Kamis, 06 Oktober 2016

SORGA DAN NERAKA BUKANLAH TUJUAN AKHIR

Tujuan Hidup Manusia Menurut Agama Hindu, “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharmah" Bukan Promosi Surga Atau Neraka

Agama Hindu memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: “Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah“, yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian abadi). Ajaran tersebut dijabarkan dalam konsep Catur Purusa artha atau catur warga adalah empat dasar dan tujuan hidup manusia.

Dharma

Tujuan manusia menurut agama Hindu disebut Catur Purusartha (empat tujuan akhir). Tujuan hidup yang pertama adalah dharma. Sebagaimana telah dijelaskan didepan, dharma berarti agama atau kewajiban. Pertama-tama manusia haruslah menjadi manusia beragama. Beragama berarti hidup bermoral. Hidup bermoral merupakan landasan bagi tujuan tujuan hidup berikutnya.

Artha

Tujuan hidup kedua adalah Artha. Artha artinya materi atau secara sempit disebut uang, secara luas artha diartikan sebagai keberhasilan atau kesuksesan. Untuk hidupnya manusia memerlukan materi. Tanpa materi bagaimana kita menyelenggarakan kehidupan rumah tangga, pendidikan dan kewajiban- kewajiban agama?

Tapi materi atau kesuksesan itu harus dicapai berdasarkan landasan agama dan dipergunakan sesuai dengan moral agama.

Kama

Tujuan hidup yang ketiga adalah Kama. Kama dalam arti sempit dimaksudkan kesenangan karena aktivitas seksual. Aktivitas seksual pertama-tama berfungsi sebagai prokreasi (regenerasi dan penerusan keturunan). Kedua aktivitas seksual berfungsi rekreasi (re=kembali, kreasi=menciptakan), peneguhan (kembali) hubungan cinta kasih antara suami dan isteri. Sekali lagi, kama harus dilandasi oleh dharma. Hubungan seksual itu harus dilakukan dalam kerangka perkawinan yang sah. Dalam arti luas kama juga mencakup kesenangan-kesenangan yang lain, misalnya yang ditimbulkan oleh keindahan dan seni.

Keseimbangan Jiwa dan Raga

Sebagaimana dikatakan dalam bahasan sebelumnya (Atman : Jiwa yang Kekal), manusia terdiri dari dua aspek yang saling melingkupi, yaitu badan dan jiwa. Masing-masing aspek ini, memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu. Artha dan kama (lebih) merupakan tujuan dari raga dan badan kita. Sedangkan dharma dan moksha merupakan tujuan dari jiwa kita.

Jadi kebutuhan raga dan jiwa kita harus dipenuhi secara seimbang. Agama Hindu sama sekali tidak mengajarkan pemeluknya untuk mengabaikan dunia. Tapi agama Hindu juga tidak mengajarkan kita hanya memikirkan dunia. Tujuan kita yang tertinggi yaitu moksha dicapai melalui perjalanan kita dalam kehidupan didunia ini. Jadi dapat dikatakan ketiga tujuan di atas, yaitu dharma, artha dan kama, merupakan tangga bagi tujuan hidup yang terakhir yaitu moksha. Bagaimana kita memperoleh ketiga tujuan ini, bagaimana kita mempergunakan artha dan kama akan menentukan apakah kita akan mencapai tujuan tertinggi itu atau tidak.

Surga adalah Persinggahan Sementara.

Dalam agama Hindu surga merupakan persinggahan sementara. Menurut Swami Dayananda Saraswati, surga adalah pengalaman liburan. Seperti seorang pergi ke Hawai atau ke Bali untuk bersenang-senang sebentar membelanjakan uangnya dan kemudian kembali ke rumahnya.

Bagavad Gita mengatakan :
“Setelah menikmati surga yang luas, mereka kembali kedunia ini sesuai ajaran kitab suci. Demi kenikmatan mereka datang dan pergi”.

Surga adalah kesenangan sementara (pleasure). Sedangkan kebahagiaan yang sejati (Joy atau happiness) adalah Moksha.

