera. Bila sudah memiliki pengetahuan ini maka simpanlah dengan baik. Dan ini adalah mantra penyimpanannya, mantra :
"Ang, Ah Ya Ya Ya"
Ini bernama tutur jati, bagi mereka Sang Hyang Wruh ring raga, mawas ring jro, mawas ring jaba, suda luwih pangawruhing rahayu, tan lali ring raja solah. Makeh wong bakti ring sira, utama aturu-atangi, menget ring Aji Saraswati, seperti ini. Ada tiga Dewa malingga ring angga sarira seperti;
Sang Hyang Gurureka malingga ring idep,
Sang Hyang Saraswati malingga ring canteling lidah, mingsor-mingluhur, ring otot pasimpangan nira.
Sang Hyang Kawiswara malingga ring pantaraning papusuh, ring sabda pasuk wetunya.
Ini adalah mantra pangrangsukkannya, mantra :
“Pukulun Sang Gurureka, Sang Hyang Kawiswara, Sang Hyang Aji Saraswati, anyusup ring bayu sabda idep, angisisep sastra, angesep tatwa carita, patastra suda ya namah. Om Saraswati ya namah, Ang, Ah”
Oleh karena itu, bila ingin panjang umur, maka ucapkanlah mantra ini, mantra:
"Ang ring nabi (puser), ah ring siwadwara"
Tapi bia anda ingin mati, atau akan mengalami kematian maka mantra tersebut dibalik, ini disebut mantra praline rahasiakanlah. mantra :
"Ah ring nabi (puser), Ang ring Siwadwara"
Malih yan sira arep ngamong Sang Hyang Aji Saraswati, maka selalu membersihkan diri pada hari-hari purnama, tilem, atau hari-hari suci lainnya, dengan mantra sebagai berikut :
“Om sisigku Sang Hyang Menget tatwa carita, aku Sang Hyang Sidi, sabdaku sastra sarotama, aku Sang Hyang Aji Saraswati, amengku tatwa carita. Menget aturu, menget atangi, menget carita patastra, paripurna ya namah swaha. Om Saraswati ya namah”
Selanjutnya dikutipkan beberapa mantra yang menjadi rahasia kesaktian dari ajaran Kanda Pat Dewa ini. Ini adalah Pengembak Swara, agar suara kedengaran besar, keras, bergema dan berwibawa. Caranya : ucapkan mantra tersebut sambil mengunyah jahe. Mantra :
“Om sagara danu maobak-obakan, kadi gelap swaraku, tumurun Sang Hyang Widiadara-widiadari, tuninggalin awak sariranku, teka pada asih, pada welas atine wong kabeh, wirya tar-adarat, ya nama swaha”
Ini adalah mantra Pamungkem, agar orang lain tidak berani berbicara sembarangan dengan kita, atau malah menjadi ngeb, duduk atau berdiri seperti patung. Caranya : ucapkan mantra ini dikuburan (sema) sebanyak 3x sambil menjumput tanah sema tersebut 3x. Tanah tersebut ditabur di tempat pertemuan.Mantra :
“Om Sang Buta Wadon, matep ma-tan manusane, celek kupinge, tekep matane, pecik cunguhne, talinin limane, impus batisne, sing andeleng aku, teka bungkem 3x"
Ini adalah mantra Pengebek Buwana, untuk menghisap budinya orang banyak, dan mengumpulkannya di dalam diri. Sehingga sepintas orang akan melihat kita seperti orang besar atau raksasa. Mantra :
“Om idep aku anduwat budining wong kabeh, mulih ring Tri mandalah guying. Budining wong lanang mulih ring kama petak, budining wong wadon mulih ring kama bang, budining wong kedi mulih ring kama dadu. Sakwehing jadma manusa, apupul ring awak sariranku, pada mawijah-wijah, tan waneh sira nggrungu umulat, lah meremnya, Om sidi swaha ya wong”.
Ini adalah mantra pengingat-ingat, agar tidak mudah menjadi lupa atau pikun. Dan juga berfungsi supaya mudah untuk menghapal mantra. Mantra :
“Om pada dirang kayu jati, eling mantra, inget ati, inget aturu, inget atangi, teka inget ring atinku, ika panginget-inget” 3x.
Ini adalah mantra panugrahan berguna untuk berbagai keperluan, asing solah wenang, Siwalingga Gurureka, pradnyan ta sira. Sarana, toya, kadi tingkahing matoya. Mantra :
“Om Ang Ung Mang, Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, ring bayu sabda idep, wenang ganal alit, wenang sor luhur paripurna ya namah swaha Ang Ah Sah Siwa yogaya namah swaha”
Ini adalah pemandi suwara, menjadi sidi ngucap, maka ucapkan mantra berikut. Mantra :
“Om bungkahing lidah Sang Hyang kedep, madyaning lidah Sang Hyang sidi, pucuking lidah Sang Hyang mandi, teka mandi ideping ulun. Om tungtuning bayu, tungtunging idep, mulih ring tungtungku, sakecapku sidi”
Ini adalah pematuh desti, leak dan sebagainya, agar tidak mencelakai kita. Mantra :
“Om patuh ih Nini Bhatari Durga, maring setra Gandamayu, matuhang Dewa patuh, manusa, buta, leak patuh, gumatap-gumitip pada patuh, mematuhang Bhatari Durga”
Ini adalah pangraksa jiwa, mantra untuk keselamatan sekala dan niskala. Saran toya, kadi tingkahing matoya, disucikan dulu dengan mantra berikut ini. Mantra :
“Om ingsun angidepaken Sang Hyang Sucinirmala, licin, pangawakku sakti, tan kataman aku gering wisya mandi, tan kataman aku satru leak, aku luput licin. Pangawak aji sapta sunya nirmala, om sri jagat pake byo nama swaha, Ang Ang Ang Ah”

Ini adalah mantra untuk keselamatan di jalan, membuat mata orang-orang yang melihat menjadi silau, ulap. Ini namanya sarining Sang Narayana. Sarananya paes bayu, air ludah, usapkan di dada. Tentu saja setelah mengucapkan mantra berikut ini. Mantra :
“Om Ang Agni, jalma manusa ulap, Om desti leak ulap, anguyup ring awak sariranku, sakadi gni ujwala, teka murub”3x.
Ini adalah mantra pengesengan, pengelebur dasamala ring raga. Juga bisa berguna untuk memusnahkan cetik yang ada di dalam makanan yang sudah termakan. Ucapkan mantra ini. Mantra :
“Om cangkemku api, upas kalebur ring pawon, sing manjing teka geseng, sing metu teka geseng”. 3x.
Dilanjutkan dengan mantra :
“Om Bhatara Brahma ring cangkem, Bhatara Rudra ring weteng, apan Bhatara Rudra maraga sira, sing tumiba teka geseng”3x.
Lanjutkan lagi,
“Om sing kesampar, sing kesandung, sing kelangkahan, sing kainem, aja sira ngeracunin, angarubeda, anyangkala-nyengkali, manggawe ala ring awak sariranku, apan aku pangawakking Sang Hyang Tunggal”.
Away wera angangge mantra ini, rahasya temen, saletuh-letuh ring raganta pada sirnya dennya. Jangan sembarangan menggunakan mantra ini. Tidak boleh dipakai guyonan, karena gaibnya akan hilang. Dan bila menggunakan mantra-mantra ini, ucapkanlah dalam hati, jangan sampai kedengaran orang lain. Apalagi memperlihatkan diri sebagai orang yang berilmu, itu tidak boleh. Rahasiakanlah!

KANDA PAT RARE

Kanda Pat Rare dan Pembentukan Bayi - Manusia

Ajaran Kanda Pat Rare berawal dari terbentuknya bayi dalam kandungan, seperti yang telah diceritakan dalam artikel "Kupasan Lontar Kanda Pat" lahirnya seorang anak berawal hubungan asmara orang tuanya. setelah itu pertemuan kama bang dan kama petak maka terbentuklah rare. berikut ini urutan perkembangannya.

Bayi dalam kandungan

Bayi dalam kandungan bisa terwujud karena pertemuan antara kama petak dan kama bang, atau pertemuan antara cukla yang keluar dari purusa (laki-laki) dan swanita yang keluar dari pradana (wanita).
Kama petak adalah air mani laki-laki yang juga disebut cukla, yang dengan Sang Hyang Semara.
Kama bang adalah air mani perempuan yang disebut swanita , disimbolkan dengan Dewi Ratih.
Kama petak dan kama bang juga disebut cukla swanita, yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih.Tumbuhnya bayi di dalam kandungan menurut agama Hindu adalah berkat bertemunya sang cukla swanita. Pertemuan itu baru dapat dibenarkan secara agama, apabila dilakukan oleh suami-istri yang sah.

Seperti diketahui, bahwa unsur kelaki-lakian dan unsur kewanitaan, didalam lontar-lontar di Bali maupun dalam buku medis yang lain, mempunyai beberapa macam sebutan.
Unsur laki-laki itu disebut kama petak, sukla, kamajaya, Sang Hyang Semara, sperma, sel mani, airmani.
Unsur kewanitaan itu disebut kama bang, swanita, kama ratih, Dewi ratih,ovum, sel telur dan air mani.
Pertemuan sang cukla-swanita dari pria-wanita yang belum menikah sah, sebelum melakukan upacara perkawinan di anggap “kotor”. Pertemuan semacam itu disebut capa. Jika pertemuan capa ini menurunkan anak, maka anak yang lahir disebut astra. Anak astra tidak dapat disebut sebagai keturunan yang utama, karena kelahirannya itu semata-mata berdasarkan atas kepuasan nafsu birahi belaka (hanak-hanaking asmara dudu).

Pertemuan antara cukla dan swanita atau sperma dan ovum dari suami-istri, yang diwujudkan dengan melakukan hubungan senggama atau persetubuhan, mengakibatkan terjadi pembuahan atau kehamilan. Pertemuan antara sel mani tau sel telur (cukla-swanita) inilah yang kemudian menghasilkan manik, cikal bakal si jabang bayi. Sedangkan menurut lontar anggastyaprana, pertemuan kama itu disebut Sang Ajursulang. Pertemuan itu setelah luluh menjadi satu, disebut Sang Bubur Rumaket. Pada saat itulah datang Sang Hyang Nilakanta memberikan berkah, sehingga kentalah kama itu bagaikan telur. Telur tersebut dinamakan Sang Hyang Antigajati. Telur yang telah dihasilkan di dalam tube ampulla yang oleh getaran halus selaput lendir, pada dinding tube, menyebabkan telur itu masuk lebih jauh ke dalam tube, dan akhirnya sampai ke dalam rahim. Setelah sampai pada rahim, telur itu lalu melekat atau membenamkan dirinya, seolah-olah berakar pada lapisan lendir endometrium. Peritstiwa ini dinamakan implantasi atau “nidasi”.

Jadi setelah pertemuan sperma dan ovum (cukla-swanita) sehingga terjadi pembuahan, yang disebut sygote atau telur yang dihamilkan, atau Sang Hyang Antigajati, inilah yang dimaksud dengan manik. Manik ini masuk ke dalam garbha-pradana (perut sang ibu), dan akhirnya nidasi (mengendap) di dalam kunda cacupu manik itu mengalami proses pertumbuhan, semakin hari semakin besar, dan mengubah dirinya sehingga nantinya berbentuk seorang bayi (rare).

Masih menurut lontar Aggastya prana, pertumbuhan embrio atau Sang Antigajati hingga nantinya mencapai kesatuan tubuh yang lengkap, adalah berkat para Dewa yang asih dan memberikan berkah, agar embrio atau Sang Antigajati, maka datanglah para Dewa, antara lain : Sang Hyang Murcohaya, Sang Hyang Taya, Sang Hyang Ngalengis, Sang Hyang Rajatangi, Sang Hyang Murtining Luwih. Selain itu, datangjuga para Dewa Nawasanga, Sapta Rsi, Panca Rai, dan Sang Hyang Tiga Wisesa, lalu mewujudkan Sang Antigajti dari manik menjadi janin (bayi).

Pada saat embrio atau Sang Antigajati diwujudkan sebagai bayi (janin) dinamakan Sang Pratimajati. Jadi, yang dinamakan Sang Pratimajati tiada lain adalah janin itu sendiri, yaitu embrio atau Sang Antigajati setelah berumur 2 bulan kandungan.

