Selasa, 16 Juli 2013

Tabuh Rah



Tabuh Rah
Kata Tabuh Rah tidak asing lagi dikalangan umat Hindu Bali karena setiap prosesi upacara keagamaan di bali sudah barang tentu tabuh rah merupakan runtutan upacara pecaruan (bhuta yadnya)



  1. PENGERTIAN TABUH RAH.
    Tabuh rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya).
  2. SUMBER PENGGUNAAN TABUH RAH.
    Sumber penggunaan tabuh rah terdapat pada Panca Yadnya.
  3. DASAR- DASAR PENGGUNAAN TABUH RAH.
    Dasar- dasar penggunaan tabuh rah tercantum di dalam :
    1. Prasasti Bali Kuna (Tambra prasasti).
      1. Prasasti Sukawana A l 804 Çaka.
      2. Prasasti Batur Abang A 933 Çaka.
      3. Prasasti Batuan 944 Çaka.
    2. Lontar- lontar antara lain :
      1. Siwatattwapurana.
      2. Yadnyaprakerti.
  4. FUNGSI TABUH RAH:
    Fungsi tabuh rah adalah runtutan/ rangkaian dan upacara/ upakara agama (Yadnya).
  5. WUJUD TABUH RAH:
    Tabuh Rah berwujud taburan darah binatang korban.
  6. SARANA :
    Jenis- jenis binatang yang dijadikan korban yaitu : ayam, babi, itik, kerbau, dan lain- lainnya.
  7. CARA PENABURAN DARAH
    Penaburan darah dilaksanakan dengan menyembelih, "perang satha " (telung perahatan) dilengkapi dengan adu- aduan : kemiri; telur; kelapa; andel- andel; beserta upakaranya
  8. PELAKSANAAN TABUH RAH:
    1. Diadakan pada tempat dan saat- saat upacara berlangsung oleh sang Yajamana.
    2. Pada waktu perang satha disertakan toh dedamping yang maknanya sebagai pernyataan atau perwujudan dari keikhlasan Sang Yajamana beryadnya, dan bukan bermotif judi.
    3. Lebih lanjut mengenai pelaksanaan tabuh rah
  9. Aduan ayam yang tidak memenuhi ketentuan- ketentuan tersebut di atas tidaklah perang satha dan bukan pula runtutan upacara Yadnya.
  10. Di dalam prasasti- prasasti disebutkan bahwa pelaksanaan tabuh rah tidak minta ijin kepada yang berwenang.
  11. Penjelasan- penjelasan: di bawah ini:
Memperinci Pelaksanaan 'Tabuh Rah" dalam Bhuta Yadnya
  1. Tabuh Rah dilaksanakan dengan "penyambleh", disertai Upakara Yadnya. Adalah penaburan darah binatang korban dengan jalan memotong leher binatang itu atau menikamnya dengan keris. Di zaman Majapahit diistilahkan dengan "Menetak gulu ayam ".
  2. Tabuh Rah dalam bentuk "perang sata" adalah suatu dresta yang berlaku di masyarakat yang pelaksanaannya boleh diganti dengan "penyambleh".Adalah pertarungan ayam yang diadakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya). Dalam hal ini dipakai adalah ayam sabungan, dilakukan tiga babak. ( telung perahatan) yang mengandung makna arti magis bilangan tiga yakni sebagai lambang dari permulaan tengah dan akhir. Hakekatnya perang adalah sebagai symbol daripada perjuangan (Galungan) antara dharma dengan adharma.
  3. Apabila akan melakukan "perang sata", harus memenuhi syarat sebagai berikut :
    1. Upacara Bhuta Yadnya yang boleh disertai "perang sata" adalah :
      1. Caru Panca Kelud (Pancasanak madurgha).
      2. Caru Rsi Ghana.
      3. Caru Balik Sumpah.
      4. Tawur Agung.
      5. Tawur Labuh Gentuh.
      6. Tawur Pancawalikrama.
      7. Tawur Eka Dasa Rudra.
    2. Pelaksanaannya dilakukan di tempat upacara pada saat mengakhiri upacara itu.