CARA MEMPEROLEH WARIS

Cara Memperoleh Waris atau Keturunan Laki-Laki Dengan Cepat

Tujuan setiap orang atau manusia adalah kebahagiaan. Keluarga yang bahagia adalah dambaan setiap orang. Seorang anak yang lahir adalah harta yang tidak ternilai harganya bagi setiap keluarga. Di dalam terbentuknya keluarga yang bahagia dan kekal adalah terciptanya seorang anak baik laki-laki maupun perempuan. Untuk mendambakan seorang anak yang suputra diperlukan persiapan yang sangat baik

Bayi dalam kandungan bisa terwujud berkat pertemuan antara kama petak dan kama bang yang juga disebut cukla swanita yang keluar dari purusa (laki-laki) dan pradana (wanita). Kama petak adalah unsure laki-laki yang juga disebut cukla yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara. Sedangkan kama bang adalah unsure perempuan yang juga disebut swanita, yang disimbolkan dengan Dewi Ratih. Kama petak dan kama bang yang disebut cukla swanita itu, lalu disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih. Menurut salinan lontar Smara Kriddha Laksana bahwa suami istri yang melakukan hubungan romantis, terlebih dahulu hendaknya mengucapkan mantra

"Om krong karetaya sampurana Dewa Manggala ya namah"

Dalam hubungan romantis suami dan istri agar memperoleh keturunan dan anak bijaksana, maka sebaiknya mengucapkan mantra terlebih dahulu seperti :

"Om rang Rudra ya namah, idep sire sadkrosa"

Kalau menginginkan anak yang selalu berhasil dalam hidupnya nanti, mantra yang diucapkan :

"Om jrung mrtyuncaya ya namah"

Selain itu suami istri harus melakukan pantangan yaitu dilarang membunuh makhluk hidup dan hati selalu cinta damai. Kalau ingin memiliki putra pintar, mantra yang diucapkan :

"Om crikomadewa ya namah", bratanya ialah suami istri melakukan seuatu hubungan romantis itu hendaknya saling asih.

Dari Pernyataan tersebut juga disebutkan cara memperoleh anak laki-laki, ada beberapa macam ketentuan adalah sebagai berikut :
suami menulis beberapa huruf pada ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan yang bunyinya: "Apurusa bhawati". Kemudian melakukan hubungan romantis pada siang hari dan konsentrasikan pikiran ke Sang Hyang Kamajaya
Memakai sarana antara lain: embotan pandan “asti” (bagian pangkal dan muda serta warnanya putih yang didapat dengan jalan menarik daunnya pada bagian atas dari pohon pandan asti tersebut) dipakai rujak yang dilengkapi pula dengan arak, terasi merah. Rujak itu ditempatkan pada mangkuk sutra dan disertai mantra: “Om cupu-cupu mirah dewaning buwel, tengan maisi putra, petu maha pekik. Om sidhi mantramku.” Setelah itu rujak tadi dimakan bersama-sama dan selanjutnya berpuasa selama sehari.
Pada ibu jari tangan kanan si istri, hendaknya diberi suatu tulisan, seperti inilah rajahnya :
Selain tersebut diatas, waktu sangat menentukan untuk dilihat dalam hubungan romantis. Adapun hari-hari yang tidak diperbolehkan melakukan hubungan romantis adalah
Hari- hari suci
Hari purnama maupun tilem
Tanggal ke-14 (prawani), yang dimaksud adalah sehari sebelum purnama/tilem
Pada hari datang bulan wanita untuk masa empat hari
Weton suami atau istri
Menurut ahli agama, Gde Pudja, M.A, dalam artikelnya, hubungan romantis dengan tujuan memperoleh anak suputra, sangat baik dilakukan pada hari ke-14 dan 16 terhitung dari hari pertama menstruasi karena akan dilahirkan anak laki yang teguh imannya, mulia, hormat pada orang tua, bijaksana, pandai, jujur, suci dan menjadi pelindung manusia pada umumnya. Kalau dibandingkan secara ilmiah hari ke-14 dan ke-16 sangat cocok karena pada waktu itu adalah masa subur. Menurut informasi lainnya disebutkan bahwa adapun cara lain untuk memperoleh anak laki-laki adalah dengan berdoa/sembahyang meminta anugrah kehadapan Ida Bethara Hyang Guru yang berstana di kemulan Rong Tiga di Merajan masing-masing.