Selanjutnya para Dewa pun bergotong royong merampungkan proyek tersebut, merampungkan si jabang byi dari manik hingga menjadi bayi, antara lain :
Sang Hyang Akasa memberikan kepala,
Sang Hyang Ajining Akasa memberikan rambut,
Sang Hyang Surya-Candra memberikan mata kiri dan mata kanan,
Sang Hyang Baruna dan Sang Hyang Margalaya memberikan hidung,
Sang Hyang Margacraya memberikan kedua lubang telinga,
Sang Hyang Yama memberikan mulut,
Sang Hyang Margayama memberikan lubang mulut,
Sang Hyang Parigimanik memberikan gigi,
Sang Hyang Rijasi memberikan gusi,
Sang Hyang Maneptan memberikan bibir,
Sang Hyang Madulatha memberikan pantat,
Sang Hyang Cittawawaca memberikan perasaan,
Sang Hyang Lape memberikan pipi,
Sang Hyang Ngelaning memberikan dagu,
Sang Hyang Atunggal memberikan leher,
Sang Hyang Watu Gumulung memberikan “batun salakan”,
Sang Hyang Taya memberikan tangan dan kaki,
Sang Hyang Rontek memberikan jeriji,
Sang Hyang Pancanaka memberikan kuku,
Sang Hyang Munyang memberikan usehan (pusaran pada kepala) dan pungsed (pusar pada perut),
Sang Hyang Angantala memberikan hulu hati.

Begitu pula Panca Rsi, turut ambil bagian dalam membentuk si jabang bayi seperti :
Sang Korsika memberikan kulit,
Sang Garga memberikan daging,
Sang Metri memberikan otot,
Sang Purusa memberikan sum-sum.
Dan ternyata Dewa Nawasangha pun tak mau ketinggalan, beramai-ramai menyempurnakan wujud si jabang bayi, seperti :
Sang Hyang Iswara memberikan papusuh (jantung),
Sang Hyang Maheswara memberikan paru-paru,
Sang Hyang Brahma memberikan hati,
Sang Hyang Ludra memberikan usus,
Sang Hyang Mahadewa memberikan ungsilan (ginjal),
Sang Hyang Sangkara memberikan limpa,
Sang Hyang Wisnu memberikan ampru (empedu),
Sang Hyang Sambu memberikan ineban (ubun-ubun),
Sang Hyang Siwa memberikan tumpuking hati.
Yang bernama tumpuking hati adalah bhayu, yang bernma bhayu adalah atma, dan atma itulah berwujud “Sang Hyang Urip”, yaitu Dewa yang memberikan kehidupan pada semua mahluk di dunia ini.
Mengenai proses terjadinya janin (bayi) sebagaimana di paparkan tadi, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, kejadian jasmaniah janin (bayi) itu berasal dari unsur-unsur Panca Mahabutha, dan inti sari dari Panca Mahabutha disebut Panca Tanmatra. Adapun perwujudan janin (bayi) yang tersisa dari unsur-unsur Panca Tanmatra dan Panca Mahabhuta adalah sebagai berikut.

Panca Mahabutha yang membentuk bayi :
Pertiwi, menjadi serba padat, misalnya : kulit, daging, otot-otot, lemak dan sebagainya.
Apah, menjadi serba cair, misalnya : darah, keringat, air kencing dan sebagainya.
Teja, menjadi serba bercahaya, misalnya : mata, panas badan dan sebagainya.
Bayu, menjadi serba bergerak, misalnya : bernafas, berjalan, makan dan sebagainya.
Akasa, menjadi serba berlubang, misalnya : lubang hidung, lubang telinga, lobang pantat dan sebagainya.

Panca tanmatra yang membentuk bay:
Sabda Tanmatra menjadi telinga
Sparsa Tanmatra menjadi kulit
Rupa Tanmatra menjadi mata
Rasa Tanmatra menjadi lidah
Ganda Tanmatra menjadi hidung

Mengenai umur berapa sebenarnya manik dalam kandungan berubah enjadi bayi, menurut beberapa catatan, baik berupa lontar maupun buku, menerangkan secara berbeda-beda, diantaranya:
Cecangkriman Kanda Pat, menyebutkan bahwa setelah kandungan itu berumur 2 bulan (karongulan suba meraka manusa).
Lontar Kanda Pat Rare, menyebutkan setelah berumur 5 bulan.
Begitu pula keterangan dalam buku Manusa Yadnya, menyebutkan kira-kira 3 bulan (sawatara tigang sasih). Sedangkan menurut buku upacara Manusa Yadnya, menyebutkan kira-kira berumur 5 bulan (lebih kurang 6 bulan kalender). Proses perkembangan dan pertumbuhan manik hingga akhirnya menjadi bayi sempurna, hingga siap dilahirkan, itu disebut Kama-reka. Sebagaimana diungkapkan dalam buku Manusa Yajna. Begitu pula menurut Drs. I Gusti Ketut Adia Wiratmaja, bahwa manik yang mengalami pertumbuhan disebut kama-reka.

Menurut salinan lontar Kanda Pat Rare, proses pertumbuhan manik hingga menjadi janin (bayi) adalah sebagai berikut :
pada saat itu terjadi pertemuan ayah dan ibu (bersenggama). Ketika itu, benih laki-laki keluar dari ayah dan benih perempuan keluar dari ibu. Setelah sebulan pertemuan itu berlalu, aka tibul pancaran matahari dan bulan. Dua bulan pertemuan berlalu, maka timbulah suara, pikiran dan tenaga. Tiga bulan pertemuan berlalu, maka terbentuklah pancawarna (lima warna). Empat bulan pertemuan berlalu, maka terbentuklah Dewata Nawasanga (Sembilan Dewa). Lima bulan pertemuan itu berlalu, terbentklah bumi dan langit, kemudian bersatu membentuk manusia, bermata, bertelinga, berhidung, bermulut, bertangan, berkaki, berkemaluan, berpantat, dan pada saat ini si jabang bayi bernama Sang Hyang Putih Majati.
Enam bulan ada di dalam kandungan, maka ada saudara dari jabang bayi, yang keluar dari ayah disebut Babu Lembana.Tujuh bulan di dalam kandungan, maka ada saudara jabang bayi, yang keluar dari ibu, bernama Babu Abra. Delapan bulan ada di dalam kandungan, lagi ada saudara jabang bayi, yang keluar dari ayah bernama Babu Ugian. Sembilan bulan ada di dalam kandungan, keluar lagi saudara si bayi dari ibu, bernama Babu Kadered. Setelah sepuluh bulan ada didalam kandungan, maka bayi sudah siap untuk dilahirkan.


Merawat kehamilan
Bila seorang istri mulai mengandung, hamil, maka banyak hal yang perlu menjadi perhatian. Baik oleh si istri yang bersangkutan, maupun oleh sang suami. Terutama sekali tatkala si istri itu, baru untuk pertma kalinya mengandung. Artinya hamil baru pertama kali. Diawali dengan nyidam, istri nyidam akan banyak sekali permintaannya, yang kadang-kadang terasa aneh dan mengada-ada. Permintaan itu sedapat mungkin dipenuhi. Sebab, jika tidak terpenuhi dapat membawa efek yang kurang baik terhadap bayi yang sedang dikandungan. Karena permintaan istri yang nyidam, merupakan reproduksi keinginan si bayi, akan suatu makanan (zat), demi kelangsungan hidup dan perkembangan di dalam kandungan.

Dalam kenyataannya, hidup dan perkembngan seorang bayi selama dalam kandungan, sangat tergantung dari sikapibunya (orang tuanya). Baik masalah makanan, kesehatan, maupun dari segi watak atau kejiwaannya. Karena itu, baik fisik maupun kejiwaan seorang bayi, sangat ditentukan oleh sifat, watak kejiwaan seorang ibu waktu mengandung.

Perawatan sekala

Untuk mendapatkan seorang bayi yang baik, seorang ibu secara umum dapatlah disarankan, agar mendapat perawatan dan pelayanan yang cukup baik, antara lain :
perawatan kesehatan dari paramedis,
pemenuhan makanan bergizi bagi ibu dan bayinya, serta
perawatan mental dan psikologi seperti ajaran-ajaran agama dan kejiwaan.

Sikap lain yang patut diperhatikan tatkala istri sedang hamil antara lain :
Tidak membangunkan istri yang sedang tidur.
tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur. Sebab pada saat istri tidur, ia mendapat hubungan pemeliharaan secara gaib dari para Dewa, kala dan pitara (roh leluhur), agar bayi yang dikandungnya itu dapat hidup dan selamat.

Adapun Dewa yang memberikan kekuatan gaib antara lain : Sang Hyang Sukana, Sang Hyang Mertyu Jiwa, Sang Hyang Prama Wisesa, Pitara (roh leluhur), baik dari garis laki-laki maupun perempuan.

Selain itu, dikatakan pula, pada saat si istri yang sedang hamil itu makan, dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya.
Apa sangsinya, jika larangan itu dilanggar?
Kalau suami melanggar larangan tersebut, maka akan mendapat kutuk para Dewa, Kala dan Pitara. Si istri bisa mengalami keguguran, bayinya mati dalam kandungan, sulit waktu melahirkan, lahir udah dan sebagainya. Disamping itu, pada saat istri hamil, bila ia sedang makan, hendaknya jangan diajak bicara, apalagi diberi kata-kata kotor, kasar, keras yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena, Sang Hyang Urip sedang bersemayam pada orang yang sedang makan.

Itulah sebabnya kemudian muncul mitos yang mengatakan, tidak boleh membunuh orang yang sedang makan, walaupun dia seorang penjahat atau musuh sekalipun. Maka dari itu, bagi suami-istri agar semua pikiran, perkataan dan perbuatan, diarahkan pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma), agar terhindar dari malapetaka, baik bagi mereka berdua, maupun anak yang dikandungnya.

Kepada istri yang sedang hamil, agar suka mendengarkan sekaligus melaksanakan nasehat-nasehat, membaca kitab-kitab bertuah seperti cerita kepahlawanan, bermacam-macam sesana (peraturan tingkah laku), memeriksakan kesehatan jasmaninya, memperhatikan makanan yang sehat dan bergizi dan sebagainya. Semua aktivitas itu akan berpengaruh, dan menurun pada anak atau karakteristik bayinya nanti. Demikian pula, si suami hendaknya ikut pula menjaga kedamaian dan kerukunan rumah tangga, terutama terhadap istrinya yang sedang mengandung.

Ada lagi, beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian, dari suami yang istrinya hamil. Khususnya mengenai aktivitas yang hendaknya tidak dilakukan selama istrinya hamil. Seperti, jangan mencambuk sapi tatkala bekerja di sawah. Tidak boleh ngetok lait, atau menyumbat segala bentuk lubang (sombah), karena menurut kepercayaan, semua perbuatan itu akan membawa efek yang kurang baik bagi calon anaknya.

Dalam salinan Lontar Eka Pertama, disebutkan beberapa sikap bagi suami, sebagai kepala rumah tangga pada waktu istri hamil. Seorang suami hendaknya melakukan swadharma agar menurunkan anak yang baik (dharma putra), yaitu tidak diperkenankan:
 memotong rambut,
membangun rumah,
menyelenggarakan pengangkatan anak,
membuat tambak (empang)
membuat pagar rumah atau pagar ladang,
memperistri wanita lain,
selingkuh.
Larangan-larangan berlaku bagi suami tersebut, konon merupakan petuah dari Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu.

Perawatan niskala
Disamping perawatan secara sekala tadi, perawatan niskala juga sangat diperlukan. salah satu caranya dengan memberikan panglukatan maupun ruwatan untuk ibu hamil seperti yang termuat dalam artikel "Upacara Magedong-gedongan" dengan harapan, secara niskala bayi dan ibunya terlindungi.

Kanda Pat Rare
Yang dimaksud dengan Kanda Empat Rare disini tidak lain adalah Sang Catur Sanak dan bayi. Catur Sanak berarti saudara empat. Rare sama dengan bayi. Setiap diri manusia mempunyai saudara empat. Ketika manusia masih berupa janin di dalam perut ibunya, ke empat saudara ini nyata. Kasat mata. Bisal dilihat dengan mata telanjang. Adapun yang tergolong saudara empat, atau Kanda Empat Rare antara lain :
Yeh Nyom (air ketuban),
Getih atau rah (darah),
Banah/lamas (bungkus atau lemak pada kulit) dan
Ari-ari (uri/placenta).
Itulah nama-nama saudara empat yang menyertai bayi selama dalam kandungan. Keempatnya itu merupakan wujud nyata, dapat dilihat pada saatseorang ibu melahirkan bayinya. Akan tetapi dalam wujud abstrak, keempat saudara ini tidak dapat dilihat. Namanya pun berubah-ubah, sesuai dengan pertumbuhan si bayi.

Melihat fungsinya, keempat saudara itu besar sekali jasanya, dalam menjaga serta memelihara si bayi, selama ada dalam kandungan, sampai saatnya ia lahir ke Dunia. Maka dari itu, tidak salah kalau mereka disebut Catur Sanak atau Nyama Catur (saudara empat) si bayi, istilah Balinya Kanda Empat Rare, terhadap Yeh Nyom, Getih, Ari-ari dan Lamas, karena merekalah yang selalu menemani dan merawat si bayi. Bahkan menurut mitologi, si bayi telah berjanji tidak akan melupakan keempat saudaranya itu. Kalau sampai lupa, maka keempat saudaranya itu tidak akan menjaganya lagi. Janji itu diberikan dengan harapan, pada saat si bayi lahir agar di tolong mencari jalan keluar, yaitu ada yang membukakan pintu (yeh nyom), ada yang memapah dari kiri dan kanan (getih, lamas) dan ada pula yang mengantar dari belakang (ari-ari).

Yeh nyom (air ketuban - likuor amni)
Sejak hamil muda, kira-kira 3 bulan lamanya, sel-sel lapisan amnion, terutama yang meliputi bagian placenta, sudah mengeluarkan sedikit cairan jernih, yang berkumpul di ruangan amnion di mana janin itu berada. Bertambah tua kehamilan itu, maka bertambah banyak pula cairan amnion, sehingga pada bulan ke 10, janin seolah-olah terbenam dalam cairan tersebut. Cairan itulah yang disebut air tuban atau Yeh nyom.

Fungsi yeh nyom antara lain :
menjaga supaya jangan sampai da perlekatan antara amnion dengan janin, jika janin tumbuh menjadi besar.
menjamin tumbuhnya janin dengan sempurna, dengan tidak ada rintangan.
menjaga agar tali pusar tidak mudah tertekan oleh janin. Misalnya, kalau perut perempuan hamil itu terbentur, atau mendapat pukulan dari luar, sehingga janin tidak mendapat kerusakan atau gangguan.

Dan bila bayi akan lahir, maka lapisan amnion itu lebih dulu pecah. Bila belum pecah, maka bayi tidak dapat lahir. Itulah sebabnya, kenapa Yeh Nyom disebut sebagai pembuka jalan bagi kelahiran seorang bayi. Sehubungan dengan itu, seorang bidan sering membantu seorang ibu, yang melahirkan, dengan merobek lapisan amnion, dengan maksud mempercepat kelahiran bayinya. Disamping itu Yeh Nyom juga berguna untuk melicinkan jalannya bayi keluar dari vagina seorang ibu. Jadi begitu besar jasa Yeh Nyom terhadap bayi, baik semasih dalam kandungan, maupun saat kelahirannya ke Dunia.

Getih (darah)
Didalam rahim seorang ibu, ada ruangan-ruangan berisi darah yang berasal dari si ibu. Ruangan-ruangan itu kemudian disebut intervillair. Di tengah-tengah intervillair ini terdapat jonjot-jonjot chorion, yang tumbuh terus menerus dan bercabang-cabang, seakan-akan sebuah pohon. Sementara itu, pada tiap-tiap pohon dan cabang, tumbuhlah pembuluh darah, yaitu pembuluh darah vena dan arteri yang dapat mengalirkan darah janin. Darah vena berguna untuk mengangkat zat makanan ke dalam tubuh janin (bayi), dan darah arteri adalah untuk mengeluarkan ampas pertukaran zat dari tubuh janin (bayi). Kedua macam darah itu hanya terpisah oleh dinding villus (jonjot-jonjot), dan melalui dinding inilah terjadi pertukaran zat-zat makanan dari darah si ibu ke darah janin (bayi).

Ruangan Itervillair itu berada pada placenta. Dengan demikian, di dalam placenta itu sendiri terdapat beberapa macam peredaran darah, yaitu melalui pohon dan cabang dari jonjot-jonjot chorion tadi. Darah arteri dari dinding uterus (rahim), amat banyak melalui deciduas basalis (lapisan pembungkus telur). Dengan demikian, melalui arteriitu mengalir darah si ibu, ke dalam ruangan intervellair yang luas, pada bagian pinggir dari sekeliling placenta. Dan ruangan vena ini disebut “sinus circularis”. Oleh karena banyaknya terdapat jonjot-jonjot horion, maka pembuluh-pembuluh darah dalam jonjot-jonjot itu, berkumpul pada bagian placenta di bawah lapisan amnion. Pembuluh-pembuluh vena akhirnya meenjadi satu vena yang besar (vena umbilicalis). Dan pembuluh-pembuluh arteri berkumpul menjadi dua pembuluh, yaitu 2 arteri umbilicalis. Ketiga pembuluh darah ini (1 vena umbilicalis dan 2 arteri umbilicalis) akhirnya berpisah dengan placenta dan menyatu dengan tali pusar.

Jadi, begitu besar jasa getih terhadap kelangsungan hidup janin di dalam kandungan ibunya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pembuluh-pembuluh darah, seperti vena umbilicalis yang mengalirkan darah dari placentake tubuh janin, melalui tali pusat (pusar) dengan membawa zat-zat makanan. Dan 2 pembuluh arteri umbilicalis berfungsi mengalirkan darah dari janin kejurusan placenta, dan di dalam darah ini terdapat ampas-ampas yang akan dibuang oleh janin ke dalam darah si ibu. Tanpa darah (getih) manusia takkan bisa hidup.

Ari-ari (uri/placenta)
Ari-ari (uri/placenta) ini tidak kalah pentingnya dari saudara-saudaranya yang lain. Janin hidup di dalam zat hormone dalam placenta (ari-ari). Zat hormon ini, disamping berfungsi schokbeaker, sehingga si bayi tetap aman, selamat bila misalnya si ibu jatuh, juga berfungsi sebagai pengatur suhu disekeliling janin (bayi) agar tetap konstan. Placenta dapat dianggap sebagai stasiun pembantu, penyalur sari-sari makanan dan o2 dari si ibu kepada bayinya, dan juga sebagai penampung sisa-sisa makan serta CO2 dari bayi untuk diserahkan kepada darah si ibu. Dalam hal ini tali pusat (pusar) adalah sebagai jembatan penghubung. Proses inilah yang menyebabkan bayi bias tumbuh dan berkembang, sehingga akhirnya menjadi sempurna bentuk tubuhnya serta siap untuk lahir.

Kira-kira akhir bulan keempat, maka sejak itu terbentuklah uri atau placenta (ari-ari) yang tetap. Mula-mula bentuknya tentu kecil, akan tetapi seiring dengan tumbuhnya janin, uri itupun tumbuh menjadi besar. Jika diperhatikan, nyatalah bahwa uri (ari-ari) itu sebetulnya terdiri dari 2 macam jaringan, yaitu jaringan yang berasal dari telur (janin), yakni jonjot-jonjot dan chorion frondosum, dan jaringan yang berasal dari si ibu, yaitu deci dua basalis. Kedua jaringan itu tumbuh menjadi satu, tak dapat di pisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu benda yang tebal dan bundar bentuknya. Inilah yang kemudian dinamakan uri. Nama lainnya adalah placenta, dan di Bali disebut ari-ari.

Demikian ari-ari itu terbentuk dan berkembang di dalam rahim ibu, bersama-sama tumbuh mengikuti pertumbuhan janin itusendiri. Disamping kegunaan yang telah di uraikan tadi, ari-ari juga berguna sebagai alat pertahanan. Misal, si ibu menderita suatu penyakit, maka kuman-kuman penyakit di dalam darah si ibu tadi, tidak mudah masuk kedalam darah anak (bayi). Kecuali untuk penyakit tertentu, umpamanya syphilis, maka ari-ari pun tidak berdaya. Jadi, kalau orang tuanya syphilis, anaknya pasti syphilis.

Banah/Lamas (lemak pasa kulit/ cermix caseosa)
Pada akhir bulan ke lima, sejak terjadinya suatu pembuahan atau penghamilan, maka di bawah kulit janin, tumbuhlah jaringan lemak (gemuk), sedangkan kulit itu sendiri, pada bagian atasnya menjadi mati, dan bercampur dengan air tuban (yeh nyom), menjadi semacam gemuk yang melekat pada badan janin. Dengan adanya jaringan lemak di bawah kulit, maka janin dapat tumbuh dengan cepat, termasuk pertumbuhan tulang-tulang dan otot-ototnya. Melihat ajaran kejawen, maka posisi banah/lamas ini diganti oleh tali pusar (puser). Dalam pandangan jawa : pusar atau wudel. Bahasa Balinya pungsed. Menurut bahasa jawa kuno, istilah untuk pusar adalah nabi. Sedangkan pusar sendiri sebenarnya hanya bekas menempelnya tali pusar pada perut, ya tali pusarlah yang menghubungkan antara perut bayi dalam rahim dengan ari-ari. Ia sebagai alat untuk menyalurkan makanan dari ibu ke bayi dalam kandungan. Dengan tali pusar itu bayi mendapatkan pasokan makanan dari ibunya.

Jadi, bisa dimengerti kenapa kemudian yeh nyom, getih, ari-ari, dan lamas disebut saudara empat si bayi. Istilah jawanya, kakang kwah, adi ari-ari, getih dan puser. Karena amatlah besar jasanya dalam rangka menjaga dan memelihara ke selamatan serta pertumbuhan janin. Perilaku seorang ibu yang baru nyidam, dengan adanya manik di dalam kandungan yang makan sari-sari makanan. Manik ini adalah hasil persenggamaan bapak-ibu, yang bersemayam di dalam rahim. Manik itu membentuk huruf wong (Ong), bagaikan kanu, maka keluarlah “Catur Kanu”. Catur artinya empat, Kanu artinya saudara. Jadi Catur Kanu artinya saudara empat. Nama-nama saudara ini antara lain : Abra, Kered, Ugyan dan Lemana.

Sedangkan menurut buku Upacaran Manusa Yajna, nama-nama tersebut sedikit berbeda, akan tetapi pada dasarnya sama saja, yaitu : Babu Abra, Babu Kakere, Babu Sugian dan Babu Lembana. Selanjutnya, setelah janin itu berumur 20 hari, nama Catur Kanu itu berubah yaitu : Anta, Preta, Kala dan Dengen. Yang bernama Anta adalah ari-ari, yang bernama Preta adalah banah/lamas, yang bernama Dengen adalah yeh nyom (air ketuban). Sedangkan bayi itu sendiri bernama I Pung. Setelah bayi itu lahir. Maka nama-nama itu berubah lagi, yaitu : I Makair, I Mokair, I Jelair/Salahir dan Salabir, itu diberikan pada saat kepus pungsed (lepasnya tali pusat si bayi). Sedangkan nama si bayi sendiri ialah I Tutur Menget.

Setelah anak itu bisa memanggil bapa dan ibu, bisa berjalan, mulai saat ini mereka melupakan persaudaraan dan saling berpisah. Mereka pergi menuju tempat masing-masing. I Salahir pergi ke timur, I Jelair pergi ke selatan, I Makair pergi ke barat dan I Mokair pergi ke utara. Setelah berada di tempatnya masing-masing mereka kemudian mendapat anugrah bhetara, sehingga menjadi sakti dan namanya pun berganti. Yang di timur bernama I Anggapati, yang di selatan bernama I Mrajapati, yang di barat bernama I Banaspati, dan yang di utara bernama I Banaspati Raja.

Sesudah itu Ida Bhatara bersabda;
“wahai kamu sekalian pulanglah kamu ke dalam diri saudaramu I Legaprana. I Anggapati masuk lewat mata, bertempat di pepusuh (jantung). I Mrajapati masuk lewat telinga, bertempat di hati, I Banaspati kembali lewat hidung, bertempat di limpa. I Banaspati raja kembali lewat mulut bertempt di empedu”.
Maka dari itu, seseorang hendaknya tidak melupakan Sang Catur Sanak:
“Yan sira lali asanak ring sanakta, sanakta lali asanak lawan kita, ika kengetaken sai-sai”.