    3. Diiringi dengan adu tingkih, adu pangi, adu taluh, adu kelapa, andel- andel serta upakaranya.
    4. Pelaksanaannya adalah sang Yajamana dengan berpakaian upacara.
    5. Perang sata maksimum dilakukan "tiga parahatan" (3 sehet) tidak disertai taruhan apapun.
  4. Selain dari yang tersebut dalam butir, 1, 2, 3, di atas adalah merupakan suatu penyimpangan.
Dasar penggunaan tabuh rah adalah prasasti- prasasti Bali Kuna dan lontar- lontar antara lain
Prasasti Batur Abang A l. tahun 933 Çaka
............... mwang yan pakaryyakaryya, masanga kunang wgila ya manawunga makantang tlung parahatan, ithaninnya, tan pamwita, tan pawwata ring nayakan saksi.............
.............. lagi pula bila mengadakan upacara- upacara misalnya tawur Kasanga patutlah mengadakan sabungan ayam tiga sehet (babak) di desanya, tidaklah minta ijin tidaklah membawa (memberitahu.) kepada yang berwenang...........
Prasasti Batuan yang berangka tahun 944 Çaka
.............. kunang yan manawunga ing pangudwan makantang tlung parahatan, tan pamwita ring nayaka saksi mwang sawung tunggur, tan knana minta pamli...............
................... adapun bila mengadu ayam di tempat suci dilakukan 3 sehet (babak) tidak meminta
ijin kepada yang berwenang, dan juga kepada pengawas sabungan tidak dikenakan cukai :.........
Lontar Çiwa Tattwa Purana
Muah ring tileming Kesanga, hulun magawe yoga, teka wang ing madhyapada magawe tawur kesowangan, den hana pranging satha, wnang nyepi sadina ika labain sang Kala Daça Bhumi, yanora samangkana rug ikang ning madhyapada
Lagi pula pada tilem Kasanga Aku (Bhatara Çiwa)
mengadakan yoga, berkewajibanlah orang di bumi
ini membuat persembahan masing- masing, lalu
adakan pertarungan ayam, dan Nyepi sehari (ketika) itu beri korban (hidangan) Sang Kala Daça
Bhumi, jika tidak celakalah manusia di bumi .....
Lontar Yajna Prakerti
........... rikalaning reya- reya, prang uduwan, masanga kunang wgila yamanawunga makantang tlung parahatan saha upakara dena jangkep......
............... pada waktu hari raya, diadakan pertarungan suci misalnya pada bulan Kasanga, patutlah mengadakan pertarungan ayam tiga sehet lengkap dengan upakaranya...............

Tawur Agung
Tawur adalah : Penyucian/ pemarisudha bhuta kala yang dalam pemujaan dimurtikan, setelah diberi tawur menjadi somiya.

Ngerupuk adalah lanjutan daripada pelaksanaan tawur yang dilaksanakan di tiap- tiap pekarangan rumah.

Pelaksanaan Tawur:
Kontroversi:
  • Menurut Sundarigama tawur, diadakan pada perwanining tilem kesanga.
  • Menurut Swamandala, tawur diadakan pada tilem kesanga, tidak membenarkan berlakunya pada perwaninya. Selanjutnya Swamandala tidak membenarkan dilaksanakannya tawur pada waktu cetramasa, apabila kebetulan jatuh sesudah wuku Dungulan, sebelum Budha Keliwon Pahang, oleh karena itu tawur tersebut dilakukan pada Tilem Kedasa.
  • Kemudian Widhi Sastra dalam lontar Dewa Tattwa Niti Bhatara Putrajaya, memperkuat Swamandala. Rupanya sesudah Budha Keliwon Dungulan sampai dengan Budha Keliwon Pahang adalah somiyanya Bhatari Durgha, sebab itu tidak baik melaksanakan tawur, karena tawur adalah untuk Durgha Murti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar