Selasa, 16 Juli 2013

Pemimipin Ideal Untuk Indonesia



Konsep Kepemimpinan Menurut Ki Hajar Dewantara
Seorang pemimpinan adalah motor penggerak yang senantiasa mempengaruhi, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Menurut Kartono dalam (Anwar, 2003: 67) menyatakan bahwa pada setiap kepemimpinan minimal mencakup tiga unsur, yakni: 1) ada seorang pemimpin yang memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan, 2) ada bawahan yang dikendalikan, 3) ada tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan. Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Moeljono.2003:54) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan sebagai berikut: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Maksudnya, seorang pemimpin hendaknya dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan kepada bawahan dengan baik, mampu bekerja sama, mencapai tujuan bersama (keberhasilan tim). Jadi kepemimpinan dalam pengambilan keputusan merupakan proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi peningkatan dan produktivitas kerjanya lebih baik dan ada peningkatan.

Setelah mempelajari beberapa pemikiran yang dikemukakan oleh beliau, ternyata penulis juga sependapat dengan beliau bahawa pendidikan tidak hanya menekankan pada aspek intelektual atau daya cipta ( Kognitif ), akan tetapi daya karsa dan rasa juga mesti dikembangkan. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia hanya menekankan pada aspek intelektual saja, tanpa memperhatikan aspek – aspek yang lain, sehingga dampaknya, manusia lebih individualis dan kurang humanis. Diantaranya yaitu manusia kurang memperhatikan lagi sifat kekeluargaanya, tolong menolong, dan rasa keterikatannya antara yang satu dengan yang lain. Manusia hanya memikirkan dirinya sendiri atau lebih jelasnya hanya mementingkan kebutuhannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Oleh karena itu daya Karsa ( Konatif ) dan Rasa ( Apektif ) itu mesti dikembangkan lagi. agar manusia tidak hanya cerdas dari segi intelktualnya saja, diharapkan dengan mengembangkan kedua aspek tersebut manusia bisa cerdas dari segi Sosial dan Spiritualnya. Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah manusia memiliki akal sedang makhluk lain tidak memiliki akal, oleh karena itu disinilh manusia memiliki derajat yang paling tinggi di sisi Tuhan Yang Maha Esa dengan makhluk yang lainnya. Dengan diberikannya akal pada manusia terciptalah Kebudayaan. Kata ki hajar dewantara “Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri “. Dengan demikian meskipun kebudayaan manusia berbeda itu tidak menjadikan masalah ketika manusia bisa memahami apa makna dari kebudayaan itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan budaya dalam pendidikan juga harus diperhatikan untuk mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan di antara manusia dengan memahami apa yang terkandung dari makna kebudayan itu sendiri. dengan mengubah namanya, Ki Hajar Dewantara ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan “yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar”. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan layaknya seorang pemuka agama yang berusaha terus menerus mensiarkan nilai – nilai keagamaan untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik yang memiliki akhlak mulia sesuai tuntunan para nabi.