Artinya : Jika seseorang lupa bersaudara kepada saudara empatnya (Sang Catur Sanak), saudara-saudaranya itu lupa pula bersaudara kepada dia, itu hendaknya di ingat terus menerus. Pada hakekatnya, Sang Catur Sanak itu tidak lain adalah kekuatan-kekuatan gaib panca mahabhuta, sebagai bahan dasar pembentukan tubuh manusia. Seperti kekuatan gaib angin, kekuatan gaib api, kekuatan gaib tanah, kekuatan gaib air, dan kekuatan gaib angkasa. Bila itu tidak di pahami, kita pun tidak akan mendapatkan kegaibannya.

Setelah umur kandungan mencapai 9-10 bulan, maka sudah saatnya bayi lahir ke Dunia. Kelahiran ini bisa berjalan dengan baik, bila mendapat pertolongan dari Sang Catur Sanak. Seperti yeh nyom sebagai pembuka jalan, getih dan lamas/puser, yang memapah dari kiri dan kanan, serta ari-ari yang mengantar dengan sedikit dorongan dari belakang. Bila tidak begitu, maka seorang bayi akan sulit dilahirkan. Terkecuali lewat operasi sesar (SC). Tapi, itu bukan tujuan ajaran Kanda Empat Rare. Ajaran ini menginginkan seorang bayi bisa lahir normal. Selain itu, menurut kitab Primbon Betaljamur Adam makna, kelahiran seorang bayi bisa diperkirakan berdasarkan hari nyakitnya. Pada saat perut si ibu mulai teras sakit, seperti mau ke WC, seolah-olah mau buang air besar. Sebagaimana ciri-ciri orang mau melahirkan maka bisa diprediksi berdasarkan hari bukaan vagina sang ibu, berikut ini :
Minggu = kemungkinan lahir jam : 6,7,11,1 atau jam 5.
Senin = kemungkinan lahir jam : 8,10,1,3 atau jam 5.
Selasa = kemungkinan lahir jam : 7,10,12,2 atau jam 5.
Rabu = kemungkinan lahir jam : 7,9,11,2 atau jam 4.
Kamis = kemungkinan lahir jam : 8,11,1,3 atau jam 4.
Jum’at = kemungkinan lahir jam : 8,10,12,3 atau jam 4.
Sabtu = kemungkinan lahir jam : 7,9,12,2 atau jam 2.

Perhitungan ini berlaku untuk hitungan waktu pagi, siang, sore dan malam. Artinya kalau tidak jam 1 pagi, berarti jam 1 siang. Kalau tidak jam 8 pagi berarti jam 8 malam, segitu seterusnya. Dihitung mulai jam sakit perutnya si ibu hamil. Ingat, perhitungan ini berlaku untuk situasi normal, artinya kondisi bayi dalam perut tidak bermasalah, baik menyangkut posisi bayi maupun kesehatannya. Baik-baik saja. Normal. Perhitungan itupun tidak ketat, tidak saklek, dia punya batasan toleransi yang benar. Misalnya, menurut perhitungan anak itu lahir jam 1 siang, maka jam 1 siang itu berlaku mulai 5 menit setelah jam 12, dan berakhir 5 menit sebelu jam 2 siang. Begitu juga untuk jam-jam yang lainnya.

saat kandungan sudah berumur, bayi akan lahir dinamakan Jatakarma disebut juga tutug sasihan antara umur kandungan 9 sampai 10 bulan, Sang Kamareka dengan kesaktian Dewa Ciwa, akan lahir melalui Bhagamandala rahasia Sang Kamareka. Istilah jawanya disebut margahina (jalan yang hina/vagina). Dan saat ini, bayi tersebut bernama Sang Hyang Kawaspadan. Waktu sang bayi lahir diikuti atau diprakarsai oleh nyamane catur (saudara empatnya) yang terdiri dari : yeh nyom, getih, ari-ari, lamas/puser. Pada saat kelahiran bayi ini, dibuatkan suatu upacara kecil seperti yang dijelaskan dalam artikel "Upacara Jatakarma dan Mendem Ari-ari".

Hal lain yang perlu di perhatikan bagi suami atau bapak si bayi adalah : membersihkan semua kotoran yang diakibatkan oleh persalinan tersebut. Seperti darah-darah yang melekat pada kain, yang di pakai untuk melahirkan. Sebaiknya di cuci oleh suami atau bapak si bayi. Dalam hal ini termasuk juga ari-arinya. Dan pada saat melakukan itu, tidak boleh ada perasaan jijik di dalam hati. Lakukan dengan penuh kasih dan sukacita. Walaupun pada kenyataannya, ari-ari itu sudah dibersihkan oleh dokter atau bidan yang membantu persalinan itu. Tapi sampai dirumah, sebelum di tanam, sebaiknya dilakukan pembersihan ulang. Ini untuk menunjukkan rasa kasih dan suka cita anda, kepada anak dan saudaranya itu. dan setelah beberapa hari disaat sisa ari-ari yang melekat pada bayi sudah lepas, maka dibuatkanlah "Upacara Manusa Yadnya Kepus Puser"

setelah bayi atau rare berumur 12 hari, dibuatkanlah upacara ngelepas awon atau sering juga disebut dengan upacara yadnya Nama karma, karena pada saat upacara inilah pertamakalinya bayi diberikan Nama secara niskala oleh keluarganya.

setelah bayi berumur 42 hari, kembali dibuatkan "upacara Macolongan", yang di dedikasikan kepada nyame papat atau sang catur sanak yang telah melindungi si bayi semenjak dalam kandungan.

r. Upacara tiga bulanan

Setelah bayi berumur 105 hari (kurang lebih 3 bulan) maka dibuatkanlah upacara “nelu bulanin”. Si bayi dan bapak ibunya menghadap para Dewa di Hyang Kemulan atau merajan. Memohon kepada Betara Siwa Adidaya, agar si bayi bebas dari segala malapetaka. Secara sederhana upakara tiga bulanan ini biasanya berupa : banten penglepas awon/pebyakaonan, banten penyambutan, prayascita, peras seda, pejati, jejanganan, banten kumara, tataban dan banten tebasan pengambyean.

1. Tata cara pelaksanaan

Pertama, pandita/pinandita nuhur Ida Betara. Kedua, memuja memohon tirta penglukatan. Ketiga, pandita/pinandita memerciki tirta pada sesajen dan juga si bayi. Lalu dilanjutkan dengan natab penyambutan, penyeneng dan ditutup dengan nunas tirta betara. Mantra-mantranya : 1. Mantra penglepas awon = “pukulun bhatara brahma, bhatara wisnu, bhatara iswara, manusanira si angelepas awon ipun, bhatara tiga pakulun anyuda leteh ipun, teka sudha, teka sudha, teka sudha, sudha lepas malanipun”. Artinya = Om hyang Widhi wasa dalam manifestasi sebagai Bhatara Brahma, wisnu, iswara. Hamba-Mu si, memohon kepada Bhatara tiga agar membersihkan kekotorannya, sehingga menjadi suci dan bebas dari kesengsaraan atau penderitaan.

2. Mantra Penyambutan = “pukulun kaki sambut, nini sambut, tanedahan sambut agung, tanedahan sambut alit, yen lunge mangetan, mangidul, mangulon, mangalor, mwang maring tengah atmane si jabang bayi, tinututan dening pewatek dewata, pinayungan kala cakra. Pinageran wesi, sambut ulihakena atma bayu premanane si jabang bayi, amepeki raga sariranipun”. Artinya : Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai kaki sambut, nini sambut, tanpa kecuali sambut besar dan kecil, perkenankanlah hamba memohon mengenai roh si bayi, barangkali ia pergi ke timur, ke selatan, ke barat, ke utara atau ke tengah agar selalu mendapat perlindungan dari para Dewata, dipayungi oleh Kala Cakra dan berpagarkan besi. Selanjutnya, kembalikanlah kesempurnaan roh bayi ke badannya.

3. Mantra natab = “Pukulun kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri, ingsun aneda sih nugraha ring kita sambuta, ulapi atmane si. Menawi wenten ang ati-ati ring pinggiring samudra, ring tengahing udadi, kategak ring sarwa baksa, kakurung ring sumur agung, ndawag ulibakena ring awaknia si. Mogi-mogi dipun tetap medal kukuh, pageh, urip waras lan dirgayusa. Om ayu werdhi, yasa werdhi, werdhi pradnyan suka sriyem, dharma sentana wredisea. Santute sapta wredhayah”. Artinya = Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sang Catur Sanak, seperti kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri (nama lain dari yeh nyom, ari-ari, getih, lamad/puser), hamba mohon kepada-Mu agar si bayi menemukan kehidupan yang sejahtera lahir batin, diberikan panjang umur dan dijauhkan dari penyakit dan mara bahaya.

Upacara satu oton

Ketika bayi menginjak usia 210 hari atau enam bulan pawukon, maka dibuatkan upacara otonan. Upacara ini bertujuan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan terdahulu, sehingga dalam kehidupan yang sekarang mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mulai saat ini bayi boleh memakai perhiasan emas, perak atau ratna mutu manikan. Kalau anak belum punya nama, maka pada saat ini adalah saat terakhir untuk member nama. Atau kalau mau mengganti nama anak pada saat ini juga dilukat dan diberi nama baru, yaitu : yeh nyom disebut Anggapati, Getih/darah disebut Mrajapati, Ari-ari disebut Banaspasi, dan Lamad/puser disebut Banaspati Raja.

Karena tugas mereka untuk mengemban rare sudah selesai, maka Sang Catur Sanak kembali ke kahyangannya masing-masing. Antara lain : 1. Sang Anggapati pergi ke timur. 2. Sang Mrajapati pergi ke selatan. 3. Sang Banaspati pergi ke barat. 4. Sang Banaspati raja pergi ke utara. Banten yang dipergunakan biasanya : peras sedan tumpeng 11, dapetan, pengambyean, canang daksina, suci, banten permarisuda rare dan Sang Catur Sanak, Byakawon, prayascita, banten turun ke tanah, tedak siten, banten kumara, dan pengempug atau banten tumbuh gigi.

Pada saat otonan ini juga dilakukan acara menggunting rambut si bayi, sebagai simbul menghilangkan dasa mala yang ada pada bayi tersebut. Untuk selanjutnya bayi boleh digundul kuncung, artinya tidak plontos, rambut disisakan sedikit sebagai penutup ubun-ubunnya. Pada saat satu oton ini si bayi juga diperkenankan untuk menginjak tanah, agar mendapat berkah dari Sang Hyang Pertiwi. Dengan banten tuwun tanah atau tedak siten. Oleh karena itu, mulai saat ini si anak boleh menginjak tanah, dan mulai saat ini si anak boleh menginjak tanah, dan mulai saat ini juga si anak boleh diberi makan nasi.

Selanjutnya si bayi natab banten ngempugin agar segera tumbuh gigi. Lalu kelapa dan telur yang ada di banten pengempug itu dipecahkan. Kemudian gusi si bayi digosok-gosokkan dengan air kelapa dan putih telur tersebut. Ini adalah salah satu mantra ngempugin. Mantra : “Om Sang Hyang Surya, Brahma endi empug seka wetan untune si. Wesi kari pinaka untune, bumi kari pinaka gusine, arata jajare kaya walandingan sinigar, sira bhetari sri angelukata untune si. Tan keneng jamuran, tan keneng subatahan, munggah untune, Om Maha Bhatari Siwa Bumi Maha Sidhi”. Artinya = Om Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Sang Hyang Surya, semoga gigi si. Tumbuh sehat dan kuat. Mohon Bhatari Sri berkenan mensucikan sehingga giginya terhindar dari penyakit.

Sedangkan untuk upacara turun tanah, salah satu bait mantranya berbunyi sebagai berikut : “Turun-turun si jabang bayi, turun maring lemah, katutan mas picis raja brana”. Artinya = Maka turunlah si anak menginjak tanah, diikuti oleh segala kebutuhan hidupnya, berupa mas pipis raja brama, semoga hidupnya selamat dan makmur sentosa.