Demikian artikel berikut ini, Apa yang di berikan oleh Ida Shang Hyang Widi Wasa harus kita patut syukuri, dengan kita berdoa dan bersembahyang pasti kita akan di berikan karunia seorang anak.

MAKNA PANCAAKSARA NA MA SHI WA YA

Makna dari mantra Namah Shivaya dijelaskan oleh Satguru Sivaya Subramuniyaswami:

Namah Śivāya adalah mantra suci Siva, tercatat di dalam Veda dan diuraikan dalam agama Shiva.

Na adalah anugerah Tuhan, Ma dunia, Si singkatan dari Siva, Va mengungkapkan rahmat-Nya, Ya adalah jiwa. juga terdiri dari Lima unsur, yang diwujudkan dalam formula doa ini. Na adalah bumi,Ma adalah air, Si adalah api, VA adalah udara, dan "Ya" adalah eter, atau Ākāśa. Banyak makna-maknanya.

Namah Śivaya memiliki kekuasaan seperti itu, setiap intonasi dan suku kata ini menuai pahala sendiri dalam menyelamatkan jiwa dari perbudakan dari pikiran dan untuk menghadapi dirinya sendiri dan melihat kebodohan. Beberapa orang bijak mengatakan mantra adalah tindakan, bahwa mantra adalah kasih dan bahwa pengulangan mantra menimbulkan kebijaksanaan diri.

Natchintanai suci menyatakan, "Namah Śivāya adalah kebenaran agama dan Veda. Namah Śivāya mewakili semua mantra dan Tantra. Namah Śivaya adalah jiwa kita, tubuh kita dan harta benda. Namah Śivāya telah menjadi keyakinan memberi perlindungan.

Buku The Power of Sansekerta Kuno Mantra dan Upacara, Volume I mendefinisikan Om Namah Shivaya sebagai:

"Mantra ini tidak memiliki terjemahan perkiraan. Suara yang terkait langsung dengan prinsip-prinsip yang mengatur masing-masing dari enam pertama chakra pada tulang belakang ... bumi, air, api, udara, eter. Perhatikan bahwa hal ini tidak merujuk pada chakra sendiri yang memiliki seperangkat berbeda benih suara, melainkan prinsip-prinsip yang mengatur chakra mereka di tempatnya. yang sangat kasar, non-terjemahan harfiah bisa berupa sesuatu seperti, 'Om dan salam kepada apa yang aku mampu menjadi. " Mantra ini akan mulai satu keluar di jalan pengembangan halus pencapaian spiritual. Ini adalah permulaan di jalan Siddha Yoga, atau Yoga Kesempurnaan Kendaraan Ilahi. "

"Na" mengacu pada Badan Bruto (annamayakosa), "Ma" mengacu pada Badan Prana (pranamayakosa), "Shi" atau "Chi" mengacu pada Badan Mental (manonmayakosa), "Va" mengacu pada Badan Intelektual (vignanamayakosa) dan " ya "mengacu pada bahagia Body (anandamayakosa) dan" M "atau" diam "di luar suku kata ini mengacu pada Jiwa dalam hidup.

MAKNA GANESHA MENURUT TRADISI HINDU DI BALI

Fenomena memasang Patung Dewa Ganesa mangda tatas semeton Bali

Hampir setiap rumah orang Hindu di Bali kini berisikan patung Ganesa. Yang dimaksud di sini adalah Ganesa versi India (untuk membedakan dengan Ganesa versi Bali yang disebut dengan Sanghyang Ganapati yang posisinya berdiri), sedangkan Ganesa versi India dalam posisi duduk.

Pemasangan dan pemajangan dari patung ganesa ini seolah olah menjadi trend dalam masyarakat Hindu Bali dalam lima tahun belakangan ini. Fenomena ini bisa jadi diakibatkan oleh beberapa factor seperti 1) Semakin berkembang pengetahuan filsafat agamanya sehingga dengan sendirinya tumbuh pemahaman akan keberadaan dari Dewa Ganesa . 2) Derasnya informasi dan dan tayangan mengenai kemuliaan dan kebesaran dari Dewa Ganesa melalui media sosial, media elektronik 3) Mudahnya untuk mendapatkan patung Dewa Ganesa baik yang terbuat dari batu, beton, plastik, atau bahan lainnya dengan harga yang relatif terjangkau. Derasnya aliran-aliran atau sekte kembali mewarnai kehidupan agama Hindu di Bali.