Guru adalah seorang pendidik dimana tidak hanya menjadi seorang fasilitator namun harus memiliki kepribadian yang baik yang sesuai dengan norma – norma yang berlaku. Dalam islam tokoh yang memiliki kepribadian yang luhur ialah Rasulullah SAW. Pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai mengubah guru “dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria” sebenarnya sangat sesuai dengan keteladanan Rasullulah SAW. Setelah Penulis Kaji Lebih jauh pemikiran ki hajar dewantara sebenranya konsepnya itu sangat mirip sekali dengan konsep yang di ajarkan dalam agama islam, islam mengajarkan manusia bukan hanya cerdas dari intelektualnya saja, akan tetapi mesti cerdas juga di dalam menahan hawa nafsu. Contohnya hawa nafsu untuk memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Pemikiran Ki Hajar dewantara tentang guru spiritual yang berjiwa kesatria sangat luar biasa dimana seorang pendidik itu sebenarnya bukan hanya mengajarkan kepada anak didiknya supaya menjadi sesosok manusia yang cerdas intelektualnya akan tetapi bagimana caranya pendidik itu membuat peserta didiknya cerdas dari segi akhlak maupun intelektual karena menrut penulis juga percuma ketika manusia hanya cerdas dari intelektualnya saja tanpa memperhatikan kecerdasan spiritualnya, contohnya para pemimpin Negara, memang para pemimpin tersebut adalah sesosok manusia yang cerdas dari segi intelektualnya sampai –sampai sekolah juga mungkin sampai ke luar negri tapi belia tidak memperhatikan kecerdasan spiritualnya yang mengakibatkan terjadinya korupsi dan lain sebagainya. Padahal mereka tidak hanya akan hidup di dunia namun mereka juga pasti akan merasakan kehidupan akhirat kelak dan akan menerima pertanggung jawabanya
Pemikiran ki hajar Dewantara Tentang Pembelajaran dalam pendidikan hampir Sama Dengan islam Dimana Dalam Islam Juga menitik beratkan pada Akhlak, dalam Islam Pendidikan dalam pengertian bahasa (lughawy) adalah berasal dari kata kerja: rababa, dan kata rabb adalah sebutan bagi tuan, raja atau yang di patuhi dan perbaikan dan kata tarbiyah: pendidikan terambil dari arti yang ketiga yaitu: perbaikan. Defenisi tarbiyah (pendidikan) menurut ishtilah adalah: membina atau menciptakan insan muslim yang berakhlak baik dan sempurna dari segala aspek yang berbeda-beda, baik dari aspek kesehatan, akal, akidah, ruh keyakinan dan manajemen. Makna yang sebenarnya dari pendidikan atau tarbiyah ialah menyerupai cara kerja seorang petani yang berusaha menghilangkan duri dan mengeluarkan tumbuhan-tumbuhan liar yang terdapat di antara tanaman-tanamannya agar tanaman tersebut bisa tumbuh dengan sempurna dan memberikan hasil yang baik
Kecerdasan Spiritual merupakan keceradasan yang menitik beratkan pada akhlak, dimana seorang pendidik bagaimana caranya supaya memberii contoh kepada anak didiknya berprilaku yang baik dalam kesehariannya serta bagaimana menjadi seroang yang cerdas menurut pandangan agama. Guru yang seperti itu pada zaman sekarang sangat jarang ditemukan. Seringkali penulis menemukan guru yang hanya bisa menyampaikan isi dari materi pembelajaran tanpa menerapkannya di dalam keseharian guru / pendidik tersebut. Bahkan ada seorang pendidik yang mengajarkan pendidikan agama kepada peserta didiknya sedangkan guru tersebut malah melakukan perbuatan yang sangat buruk kepada peserta didiknya, seperti mencabulinya dan sebagainya. Perbuatan tersebut sangat memalukan dan merendahkan martabat dari seorang pendidik / Guru.
Untuk Itu penulis mengajak kepada pendidik / Guru dalam menyampaikan materi pembelajarannya, sebelum guru tersebut belum dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari alangkah lebih baik jangan sampai materi tersebut diberikan kepada siswa / Peserta Didik. Diharapkan dengan membaca materi ini pendidik berinstropeksi diri di dalam berperan menjadi seorang tokoh yang sangat disegani di masyarakat untuk tidak melakukan hal yang negatif yang dapat menjatuhkan martabat dari serorang pendidik atau guru.