AJARAN KANDA PAT BHUTA

Kanda Pat Bhuta adalah ajaran pengiwa

Karena dia pengiwa, tentu saja bersifat wingit, tersembunyi, tenget, angker, misterius, aja wera dan rahasia.
Itu pula yang menyebabkan sangat sulit mencari lontar atau buku yang mengulas tentang Kanda Pat Bhuta ini. Ajaran Kanda Pat Bhuta bisa populer justru karena ada banyak mitos yang bercerita tentang itu. Dan oleh para budayawan, mitos-mitos tersebut diwujudkan dalam bentuk pagelaran seni tari, seperti tari Barong Ket, tari Barong Landung, tari Calonarang dan sebagainya. Dari mitologi-mitologi itu. Kalau seorang budayawan bisa mewujudkan ajaran Kanda Pat Bhuta, menjadi sebuah drama tari atau seni tari.

Yang pertama dipakai acuan adalah babad Rangda. Babad Rangda ini ceritanya nyaris sama dengan naskah lontar Tanting mas dan Tanting rat, atau Calonarang versi Bali.

Dari babad Rangda itulah kemudian muncul nama Kanda Pat Bhuta, yaitu:
Anggapati tempatnya di timur. Anggapati berarti kala, atau nafsu di badan sendiri. (Raga di musuh maparo, ringati ya tonggwanya tan madoh ri awak).
Mrajapati tempatnya di selatan. Mrajapati berarti penguasa kuburan (Setra ganda mayu), Durga.
Banaspati tempatnya di barat. Banaspati diwujudkan berupa jin, setan, Tonya (Barong landung), penjaga sungai atau pangkung tempat keramat dan sebagainya.
Banaspati raja tempatnya di utara. Banaspati raja diwujudkan Barong ket, merupakan penjaga kayu atau pohon besar dan hutan belantara.
Sumber lain menyebutkan ajaran Kanda Pat Bhuta muncul sesudah riwayat sudamala, yaitu sesudah Dewi Durga diruwat menjadi Bhetari Uma, dan kembali ke Siwa Loka. Maka tinggalah jasad beliau dengan segala sifat, tabiat, dan wataknya dahulu di Dunia ini. Oleh Sang Hyang Brahma, jasad itu kemudian dihidupkan kembali menjadi Catur Sanak, bernama Kanda Pat Bhuta.

Setelah itu, mereka kemudian msaing-masing diberikan tempt serta caranya mempertahankan hidup :
Anggapati = Menghuni badan manusia dan makhluk lainnya, sebagai makanannya, dia boleh memakan, mengganggu manusia, bila keadaannya sedang lemah dan dipenuhi oleh nafsu-nafsu angkara murka.
Mrajapati = Menghuni kuburan dan perempatan agung. Sebagai makanannya ialah bangkai, mayat yang ditanam melanggar waktu, hari-hari yang terlarang oleh kala dan kecaping aksara, padewasan.
Banaspati = Menghuni sungai-sungai, batu-batu besar. Sebagai makanannya, ialah orang yang lewat atau berjalan atau pun tidur pada waktu-waktu yang terlarang oleh Kala, misalnya tengah hari (kalitepet) atau sadikala.
Banaspati raja = menghuni kayu-kayu besar, misalnya kepuh rangdu, dan terutama kayu-kayu yang dipandang angker. Sebagai makanannya, dia boleh memakan orang yang menebang kayu, atau naik pohon, padawaktu yang terlarang oleh kala atau kecaping aksara, padewasan.

Keempatnya ini dinamakan Catur Sanak menurut kitab Kanda Pat, dan diberi nama Kanda Pat Bhuta. Semua siluman, jin, setan, memedi, tonya, gumatat-gumitit, dan yang lainnya, dibawah kekuasaannya.

Mitologi Barong Ket
Alkisah, Sang Hyang Siwa sedang menderita gering yang parah. Bhetari uma istrinya, diminta untuk mencari obat-obatan ke mayapada. Maka turunlah beliau ke dunia ini. Tepat pada tengah hari (kalitepet), sampailah Bhetari uma di Setra Gandamayu (kuburan), pada sebuah pohon randu beliau berhenti. Dan, karena ada sedikit kesalahan teknis, membuat pendaratan beliau menjadi tidak mulus, sehingga menimbulkan suara gaduh dan berisik.

Kebetulan pada saat itu, adalah merupakan waktu yang terlarang bagi Banaspati Raja, yang kala itu sedang tidur mendengkur di bawah pohon rangdu. Mendengar suara rebut-ribut dan pada waktu yang salah lagi, waktu terlarang (nyalah masa), dia bangun dan merasa wajib untuk nadah, atau memangsa orang yang dihadapannya. Lalu dengan garang menyerang Bhetari Uma. Pertempuran pun terjadi dengan sengitnya. Merasa kewalahan Bhetri pun mengeluarkan ilmunya, nyuti rupa, berubah wujud menjadi Bhetari Durga, dengan segala kesaktiannya dia menggempur balik Banaspati Raja.

Di dalam pagelaran drama tari barong, kisah ini dilukiskan dengan masuknya pemeran Bhetari Uma ke dalam rangki, diganti dengan munculnya Bhetari Durga atau Dewi Durga, lalu menyerang Barong ket, dan dipaksa masuk ke dalam rangki. Itu artinya bahwa, merasa kalah sakti dengan Bhetari Durga, Banaspati Raja pun melarikan diri. Tidak terima dengan kekalahan tuannya, maka rakyat atau pendukung Banaspati Raja pun mengamuk, mengeroyok Bhetari Durga, membuat rusuh, menghancurkan segala yang ada disekitarnya. Masih belum puas juga, diapun menyiksa dirinya sendiri. Menusuk-nusuk diri dengan keris, ngurek atau ngunying (keris dance, kata orang inggris). Mereka akan sadar kembali setelah puas melampiaskan amarahnya, atau ditenangkan oleh tuannya. Kisah ini dipentaskan dengan munculnya kembali Banaspati Raja, Barong Ket yang diiringi oleh para pemangku, kemudian memercikkan tirta sehingga mereka yang kesurupan menjadi sadar.

Mitologi Barong Landung
Di dalam mitologi Barong Landung disebutkan bahwa Banaspati adalah siluman sungai (Tonya raksasa), bernama Bhuta Awu-awu diusir dari Bali. Tentu saja melalui pertempuran yang dahsyat dan sengit, dengan melibatkan berbagai kekuatan ilmu dan ngelmu, sekala-niskala. Akhirnya Bhuta Awu-awu kewalahan dan lari ke Nusa Penida (Dalem Ped) dan menjadi pepatih bergelar I Ratu Gede Mecaling. Sumber lain mengatakan bahwa, Banaspati adalah jelmaan roh manusia yang mati penasaran. Mati secara tidak wajar. Apakah karena dibunuh, bunuh diri, kecelakaan, mati muda (mati sebelum waktunya) dan sebagainya. Akan menjadi roh penasaran dan bergentayangan mencari mangsa.

Sebentuk mahluk yang muncul dari kuburan, antara 1 sampai 40 hari kematian seseorang, berwujud sinar kehijauan, endihan gadang, melayang-layang seirama desiran angin. Dari semua mitologi tersebut menyatakan bahwa wujud Banaspati itu berbeda-beda. Ada yang mengatakan seperti Barong Ket. Yang lain bilang seperti Barong Landung. Ada juga yang bilang berwujud Endihan Gadang, sinar kehijauan.
Tapi ada satu hal yang bisa mempersatukan persepsi kita yaitu :
Anggapati warnanya putih tempatnya di timur.
Mrajapati warnanya merah tempatnya di selatan.
Banaspati warnanya kuning tempatnya di barat.
Banaspati raja warnanya hitam tempatnya di utara.
Warna merujuk kepada symbol sifat dan karakter dari masing-masing bhuta tersebut. Filosofi empat warna ini juga ada dalam ajaran lain, missal : tanah, air, udara dan api dalam filosofi Buddha Zen.

Untuk mewujudkan keberadaannya secara fisik, maka Kanda Pat dianggap bertahta dalam darah, oksigen, tulang sum-sum dan kulit daging manusia.
Namun, walaupun demikian, tetap saja ada pendapat yang berbeda.
Seperti ada yang mengatakan bahwa Kanda Pat Bhuta terdiri atas:
dengen, yang berasal dari yeh nyom, air ketuban.
kala, yang berasal dari darah, getih, rah.
bhuta yang berasal dari lamas, dan
preta (Anta-preta) yang berasal dari ari-ari.
ada pula yang menyebutkan, bahwa Kanda Pat Bhuta itu terdiri dari:
bhuta petak, putih berwujud dengen (raksasa)
bhuta bang, merah yang berwujud macan, harimau.
bhuta kuning yang berwjud Naga, dan
bhuta ireng, selem, hitam yang berwujud buaya.
Bila dapat mengendalikan, kita akan memiliki kekuatan dan kesaktian dari makhluk-makhluk itu tadi.


Ajaran kanda pat bhuta

Ajaran Kanda Pat Bhuta berasal dari ajaran yang terdapat di dalam lontar Catur Sanak. Catur berarti empat dan Sanak berarti saudara. Jadi Catur Sanak berarti saudara empat, atau ajaran yang mengungkap tentang keberadaan, kawisesaan, dan kesaktian saudara empat.
Beginilah ceritanya;
pada waktu manusia lahir ke Dunia ini, pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Tiga Sakti. Beliau Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau berstana di Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Lalu, disusul dengan lahirnya si jabang bayi yang diiringi oleh Sang Hyang Panca Mahabhuta.

Sehingga pengertian dari Kanda Pat Bhuta menjadi sebagai berikut :
Kanda = tutur; petuah; tetingkah; kesaktian; kawisesan; kasidian.
Pat = empat
Bhuta = denawa; raksasa.
Disebutkan dalam serat kidungan jiwa wedha, bahwa;
pada saat manusia lahir ke dunia ini, maka pada saat yang sama lahir pula para Dewa dan siluman, binatang serta tumbuh-tumbuhan, dan mereka semua adalah saudara.
Jadi Kanda Pat Bhuta disini berarti empat macam ajaran, kawisesan, kesaktian, kasidian dari para siluman raksasa. Sehingga barang siapa yang dapat memahami ajaran ini, akan memiliki kesaktian, kawisesan, dan kasidian dari para siluman raksasa. Sehingga barang siapa yang dapat memahami ajaran ini, akan memiliki kesaktian, kawisesan, dan kasidian dari para siluman tersebut. Akan menjadi sakti seperti siluman.

Selain pengertian tersebut di atas, bhuta juga bisa diartikan sebagai daya, tenaga, atau kekuatan. Jadi bhuta = daya; tenaga; kekuatan yang besar. Sebesar daya tenaga raksasa.
Itulah sebabnya mereka yang kerangsukan atau kesurupan bhuta, akan memiliki daya atau tenaga kekuatan raksasa, atau daya kekuatan yang besar. Hanya saja daya atau tenaga yang besar ini sering tidak terkendali, tidak terarah. Karena sedang tidak sadarkan diri. Apabila tenaga atau daya kekuatan yang besar itu bisa dibangkitkan dengan ajaran Kanda Pat ini, denganpenuh kesadaran,sehingga bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik. Dengan pengertian seperti ini, maka ajaran Kanda Pat Bhuta adalah penengen.

Inilah ajarannya, ajaran pengiwa dan penengen, rahasiakanlah, jangan dibicarakan sembarang orang. Ila-ila dahat, berbahaya. Jangan dilecehkan, bila dilecehkan, musnahlah segala kegunaannya, dan menjadi bumerang bagi penganutnya. Dan kemudian menyakiti diri sendiri, seperti gila, marah-marah, boros, sakit mendadak, sakit lepra, buta serta pendek umur. Demikianlah akibat dari orang yang mempermainkan ajaran ini.

Katatwan kanda pat bhuta

Ketahuilah adanya ketatwan kanda pat bhuta:
pada saat manusia masih berupa janin, mayoga ring gua garban ibunta. Tatwan ika Sang Hyang Rare, nyelang linggih ring Sang Ibunta, Ibu Pertiwi.
Mengandung pengertian bahwa urip itu nyilih ring pertiwi, hidup baan nyilih. Karena itu apa yang ada di Buwana Agung ada juga di Buwana Alit, ring angga sariranta seperti :
kulit kabeh nyilih saking pertiwi,
bulun mata nyilih ring pada,
tulangta kabeh nyilih ring kayu,
dagingta kabeh nyilih ring paras,
mulukta kabeh nyilin ring endut,
rambut ta kabeh nyilih ring gule mwang ring awun-awun,
cangkemta nyilih ring gua,
giginta nyilih ring suket jurang,
matanta nyilih ring surya candra,
cunguhta nyilih ring semer,
karnanta nyilih ring jurang rejeng,
kejepanta nyilih ring tatit,
ambekta nyilih ring bintang,
sabdanta nyilih ring ketug lindu prakasa,
angkihanta nyilih ring anggun kabeh.

Begitulah adanya ketatwan hidup menjadi manusia. Barang siapa yang tidak memahami akan kerberadaan tersebtu, akan menjadi musuhlah dia. Bisa menjadi penyakit, mendatangkan bencana, hidup menjadi susah, banyak masalah.Karena itu, menjadi orang hidup janganlah sombong, jangan besar mulut, jika berbicara jangan sembarangan, perkataan terhadap sesame jangan curang-bog-bog-membohongi orang. Jangan pula jail, angkuh, congkak dan takabur. Hindari semua itu, karena hidup cuma baan nyilih, hanya pinjaman, hanya sementara.

Beginilah keberadaan beliau Sanghyang Panca Mahabhuta :
Ring purwa, ngaran aprag, yeh nyom dadi kulit, ngaran ibuk, dadi bhuta putih, dadi anggapati, mekrane bayuni mawisesa, dadi sang kursika, dadi bhatara iswara, sweta warna, magenah ring pepusuhan, mekarana ada panes-tis.
Ring daksina, ngaran getih dadi isi, ngaran I bodo, dadi bhuta abang, dadi mrajapati, mekrane wanen, dadi sang garga, dadi bhatara Brahma, merah rupanya, mesuang geni ring irung kiwe-tengen, magenah ring hati, ento mekarana ada jele-melah.
Ring pascima, ngaran sugian, mawak ari-ari dadi bhuta kuning, dadi banaspati, mekrana pageh, dadi sang metri, ring urat dadi bhatara mahadewa, warnanya kuning, megenah ring karna, ngerungu sabda ala-ayu.
Ring utara, malih puser dadi tulang, ngaran Ibaka, dadi bhuta ireng, ngaran sang basukih, dadi banaspati raja, dadi sang kursia, ring tulang dadi bhatara wisnu, hitam warnanya, magenah ring ampru, mesuang yeh ring tinggal, ngawas jele-melah.
Ring tengah, raganta ngaran I bagia, dadi sang pretanjala, dadi bhuta mancawarna, dadi dengen, dadi bhatara siwa magenah ring jaja, rupanya mancawarna, magenah ring lidah, dadi sabda-sidi ngucap.

Mangeregep kanda pat bhuta

Pangeregepe neher sira mamusti mangeranaksika tur masila marep purwa mwah maduluran :
"Pejati, toya anyar 1 gelas. Canang burat wangi. Asep menyan. Segehan mancawarna. Tetabuhan arak berem"
Kadi iki reregepane :
I anggapati regep manjing ring cangkem, terusang ring papusuhan, jantung, rumaksa jiwa apang pageh.
I mrajapati regep manjing ring irung, terusang maring hati, ati, rumaksa bayu apang kukuh.
I banaspati regep manjing ring tingal, terusang ring ampru atau limpa, rumaksa idep apang tan obah.
I banaspati raja regep manjing ring karna, terusang sakna maring ungsilan atau empedu, rumaksa sabda apang dadi sidi ngucap
Ika kaweruhe pasuk-wetun sanakta kabeh rinegep sapalakun rahina wengi.

Demikianlah cara angrasuk kanda pat bhuta, sebisa-bisanya dilakukan pada malam hari. Dan setelah menghaturkan banten atau sesaji yang disebutkan di muka, serta mantra reregepane juga sudah diucapkan, maka selanjutanya adalah :
lemaskan badan anda, jangan tegang, santai saja, atur pernafasan yang aris, panjang dan pendeknya satukan pikiran, jangan bimbang, jangan ragu dan jangan takut. Kalau masih dihantui perasaan bimbang ragu dan takut, maka anda tidak akan berhasil. Kalau memang belum yakin, belum percaya diri, sebaiknya memang tidak usah dilakukan. Karena apapun yang dikerjakan dengan pikiran ragu dan bimbang disamping tidak ada hasil juga bias menimbulkan penyakit di dalam jiwa anda.

Makanya, barang siapa ingin menyatukan kanda pat bhuta dengan dirinya, caranya :
“Sambat aranta kabeh, incepang ring hulu angen, kumpulang ditu rasayang. Suba ditu terusang kuncita, ngaran cekokan sirahe ring ungkur, beneng ring lelata, ditu cipatyang kayunta, sakeweh ajak arep-sakeneh sida, dadi pangeraksa jiwa, kasidian, kateguhan, kesaktian, lan matetamban wenang”
Artinya :
Panggil namanya semua, tempatkan di ujung angen-angen, cipta dan rasakan sendiri disana. Setelah itu jalankan ke kuncita, kecekokan kepala belakang yang lurus dengan selaning lelata, ditengahnya alis kanan kiri. Menciptalah disana apa yang diinginkan, dimohonkan, segalanya bias. Untuk pengeraksa jiwa raga, kasidian, kateguhan, kesaktian, dan pengobatan, semuanya bisa.

Setelah itu genahang ring raga, tempatkan di dalam badan, seperti ini mantranya:
Ih I anggapati, manjengakena sira ring cangkem, anerus ring papusuh.
Ah I merajapati, manjingakena sira ring irung, anerus ring ampru.
Eh I banaspati, manjingakena sira ring soca, anerus ring hati.
Uh I banaspati raja, manjingakena sira ring karna, anerus ring ungsilan.

Dan diteruskan dengan mantra berikut :
Ih I anggapati mungguh ring pempatan, dada, putih rupanira.
Ah I merajapati mungguh ring bahu kiwa, abang rupanira.
Eh I banaspati mungguh ring bahu tengen, ireng rupanira
Uh I banaspati raja mungguh ring ungkur, rupanya kuning.

Lagi ada mantra :
“Ih ah eh uh, sanakta kabeh aja sira anglaranira, ingsun aweha mreta ring dyun manic, ameta mangke amreta saking ibunira, syamukanku mijil ikang mreta. Iki mangke tadah sajinira, hana kita amreta iki, anahan ajak sanakta kabeh. Mangke alungguha sira ring ragan ingsun, aja sira papacuhan, pomo-pomo-pomo”
Seperti contoh berikut yang termuat dalam sebuah lontar, disebutkan bahwa, barang siapa yang sudah bisa merasakan kehadiran atau kemanunggalannya dengan Sang Catur Sanak, maka dia wajib melakukan “pebresihan” diri, dengan cara mandi di sungai setiap purnama dan tilem. Lakukanlah ini pada malam hari.

Caranya: duduk bersila di tengah sungai dengan air sebatas leher, sikap tangan amustikaranamenghadap keluwan dan terus mengucapakan mantra :
“Ih eling Sang Hyang Dharma, idih larankune ring pekarangan awak sarirankune, eling Bhatara Catur Buwana, idih larankune ring awak sarirankune, wastu aku bersih hening, hening, hening, hening. Eling sang buana sakti. Reksanen awak sarirankune, pomo raksa, pomo raksa, pomo raksa”
Itulah pebersihan Sang Catur Sanak, dan kalu sudah mebersih dengan mantra tersebut diatas, lagi mengucapakn mantra dengan posisi tangan menempel di pusar. Ini mantranya :
Om am ratna pradipta jagra agni ramaya, surya teja mahateja rakta warna brahma-rupi.
Om bam hredaya swahana ya namo.
Om am caturmuka dadi kunda namo.
Om hrang hring nadi saramaya kala ya namo, prameya karang.
Om trigama dupa dipa tayo namah swaha

Setelah selesai mengucapkan mantra tersebut, lalu dilanjutkan dengan mandi keramas yang bersih. sepulangnya dari sungai, sampai di rumah jangan makan sirih, karena ada pebersihan sekali lagi.
Sarananya: yeh, mawadah sibuh, bungan jepun apasang, setelah dipuja, maketis ring awakta, ring bunbunanta, raris minum, sugyang, pada ping telu.
Inilah mantranya :
"Ih ah eh uh, anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Suba kehaturan pabresihan pengening-ngening raganta sami, ayua kita pepancuhan, rumaksa aku apang pageh, lamun ana wong satru, leak sakti mapagin aku, tulakenta sira ajak makejang... pomo-pomo-pomo"

Masalah pebersiha diri, melukat atau mandi keramas, barang kali ada sedikit pertanyaan.
Bagaimana kalau di sekitar tempat tinggal tidak ada sungai?

Jawabannya adalah :
pebersihan, melukat atau mandi keramas itu dapat dilakukan pada sumber atau mata air yang lain. seperti pancoran, bulakan atau sendang, tempat-tempat permandian umum, di danau atau di segara (laut). Dan bila inipun tidak ada, maka dapat dilakukan di kamar mandi. Tentunya cara mandinya juga disesuaikan. Kalau tidak bisa kumkum ya, jangan kungkum. kalau tidak bisa berendam, jangan berendam. Cukup ucapkan mantranya saja, setelah itu menghening sejenak, lalu mandi seperti biasa.

Tidak hanya purnama-tilem. Cara mandi seperti ini dapat dilakukan bilamana anda merasa kesebelan, cuntaka. Pulang dari melayat, menengok orang meninggal. Melihat sesuatu yang tidak mengenakkan atau mengalami kesialan. Misalnya baru sembuh dari sakit, habis kecelakaan dan sebagainya.

Kesaktian kanda pat bhuta

Kesaktian Kanda pat bhuta ini berkaitan dengan fungsinya. Artinya mau digunakan untuk apa? Mohon keselamatan, kerejekian, kewisesan, keteguhan, pengobatan, atau kesembuhan dan sebagainya. Seorang pemangku di Bali, sebelum melakukan puja astawa ke Widhi, biasanya memagar dirinya terlebih dahulu dengan kekuatan mantra-mantra khusus. Biasanya dikenal dengan istilah mantra tan kodar, artinya mantra tak terdengar, karena diucapkan di dalam batin.

Berikut adalah beberapa contoh mantra-mantra kesaktian yang biasa digunakan dalam kanda pat bhuta. Mantra :
“Om A Ta Sa Ba I Na Ma Si Wa Ya. Ang Ung Mang.
Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Aja sira lali asanak ring ingsun, apan ingsun juga tan lali asanak ring sarira. Reksanan jiwa raganku den becik”
Sesudah itu regep sanakta apang memurti ring awakta, ini mantranya :
Ih anggapati, mijil sira saking pepusuh, anerus sira ring soca, alungguh ta sira ring pempatan, dada, merupa putih.
Ah I mrajapati. mijil sira saking ati, anerus sira ring irung, alungguh ta sira ring bahu tengen, marupa abang.
Eh banaspati, mijil sira saking ampru, anerus ring sira ring cangkem, alungguh ta sira ring bahu kiwa, marupa ireng.
Uh banaspati raja, mijil sira saking ungsilan, anerus sira ring karna, alungguh ta sira ungkur pamanggahan, merupa kuning.
Om nama siwa ya. Om sa, ba, ta, a, I

Inilah yang disebut dengan darma idep pageh terus. Dan kalau sudah bisa merasakan seperti itu, itulah manusia sakti-sakti luwih, semua musuh akan bakti ring awakta. Ika regeep den pingit, itu adalah perwujudan Hyang Sada Siwa, Siwa Agung Wisesa, gegelaran manusia sakti.

ini adalah pemantukan buwana agung ring buwana alit, ring awak sariranta. Ini wajib diketahui, karena ini adalah dasar menglesakang salwiring guna pangwisesan. Inilah mantranya :
“Ih sang ibu pertiwi, mantuk ring kulit. Paras mantuk ring daging. Embun mantuk ring otot. Endut mantuk ring muluk. Kayu mantuk ring tulang. Padang mantuk ring bulu. Gulem mantuk ring rambut. Gowa mantuk ring cangkem. Sumur, tukad, Sang Hkyang Surya Candra, kabeh pada mantuk ring netra kalih. Suket-suket mantuk ring gigi. Tatit mantuk ring kejapan. Iding, parang, rejeng, jurang, pada mantuk ring karma. Teja mantuk ring alis. Ambara mantuk ring bahu. Akasa mantuk ring usehan”
Ika wenang kaweruhan maka dasar pangregep sekala.