Penempatan patung Dewa Ganesa di kalangan umat Hindu di Bali seolah olah menjadi sebuah trend. Ada yang menempatkan patung Dewa Ganesa di pintu masuk rumah yang dalam bahasa Bali disebut dengan aling-aling dengan maksud sebagai penghalang kekuatan negatif memasuki areal rumah yang dapat mempengaruhi penghuni rumah. Ada yang menempatkan patung Dewa Ganesa di tengah-tengah natah / halaman rumah, yang konon difungsikan sebagai pelindung pekarangan dan penghuni rumah dari hal hal yang negatif. Ada yang menempatkan patung Dewa Ganesa di pintu masuk pura atau merajan. Ada yang menempatkan Patung Dewaa Ganesa dalam sebuah altar (tempat pemujaan khusus). Ada pula yang menempatkan patung Dewa Ganesa di tengah ruangan rumah, di atas meja, di kamar suci, di plangkiran, dan sebagainya.

Sepertinya penempatan patung Dewa Ganesa tersebut disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari umat. Dan hal ini menunjukkan bahwa Dewa Ganesa dipuja dalam berbagai fungsi serta ditempatkan untuk berbagai maksud dan tujuan. Hal ini pula secara tak langsung menunjukkan berbagai kemulyaan dan kemahakuasaan Dewa Ganesa. Dan keyakinan umat semakin kental dan semakin mantap ketika menonton beberapa versi tayangan film Dewa Ganesa di televisi. Dewa Ganesa menjadi trend, Dewa Ganesa kini menjadi Dewa yang sangat populer di kalangan umat Hindu Bali.

Trend memasang menempatkan patung Dewa Ganesa dan memuja Dewa Ganesa di Bali semakin menambah semarak praktek beragama Hindu di Bali. Praktek Hindu di Bali menjadi semakin kompleks. Fenomena ini pula memunculkan pertanyaan dikalangan masyarakat awam dan para pemerhati Hindu, pemerhati sejarah, dan para budayawan. Dimanakah semestinya patung Dewa Ganesa ditempatkan? Apa sebenarnya fungsi dari penempatan patung Dewa Ganesa di berbagai tempat tersebut? Apakah ini memang bebas ditempatkan, atau memang ada pakemnya seperti halnya dengan patung-patung dewa yang lainnya? Apa yang mesti dilakukan terhadap patung Dewa Ganesa yang telah ditempatkan?. Sesaji apa yang mesti dipersembahkan?

Mendengar pertanyaan tersebut, tergelitik hati untuk mencoba merenungkan mengenai fenomena ini. Dewa Ganesa mau diapakan? Padahal di dalam mazab Hindu Bali yang berlandaskan Siwa Budha yang terwujud dalam tiga kekuatan yang disebut dengan Tri Sakti / Tri Murti, serta dalam prakteknnya kental dengan nuansa Bhairawa yang telah memiliki pakem-pakem yang sudah baku dan berlangsung turun temurun di Bali. Misalnya saja untuk di aling-aling (penjaga pintu pekarangan) dalam Hindu Bali telah dikenal dengan Sanghyang Kala Raksa sebagai penjaga pintu pekarangan. Demikian juga dengan Sang Yaksa Yaksi sebagai penjaga pintu kanan kiri yang disebut dengan Sanghyang Apit Lawang. Di tengah natah sudah ditempatkan sanggah natah atau sanggah pengijeng yang merupakan linggih Sanghyang Catur Sanak Sakti yang tak lain adalah persatuan dari empat kekuatan saudara empat manusia (kanda pat) yang telah berwujud dewa, yang akan menjaga dan melindungi pekarangan rumah dan penghuninya. Sebab di dalam keyakinan Hindu Bali yang berbasiskan Tri Murti / Tri Sakti. Sakti adalah kekuatan yang disebut dengan Kala. Sehingga dengan demikian untuk fungsi-fungsi praktis seperti penjaga pekarangan rumah dan sebagainya diwujudkan dalam bentuk kekuatan sakti Tuhan yang disebut dengan Sanghyang Kala. Sanghyang Kala oleh para seniman Bali melahirkan patung berwujud aeng / berwibawa (bukan mengerikan !) seperti mata besar membelalak, membawa senjata, bertaring, berbadan kekar dan besar. Ini adalah perwujudan dari kala atau saktiatau kekuatan dewata.

Dimana sejatinya Dewa Ganesa ditempatkan, agar tidak terkesan latah apalagi ikut-ikut tak menentu, tanpa mengerti kesejatiannya. Agar tak terkesan melecehkan kesucian, kemulyaan dari Dewa Ganesa. Sebab Dewa Ganesa adalah dewa yang dimuliakan sebagai pelindung alam semesta dengan segala isinya. Dalam mitologinya, Dewa Ganesa sebagai putra Dewa Siwa ditugaskan menjaga kayangan Dewi Uma. Hal inilah yang membuat umat Hindu menjadi “salah kaprah” menempatkan Dewa Ganesa di depan pintu gerbang. Semestinya patung Dewa Ganesa ditempatkan di depan pintu masuk pura yakni Pura Dalem, sebagai penjaga pintu masuk kayangan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Namun di Pura Dalem (dalam mazab Hindu Bali) kedududkan Dewa Ganesa sebagai penjaga penjaga pintu kayangan telah diwujudkan sebagai Sanghyang Kala sebagai pemurtian dari Dewi Sakti / Dewi Uma dalam wujud Rangda. Karena Hindu Bali bernafaskan Siwa Bhairawa, yakni pemujaan kehadapan Tuhan (dewa Siwa) dalam wujud sakti beliau yakni Dewi Uma atau di Durga. Sehingga dengan demikian pura pura di bali terutama pura dalem kayangan dan prajapati serta tempat tempat lainnya senantiasa bernuansa angker. Hindu Bali mewujudkan pemujaan kehadapan Hyang Kuasa dalam wujud kekuatan Dewi Sakti. Sehingga wujud barong, rangda, rarung, sanghyang kala, dan wujud aeng lainnya tidak asing dalam Hindu Bali.

Kuatnya aliran Siwa Bhiarwa di Bali, maka Dewa Ganesa kurang menonjol. Bukan berarti tak ada, Dewa Ganesa dalam Hindu Bhairawa diwujudkan dalam bentuk Sanghyang Ganapati, kekuatan yang menetralisir, mengusir serta menghancurkan semua kekuatan negatif. Pada sasih kenem dimana sering terjadinya bencana, umat Hindu Bali menghaturkan sesaji dilengkapi dengan kober Sanghyang Ganapati, sebagai simbol pemujaan permohonan perlindungan kehadapan Sanghyang Ganapati agar terhindar dari segala bencana dan penyakit di dunia. Dewa Ganesa juga dipuja oleh para sulinggih untuk menetralisir kekuatan negatif dalam upacara Caru Resi Gana.

Umat Hindu Bali juga memuliakan Dewa Ganesa dalam sebutan sebagai Sanghyang Gana sebagai simbol kekuatan kepintaran, kecerdasan serta ketekunan, sehingga kisah Mahabarata yang sangat panjang detail dapat ditulis dengan lengkap dan sempurna.

Lalu kembali ke masalah penempatan patung Dewa Ganesa yang menjadi trend. Dimuliakan dengan kalung bunga mitir, disuguhkan sesaji buah-buahan, kue, gula-gula, dan dan diberi nyala lilin 24 jam non stop. Padahal kalau misalnnya patung tersebut akan dijadikan sarana pemujaan, maka menurut pakem Hindu, paling tidak patung Dewa Ganesa yang mulya tersebut dilakukan penyucian atau sakralisasi terlebih dahulu. Kalau dalam pakem Hindu Bali ada pengulapan, prasita, durmanggala, dan pemlaspas, sehingga menjadi suatu media suci yang layak sebagai media pemujaan. Mohon maaf, seolah-olah penempatan ini menjadi sebuah ajang untuk “pameran” spiritual. Dimana orang yang menempatkan patung Dewa Ganesa seolah-solah sedang menapaki tigkatan spiritual tertentu. Atau mungkin bisa dianggap lebih maju dalam hal spiritual. Namun sepanjang pengamatan, banyak yang menempatkan patung Dewa Ganesa hanya karena ikut-ikutan, tak banyak mengerti secara filosofi. Semua masih rancu atau mungkin “kacau”. Hanya sebagai sebuah “trend”. Apalagi tayangan film Dewa Ganesa di televisi sangat kuat mempengaruhi semaraknya umat memasang patung Dewa Ganesa. Termasuk pula teman-teman dari sampradaya yang “kurang” memahami Hindu Bali, gencar menyebarkan praktek aliran India ke komunitas umat Hindu Bali. Lalu “mengacaukan” pakem Hindu Bali yang telah mapan lebih dari seribu tahun. Maka ranculah jadinya.