Dan ketahuilah pula bahwa pada sanakta juga bisa berwujud api. Berwujud gni pangesengan. Bisa digunakan untuk membakar lara petaka, mangeseng salwiring bayu.Karena itu, ika wenang murtyang den pageh, ika maka dasar sakti mawisesa. Beginilah adanya :
“Gni mahabara ring rambut. Gni jayengrat ring tinggal kalih. Gni rasyamuka ring cangkem. Ika regepan denira, menadi sanunggal, tunggalakena maring pukuhing jiwanta. Kalau sudah merasa di situ, regep mijil murub makatar-kataran ring arepanta, mijil paketel-tel masusun, matumpang siyu. Kalau sudah begitu, geseng salwiring kanga rep kageseng”

Beginilah cara pangeregepannya :
teher ta sira asila, mamusti mangranaksika, tur marep purwa, dulurang canang burat wangi, daksina pejatian, asep menyan, tetabuhan arak berem. Lelangunin Sang Hyang Mantra, tuntun deninig idep pageh terus. pageh terus ring paglekas ika, katon rong aprenta kadi gni angabar-abar matumpang siyu.
Begitulah penampakannya bila sudah dapat menghidupkan Sang Hyang Agni dari Sang Catur Sanak ini. Kalau menghadapi musuh sakti, maka panggil sanakta kabeh.
Mantra :
“Ih Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja, apang prayetna, sira angarepin satru sakti, aja pepancuhan kengetakena”

Dan kalau mengobati orang yang sakit, maka sarananya adalah :
yeh anyar mewadah sibuh, sekar putih, barak, kuning, selem pada mekatih.
Mantra :
“Ih Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja, sira apang preyatna, tohan kawisesan nirane, anambani gering si apang seger waras, aja sira pepancuhan, pomo, pomo, pomo”
Kemudian tarik nafas dan tahan sekuatnya, lalu tiupkan ke air tersebut, untuk maketis, minum, sugyan, masing-masing tiga kali. Selanjutnya ketahuilah adanya pemurtian beliau, sanak tane patpat same pad sareng mamurti, termasuk iraga juga mamurti menjadi bhuta, bergelar Panca Mahabhuta. Dengan perwujudan beliau adalah beruap : pertiwi, apah, teja, bayu, akasa. Dan dari pamurtian ini lahir Sang Hyang Dasaksara seperti : Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya. Dari Dasaksara lahir Sang Hyang tiga, Sang Hyang Tri Aksara : Ang, Ung, ang. Dan dari Tri aksara ini lahirlah Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Ongkara. Itu semua kemudian menjadi linggan Bhuta, Bhetara dan Dewa.

Dari situlah kemudian lahir mantra :
Om, sa, ba, ta, a, I, na, ma, si, wa, ya, ang, ung, mang.
Om aku mawak Sang Hyang Tunggal, sakti aku tan kahungkulan, tan keneng tulah mwang pawastu, tan kena aku aceping Bhutakala, Bhuta dengen, mwang desti, tuju, teluh, terangjana, guna lanang, guna istri, aku tan kena guna pekaryaning manusa sakti wisesa, wastu sakuwuning gumi lemah sengit, tela campuh sumpah supata punah, punah, punah.
Om namo namah swaha

Dalam sumber lain yaitu di dalam lontar Kanda Pat Rare ada disebutkan mantra yang berkaitan dengan Kanda Pat Bhuta ini, secara lebih lengkap sebagai berikut :
bila terjadi perang, kerusuhan, atau perkelahian, maka untuk keselamatan diri dapat diucapkan mantra ini :
Ih anggapati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, teumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo.
Ah Mrajapati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo.
Eh banaspati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sir, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo. Uh banaspati raja, iling sira asanak lan ingsun-ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo.

Lalu menoleh kiri-kanan, kemuka dan kebelakang, pada saat mengucapkan mantra ini, nafas ditahan. Kemudian keluarkan perlahan dari lubang hidung, sambil memperhatikan lubang hidung mana yang lebih lancar, kanan atau kiri?
Kalau yang lancar itu lubang hidung kanan, maka kaki kanan yang lebih dulu dijalankan, begitu juga sebaliknya. Dan bila lancar dua-duanya berjalanlah tanpa ragu, tan pejah sira ring payudan, doh ikang agering, tan wania durga amarani sira.
Dan kalau mau tidur, agar bisa tidur dengan baik, tidak gelisah, tidak terganggu. Bisa tidur dengan selamat dan bangun pun dengan selamat, sehingga badan menjadi sehat. Maka ucapkan mantra berikut :
Ih I anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja, ajak panakta kabeh, ingsun arep turu, sira atangia, reksanen jiwa ragaku, yan ana wong ala paksa, leak mawisesa, upassasab, merana gerubug, tulaken ta sira ajak makejang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo

Atau kalau ingin dibangunkan pada jam-jam tertentu disisipkan kalimat, “gugahan aku jam”, sebelum kata “aja lali” di atas. Dan berikut adalah ajian pamungkas dari Kanda Pat Bhuta. Tapi ingat jangan dilecehkan, jangan disebarluaskan kepada mereka yang tidak sepatutnya. Sebab, kalau dilecehkan hilanglah kegaibannya. Ini adalah ajaran rahasia, ilmu yang dirahasiakan oleh seorang guru. Tidak mudah seorang guru untuk menurunkan ilmu ini, kecuali beliau sudah paham dan yakin betul akan sifat dan watak muridnya.

Gunakan ilmu ini hanya bilamana diperlukan, atau dalam keadaan terpaksa, karena dipaksa oleh suatu keadaan.
Inilah ajian I Bhuta Siu. Mantranya :
“Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Ingsun matek ajian I bhuta siyu, bhuta siyu kangtapa ing guwargar-bane I bagaspati. Sakehing samar, bhuta-bhuti, kala-kali, luluh mesarira tunggal ring ingsun. Seakehing satru, leak sakti, mawises, desti, tuju, teluh, aneranjana. Teka wetan, kulon, kidul lan lor. Pada kamigilan, keprabawan ajianku I bhuta siyu, kang mrumbul metu maewu-ewu, pake bles-bles tan keni pati. Temah pada giris lumayu bubar sar-saran. Ya ingsun atining bumi”

Selain itu, kesaktian dari Kanda Pat Bhuta ini, juga bisa dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus. Seperti contoh berikut ini :
apabila ingin sakti dan dicintai oleh sesame maka siapkan saran banten : rayunan mancawarna, 1 pajeg, dengan ikan ayam brumbun, nasi tulung 125 tanding, nasi takilan 216 tanding, dijadikan masing-masing satu tamas, suci atau soroh, pras ajuman, canang pasucian, daksina gede sarwa 3 satu, pemanisan, satu dulang, segehan cacan satu tanding, segehan agung satu tanding, penyambleh ayam brumbun, tetabuhan arak berem.

Apabila akan bertempur, mesiat lemah, mesiat peteng, bertempur sekala maupun niskala, baik secara nyata maupun tidak nyata, maka bantennya sama dengan di atas. Dihaturkan dahulu kepada Sang Hyang Panca Mahabhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali, atau bahasa mantra anda sendiri. Mohon diberikan kesaktian, prajurit siluman dan atau yang lainnya. Setelah dihaturkan, kemudian sisa dari semua banten dan segehan ditatab. Jangan terkejut, jangan kaget, dan jangan pula anda menjadi takut. Bila tiba-tiba merasakan suasana yang berbeda, suasana yang mencekam, yang membuat bulu kuduk anda merinding. Atau tiba-tiba seolah-olah melihat penampakan yang menyeramkan, baik suaranya maupun perwujudannya yang aeng. Itu berarti bahwa permohonan anda telah diterima. Dan anda telah siap untuk menjadi seorang yang sakti seperti siluman.

Dan bilamana anda berkeinginan untuk nerang hujan, maka siapkan saran bantennya : Ajuman pelung 3 tanding, ajuman selem 1 tanding, canang segenep, peras ajengan, canang daksina gede sarwa 4 satu, suci satu soroh, rayunan pajegan satu tanding,penyambleh ayam samalulung, tetabuhan arak-berem, dengan sarananya dupa.Caranya : semua banten dihaturkan dahulu kepada Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali atau bahasa mantra anda sendiri. Memohon agar terjadi hujan, agar turun hujan. Setelah itu anda mandi basah kuyup seluruh badan, sambil menyembur-nyemburkan air. Dengan menggunakan air kelebutan, atau air sumur.

Bila anda berharap bisa mengikat leak atau bebai dari rumah anda. Maka dapat dilakukan dengan menyiapkana sarana banten sebagai berikut : ajuman berbentuk ular, dengan ikannya telur mentah, peras ajuman, canang daksina.
anda ingin membingungkan leak, membuat leak menjadi bingung. Maka dapat dilakukan dengan sarana banten sebagai berikut : Nasi naga ikannya telur mentah, lima butir, peras ajengan, canang daksina. Caranya : haturkan terlebih dahulu semua banten kepada Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali atau bahasa mantra anda sendiri. Mohonlah sesuai dengan harapan dan tujuan anda.

Kanda pat bhuta siluman
Di dalam ajaran kanda pat bhuta melakukan barter dengan siluman yang memberikan kesaktian, baik dengan nyawa anda sendiri atau sogokan-sogokan lainnya, seperti darah binatang misalnya, atau sejenis upakara tertentu yang dihaturkan pada hari tertentu pula. Itu biasanya tergantung tinggi-rendahnya kesaktian yang diinginkan. Cara ini kalau di Jawa disebut dengan prewangan.

Dalam anggapan sebagian masyarakat, mereka yang berhasil menempuh cara ini, biasanya dijuluki dukun sihir, ahli nujum. Ilmu gendam, sihir merupakan salah satu contoh kekuatan siluman. Salah satu jenisnya sering dipraktekan di jalanan, di pasar-pasar, atau terminal-terminal. Sehingga keeseokan harinya, termuat di koran atau di televise, ibu ini dan ibu itu, tertipu habis-habisan, tanpa sadar memberikan perhiasannya dan uangnya kepada si anu, yang sama sekali tidak dikenalnya. Karena baru ketemu kali itu.

Siluman mengacaukan kesadaran seseorang dan mendungukan hak asasinya, sehingga korban tidak menolak jika diminta. Tidak marah walau ditipu. Ketika kesadarannya pulih muncul penyesalan luar biasa. Namun segalanya sudah terjadi. Kekuatan siluman tidak abadi. Ia berhasil mengikat kesadaran seseorang hanya untuk beberapa saat. Bisa dihitung dengan jarak dan waktu. Ketika korban sadar, biasanya pelaku sudah berjalan ratusan meter. Jarak tertentu ini membuat kuasa siluman tercabut dari korban. Karena siluman yang tadi menyekap korban harus segera kembali mengikuti si pelaku kejahatan itu lagi. Karena sudah oncat maka kesadaran korban kembali pulih. Tidak linglung lagi.

Begitu pula karakter lain dengan persyaratan waktu. Kesadaran kembali pulih jika kejadiannya sudah berlangsung beberapa saat, paling lama satu jam. Diantara radius jarak dan waktu itulah, pengguna ilmu siluman menyelamatkan dirinya dan menghapus jejaknya. Sehingga mempersulit semua pihak untuk menyelesaikannya. Disamping korban juga sudah kehilangan memorinya atas kejadian tersebut. Siluman merampas hak memori kita. Daya ingat kita dan indera penalaran kita. Itulah sebabnya, mereka yang kesurupan siluman akan kehilangan kesadarannya, dan bertingkah laku seperti siluman. Kalau yang nyurup itu siluman celeng, maka dia akan bertingkah seperti celeng. Dan kalau yang nyurup itu siluman monyet, maka dia akan bertingkah laku layaknya seekor monyet. Begitu seterusnya. Maka itu, janganlah bangga bila anda bisa kerauhan. Itu tandanya betapa rapuhnya jiwa anda, karena bisa dengan mudah dikuasai siluman.