Kalau memang serius ingin memuja Dewa Ganesa, silahkan untuk membuat sebuah pelinggih di merajan atau di pura, lalu linggihkan patung Dewa Ganesa secara layak. Dilakukan penyucian sebagaimana layaknya pakem dalam Hindu Bali seperti pemlaspas, ngelinggihin, dan ngaturang ayaban. Kemudian dilakukan pemujaan sesuai dengan pakem Hindu Bali.

Atau jika Patung Dewa Ganesa dipasang sebagai kelengkapan dari pura, maka patung Dewa Ganesa mesti diletakkan di ajeng atau di depan gedong linggih Hyang Dewi Uma atau di depan Gedong Dalem. Agar sesuai dengan filosofi yang melatarbelakangi keberadaan dari Patung Dewa Ganesa.

Maksud dari tulisan ini adalah untuk mengarahkan dari para kaum rohaniawan, tokoh umat Hindu untuk memberikan arahan bagaimana semestinya menempatkan patung Dewa Ganesa, dimana, bagaimana? seterusnya. Karena Dewa Ganesa adalah Dewa yang Mulia, Dewa Yang Agung, yang mestinya diitempatkan dalam posisi yang benar dan layak. Dengan harapan kekuatan beliau memancarkan memberikan perlindungan serta memberikan kecerdasan dan kebijaksaan dalam kehidupan manusia.

Seperti ungkapan para tetua Hindu Bali, “apang nawang unduk, apang nyak meunduk”. (arti bebasnya: Agar memahami perihalnya, agar paham dasar permasalahan). Hal ini untuk menepis cibiran umat lainnya termasuk pula dari kalangan sampradaya yang sering mencibir bahwa praktek Hindu Bali sebagai praktek yang maksud dan tujuan tak jelas. Kurang lebih demikian. Mohon ampun jika kurang berkenan.

Om Shri Maha Ganesa Ya Namah,Terpujilah yang maha mulia Dewa Ganesa.

SEBELUM MEMUJA DEWA SIWA

Bagi yg belum tahu

Sebelum memuja siwa sangat dianjurkaan terlebih dahulu memuja dewa ganesha dan dewi durga.

Khusus untuk dewa ganesha dulu,untuk mantra durgha menyusul di sahre.
Hapalkan terlebih dahulu sesuai kebutuhan yg tubuh anda perlukan.

1.Om Gam Ganapatayae Namaha
Mantra ini dipergunakan untuk memulai sesuatu yang baru, seperti memulai perjalanan, mengadakan usaha baru, buka kantor baru, penandatanganan kontrak-dagang baru, sehingga pelaksanaan usaha tidak menemui hambatan-hambatan.

2. Om Namo Bhagabatae Gajaanaaya Namaha
Mantra ini untuk meminta kehadiran Ganesha, dan akan dapat dirasakan kehadirannya.

3. Om Shri Ganeshaaya Namaha
Mantra ini untuk meningkatkan daya-ingat (terutama pelajar dan mahasiswa) untuk mencapai tingkat lebih tinggi dalam belajar.

4. Om Wakratundaaya Hum
Mantra ini sangat kuat untuk menghambat dan menghilangkan pikiran-pikiran buruk, baik untuk pribadi maupun untuk manusia di tingkat nasional maupun internasional bahkan tingkat universal. Sering dipergunakan untuk mengusir setan. Dapat juga untuk penyembuhan penyakit yang berkaitan tulang belakang (dari bawah ke atas) dan penyakit dipaha.
5. Om Kshipra Prasadaya Namaha
Mantra ini bersifat “instant” (cepat sekali). Mantra ini diucapkan, ketika ada bahaya atau kesulitan yang sudah tidak bisa diatasi sendiri.