Di Bali kekuatan siluman ini biasanya dimanfaatkan oleh mereka yang belajar ilmu pengiwa, termasuk Kanda Pat Bhuta ini. Upacara ilmu pengiwa, biasanya juga diselubungi kengerian sebagaimana persyaratannya. Persyaratan ilmu pengiwa sangat akrab dengan dunia kematian. Tidak sekedar canang dan dupa, atau kembang menyan, tapi minimal ada pejatian, segehan agung, bene jejeron celeng (seperti ati, darah, jantung, usus dan lain-lain semuanya seba sedikit), juga tetabuhan arak-berem.

Jika ilmu pengiwa yang dipelajarinya itu lebih ekslusif, maka persyaratannya pun menjadi lebih ekstrim. Umpamanya : darah tidak boleh lagi dara binatang, melainkan tetesan darahnya sendiri, juga tetabuhannya tidak lagi arak-berem biasa, melainkan arak-berem yang beralkohol tinggi, seperti arak api misalnya.

Pemuja Bhetari Durga pada umumnya juga belajar ilmu pengiwa dalam kelompok yang sangat eksklusif, yang umum dikenal dengan istilah Leak Ugig, leak wegig, leak pemaron, leak selem, harus berkelana, bergentayangan berselubung kekuatan gaib saat malam menyelimuti bumi, biasanya pada saat-saat menjelang rerahinan kajeng kliwon, untuk memburu darah segar manusia, yang mengalir di tubuh bayi yang baru lahir. Tujuannya merebut hak hidup anak itu menjadi hak dia. Dalam perburuannya itu, ia akan merubah wujudnya menjadi api, endihan, terbang ke sana kemari, menembus langit kelam. Terbang dari rumah yang satu ke rumah yang lainnya. Dan akhirnya menukik pada sebuah rumah, lalu besoknya terdenga berita, “yee pianak si anune sube sing nu”, padahal kemarin masih sehat walafiat, masih segar bugar.

Begitu rentannya seorang bayi terhadap ilmu hitam, kekuatan hitam. Begitu mudahnya seorang bayi menjadi korban ilmu hitam, kekuatan hitam. Pemuja Bhetari Durga, atau kekuatan hitam berubah sakti mandraguna. Jika mati hidup lagi. Karena sudah merebut hak hidup orang lain lebih dari sekali. Semakin banyak korban, nyawanya semakin rangkap-rangkap. Itulah sebabnya, bila ada orang terkenal sakti, bisa ngeleak, pasti akan susah mati. Walaupun sudah jompo, sudah terbaring di tempat tidur, tetap saja tidak mati-mati.
Mengapa demikian? Karena dia sudah tidak murni manusia lagi, dia sudah merupakan “Manusia setengah siluman”.

Nah, orang-orang itu hanya bisa mati apabila:
tubuhnya, khususnya organ vital di dalam tubuhnya sudah benar-benar rusak, tidak berfungsi lagi, maka roh siluman yang bersemayam di dalam dirinya akan pergi meninggalkannya, maka matilah dia.
dia akan mati bila dalam suatu proses perebutan kekuasaan, dalam perang antar leak, dia dikalahkan oleh leak lainnya, maka matilah dia.
dia akan mati bila dikalahkan oleh Balian Penengen, dalam usaha merampas dan mempertahankan hak hidup orang lain. Tapi untuk kasus ketiga ini, sangat jarang terjadi. Yang sering terjadi justru Balianlah yang dikalahkan oleh leak.

Para pemuja Bhetari Durga ini seolah-olah bisa hidup abadi. Namun sesungguhnya tidak. Manteranya yang abadi, ajarannya yang abadi. Dari satu generasi ke generasi berikutnya tetap sama. Baik format maupun bahasanya. Mencari orang yang berminat membaca dan mempelajarinya. Menunggu dengan penuh kesabaran di balik pintu dan jendela. Beredar tanpa kasak-kusuk, bergerak di bawah tanah. Suatu saat kembali dianut seseorang, secara sengaja ataupun tidak.
“Semakin jumawa, semakin sombong, iri, dan dengki, semakin melekat ilmu hitamnya. Semakin orang tergoda untuk melawan semakin kokoh pertahanannya”.

Walaupun ajaran kanda pat bhuta termasuk pengiwa, yang kadang juga bergeser menjadi siluman. Namun tidaklah dalam kategori berbahaya. Karena itu persyaratannya tidak sangat berat. Tetapi konsekuensinya, ilmu yang didapat pun tidaklah terlalu tinggi. Inilah salah satu sebab, kenapa Balian yang mengandalkan ajian Kanda Pat Bhuta ini, selalu kalah dengan leak. Kanda Pat Bhuta adalah ajaran pembukaan, ajaran permulaan, sebagai langkah awal,untuk melangkah ke ajaran yang lebih tinggi, yaitu Ilmu Kawisesan dan Spiritual Dharma lainnya. Adapun cara untuk mendapatkan kekuatan gaib ini adalah dengan melakukan Ngereh, paserayan, nyeraye, dengan mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat, tenget, angker. Pada malam hari menjelang rerahinan kajeng kliwon, dengan membawa upakara seperti yang telah disebutkan di muka, dan setelah upakaradihaturkan sebagaimana mestinya, lalu dilanjutkan dengan memohon panugrahan berupa kawisesan atau kesaktian. Bisa jadi cara ini tidak cukup hanya sekali, sehingga harus diulang beberapa kali, sampai mendapatkan apa yang diinginkan.

Kalau diterima anda akan mendapatkan sesuatu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang langsung biasanya berupa benda, bisa berwujud batu permata, taring binatang, keris kecil, atau sebuah benda yang berbentuk aneh. Kadangkala juga bisa berupa makanan, kalau dia makanan biasanya berupa manisan, permen. Ada malahan yang berupa binatang seperti kucing, burung, anjing atau binatang lainnya, yang diterima pada saat itu juga. Sedangkan yang tidak langsung, biasanya didahului dengan mimpi-mimpi. Di dalam mimpinya dijelaskan tentang tempat benda tersebut dan kegunaannya. Kalau dia binatang biasanya akan datang sendiri, atau dijemput di suatu tempat. Benda inilah yang umum dikenal dengan nama paica, pica.

Agar khasiat atau tuah pica itu tetap manjur, maka pica harus ditempatkan pada tempat yang layak. Biasanya di pelangkiran, di sanggah keumulan, pelinggih atau tempat khusus yang dibuat disertai upacara. Pica ini harus selalu diberikan sajen, dan pada hari suci tertentu dikeluarkan untuk dimandikan atau disucikan.

Kelemahan dari pica-pica seperti ini adalah sifatnya tidak langgeng. Kesaktiannya pun tidaklah tinggi benar, sehingga pada kasus-kasus tertentu kadang tidak dapat diandalkan. Disamping juga menciptakan ketergantungan, dan merepotkan diri anda sendiri. Untuk jelasnya adalah sebagai berikut : Sarana upacaranya:
Pejati, toya anyar 1 gelas, Canang Burat Wangi, permen asep, kemenyan atau dupa wangi, Segehan mancawarna, be jejeron celeng (bakaran), tetabuhan arak, berem.
Dalam situasi tertentu, agar tidak terlalu mencolok, maka sarana di atas bisa dikurangi, yaitu anda cukup membawa :
Canang burat wangi atau canang ajuman diisi permen dan sedikit jajan dupa waing, dan tetabuhan arak-berem.

Di tempat yang sudah ditetapkan, atau dipilih haturkan upakara yang dibawa, dengan menggunakan bahasa mantra anda sendiri. Sesuai dengan harapan, tujuan dan keinginan anda. Setelah itu lalu ucapkan mantra di bawah ini sebanyak 9 x (Sembilan kali). Mantranya:
Om awignamastu nama sidyam,
Ong pengenteg bayu dadi langgeng ta sira angalih pala boga angati-ngati sabda rahayu mangda molih merta kencana,
Ong, ang, ah perama siwa ya namah swaha
Ingat, mengucapkan mantra sambil bermeditasi, laksanakan sampai anda menemukan cihna, tanda-tanda atau paica, pica sesuai dengan harapan atau tujuan anda.


Ibarat ilmu, paica, pica pun perlu disempurnakan, dikumpulkan, disatukan agar menjadi kuat dan sakti mawisesa. mislahnya sudah menerima pica, pica macan siluman, yang merupakan salah satu wujud sakti Bhuta Mrajapati. Seharusnya dia tidak berhenti di situ. Dia harus mencari wujud-wujud sakti lainnya, seperti siluman raksasa, detya, denawa. Yang di Bali popular dengan gelar I Ratu Gede Mecaling. Adalah merupakan wujud sakti dari Bhuta Banaspati. Kemudian siluman buaya, yang merupakan wujud sakti dari Bhuta Banaspati Raja. Dan siluman Naga, atau ular yang merupakanwujud sakti dari Bhuta Anggapati.

Maka, barang siapa yang dapat mengumpulkan, menyatukan, nyungsung keempat paica, pica tersebut, akan menjadi Balian sakti mandraguna, sakti mawisesa. Menjadi Balian yang amat sakti yang didalam lontar di sebutkan sebagai :
“Ati anta kasub kajana lumraha pria, pageh kukuhing sandi sakti, weruh ta kia ring sidi ngucap, weruh tegesing lara muang pati urip, satitah basa batita, weruh ring ngsatawa sidi”.
Tapi kebanyakan Balian di Bali tidaklah begitu. Baru dapat satu paica, pica saja sudah sombong, sudah ajum, sudah jadi Balian.

“Ketahuilah anakku, bahwa kesempurnaan itu adalah penyatuan, bukan pemisahan. Seperti kau anaaku, yang akan menjadi semprna justru karena berkumpul kembali, dengan saudara-saudaramu yang belum sempurna. Seperti Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja. Unsur-unsur ini tersebar di empat penjuru Dunia, menjadi makhluk tanpa rupa, yang menunggu penyempurnaannya. Panggilah mereka kembali nak, agar segera bisa menyatu dengan dirimu. Sudah lama mereka mengharapkan kesempurnaan, supaya ebur wujud mereka yang tidak sempurna itu. Cintailah mereka nak, karena sudah lama mereka ingin bersatu dengan jagadmu. Pada jagadnya sendiri, mereka tidak berdaya apa-apa, malah makin hari makin sengsara mereka, karena diperalat oleh kejahatan yang memeliharanya. Mereka adalah kekuatan alam anakku, angin, api, tanah, air, cintailah alam, maka kekuatan empat saudara alammu akan benar-benar rumangsuk, masuk ke dalam jagadmu. Mengertikah kau anakku?”.

Sakti seperti siluman

Bila anda sudah bisa mendapatkan panugrahan, berupa paica, pica dari siluman, maka anda pun akan menjadi sakti seperti siluman. Di Jawa kesaktian siluman ini sering dipertontonkan lewat pertunjukkan kuda lumping. Dimana setelah disurupi oleh siluman, si pemeran kuda lumping akan kehilangan control dirinya lalu memakan pecahan-pecahan beling, kaca, tanpa cidera sedikitpun. Di daerah Banten, Jawa Barat, para seniman debus juga kerap menggunakan kesaktian siluman ini dalam pertunjukkannya. Sehingga dia menjadi kebal senjata, ora tedas tapak palune pande. Tidak terluka oleh senjata buatan pande, walau pedang itu setajam silet sekalipun.

Siluman memang akrab dengan kanuragan. Setiap perguruan ilmu kanuragan, yang mempertontonkan kesaktian, kekebalan, pasti menggunakan siluman untuk kesaktiannya. Bila tidak demikian, maka pertunjukkan itu hanyalah sekedar permainan. Tidak sungguhan. Hanya pura-pura. Sekarang perhatikanlah kutipan salah satu mantra yang sering digunakan pada pertunjukkan-pertunjukkan seperti itu :
“Kaki Durga, nini durga surupana dolananku iki yen ora kok surupake tak tuturake sang hyang wenang bel-robel setan gundul dadia dolananku iki”
Dari mantra tersebut di atas, dapat dipastikan bahwa pertunjukan-pertunjukan seperti itu jelas menggunakan kesaktian siluman, yang di dalam mantra tersebut disebut sebagai setan gundul. Dimana setan gundul merupakan sisya dari Nini Bhetari Durga.