6. Om Shreem Kleem Glaum Gam Ganapatayae Vara Varada Sarva Janamah Vashanamanaaya Svaha
Mantra ini mengandung bermacam-macam benih mantra. Tujuannya adalah untuk mohon berkat dan untuk penyerahan diri.

7. Om Sumukhaaya Namaha
Mantra ini sesungguhnya memiliki banyak arti, tujuannya menjadikan manusia menjadi cantik, baik (tubuh dan spritual) dan untuk hal-hal lain yang baik. Dengan sering mengucapkan mantra ini, akan menimbulkan rasa kasih-sayang.

8. Om AekadanTaaya Namaha
Mantra ini akan sangat membantu kepada mereka yang ingin “memusatkan” pikiran dan perasaan dalam bermeditasi. Jika dilakukan terus menerus, maka keinginan dapat dicapai.

9.Om Kapilaaya Namaha
Mantra ini untuk menyembuhkan manusia yang sedang sakit, karena mantra ini menciptakan warna dan tubuh anda, dan warna-warna itu dapat “disalurkan” kepada yang sakit untuk disembuhkan.  Mantra ini juga dapat dipergunakan untuk memohon agar keinginan seseorang dapat tercapai.

10. Om Gajakaranakaaya Namaha
Anda dapat mengucapkan mantra ini dimana saja. Penggunaan mantra ini adalah untuk dapat mendengarkan suara-suara dari alam gaib, baik dari berbagai jenis makhluk halus maupun dari mereka yang sudah meninggal. Mantra ini dapat membantu
“membuka” cakra (7 cakra) dan 72000 nadi (saluran-saluran kecil). Mantra ini cocok untuk mereka yang ingin maju di bidang pengembangan kebatinannya.

11. Om Lambodharaaya Namaha
Mantra ini digunakan untuk “menyatukan” diri anda dengan jagat-raya (alam semesta). Anda menjadi manunggal dengan alam-semesta dan menghasilkan rasa-damai tingkat tinggi, anda merasakan menjadi alam-semesta. Mantra ini sangat cocok dipergunakan mereka yang melakukan “olah batin”.

12. Om Wikataaya Namaha
Mantra ini membantu manusia mengetahui dan merasakan bahwa dunia material adalah maya dan ada “sesuatu” dalam diri sendiri yang lebih nyata dan abadi.
Kesadaran yang diperoleh dari mantra ini, adalah dapat menjauhkan diri dari “keterikatan duniawi” dan menemukan ketenangan batiniah. Dunia hanya sebuah drama dan setiap orang menjadi pemeran tertentu dalam setiap kehidupannya di dunia
yang fana ini.

13. Om Wighna Nashanaaya namaha
Mantra ini untuk mengatasi kesulitan pribadi dan hambatan-hambatan dalam diri sendiri. Kesulitan dan hambatan tsb. Dapat “dibebaskan” dengan mantra ini.

14. Om Winayakaaya Namaha
Mantra ini dipergunakan untuk melancarkan segala macam pekerjaan/usaha. Anda akan dapat menguasai dan memecahkan masalah dengan baik serta membuat “masa keemasan”.

15 Om Dhumraketuvae Namaha
Mantra ini untuk membantu menciptakan perdamaian dunia, terutama jika pengaruh komet Halley sedang melanda dunia yang berarti banyak pertumpahan darah (keributan-keributan) di seluruh dunia. Mantra ini baik sekali untuk para pemimpin.

16. Om Ganadhyakshaaya Namaha
Mantra ini sangat bermanfaat untuk penyembuhan penyakit secara massal (beramai-ramai). Mantra ini menyembuhkan penyakit, jika diucapkan bersama-sama banyak orang.

17. Om Bhalachandraaya Namaha
Mantra ini menyembuhkan penyakit pada diri sendiri. Mantra ini mengaktifkan cakra yang berada di tengah-tengah kening. Cakra ini bersimbol bulan-separoh dan letaknya di tengah-tengah kening. Simbol tersebut Melukiskan pengembangan, ketenangan,
dan kedamaian.

18. Om Gajaananaaya Namaha
Mantra ini untuk memperoleh kesadaran- tertinggi, kesadaran tak terbatas. Mantra ini sangat cocok untuk mereka yang memperdalam olah-batin.

Yg ingin share silahkan
Semoga bermanfaat