Memilih Pemimpin yang Ksatria Varna

Sauryam tejo dhrtih dăksyam
yuddhe căpy apalayanam
danam isavara bhăvas ca
ksătriyam karma svabhăva jam
(Bhagawadgita.XVIII.43).
Maksudnya: Pembrani, lincah, teguh, cakap, pantang mundur dalam perjuangan, dermawan, dan berbakat memimpin adalah ciri Ksatria Varna sesuai dengan bakat pembawaannya.
Tahun 2014 bangsa Indonesia akan memilih para wakil-wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif dalam semua tingkatan. Selanjutnya dalam tahun ini juga akan dipilih Presiden. Ini artinya bangsa Indonesia akan memilih para pemimpinnya untuk menentukan perjalanan hidup bangsa lima tahun ke depan.
Untuk menentukan pilihan dewasa ini sungguh tidak mudah bagi masyarakat awam. Karena, banyaknya calon yang akan dipilih dan juga banyaknya partai politik yang mengusung calon itu. Karenanya, ada baiknya kutipan sloka Bhagawad Gita yang dikutip di awal tulisan ini untuk dijadikan bahan renungan sebagai untuk menuntun warga Negara yang memiliki hak pilih.
Pilihlah calon yang diyakini memiliki ciri-ciri seorang Ksatria. Meskipun syaratnya tidak mudah sebagaimana dinyatakan dalam sloka Bhagawad Gita tersebut, setidaknya para pemilih memiliki pegangan dalam menenutuan pilihannya. Dalam sloka itu ada dinyatakan bahwa seseorang dianggap memiliki sifat-sifat Ksatria apabila memiliki bakat memimpin (isavara bhawa).
Untuk menerapkan kriteria ini, harus diamati pengalaman seorang calon dalam beberapa waktu sebelumnya dalam bidang kepemimpinan. Adakah pengalamannya dalam bidang kepemimpinan? Seandainya ada, apa bisa dilacak prestasi kepemimpinanannya itu? Apakah mereka berhasil dalam kepemimpinanya itu atau gagal? Kalau hal ini tidak bisa dijumpai, apakah kesan-kesan masyarakat di lingkungannya terhadap calon tersebut? Apakah ada ciri bahwa mereka memiliki konsistensi dalam memperjuangkan nasib masyarakat lingkungannya?
Ciri seorang Ksatria adalah tidak mudah mundur dalam memperjuangkan kebenaran dan aspirasi masyarakat lingkungannya. Apakah sang calon yang akan dipilih mudah putus asa atau gampang sesumbar dalam meperjuangkan gagasan-gagasannya dalam berbagai forum atau kesempatan? Pun, apakah seorang pemimpin memiliki dƒksyam -- pandai menyelesaikan tugas-tugas kepemimpinannya?
Dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya, seorang pemimpin dapat dinilai apakah dia seorang yang cukup cakap, demokratis dan bijaksana dalam memecahkan suatu persoalan. Misalnya dalam membantu masyarakat untuk suatu urusan yang menyangkut birokrasi di pemerintahan. Apakah sang calon menggunakan cara-cara koneksi-koneksian dan uang? Apakah mereka menggunakan tatacara sesuai dengan prosedur administrasi yang berlaku dalam suatu birokrasi?
Jika seorang calon pemimpin menggunakan cara koneksi-koneksian dan uang, berarti ia menganut budaya "nerabas" dengan mengabaikan prosedur hukum yang berlaku. Calon yang demikian jelas sangat berbakat menyalahgunakan wewenangnya. Calon yang demikian sebaiknya tidak usah dipilih.
Ciri lain seorang yang berjiwa Ksatria adalah dhrtih yang artinya berketetapan hati atau teguh dengan pendiriannya. Orang yang demikian tidak mudah berubah pendirianya meskipun diiming-imingi jabatan enak penuh fasilitas atau segepok artha. Kalau dia mengutamakan berpegang pada pendiriannya dari nilai material yang menjanjikan, dia sanga tepat untuk dipilih. Karena, dia tidak akan mudah menjual nasib rakyat untuk mengelabui kepentingan dirinya sendiri.
Kriteria lainnya, seorang Ksatria adalah tejah, artinya lincah atau tik suka menunda-nunda penyelesaian suatu masalah. Dalam mengatasi suatu masalah sangat lincah, mudah berkonsultasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang akan diselesaikan. Dengan kelincahan itu, seorang pemimpin akan cepat dapat masukan data-data yang terkait dengan masalah yang akan dikerjakan. Tanpa data yang lengkap akan sulit mengambil kesimpulan dalam memecahkan suatu masalah.
Seorang Ksatria harus sehat lahir batin dengan stamina tinggi sehingga ia selalu hidup bersemangat dalam mengembangkan sifat-sifat Ksatrianya. Apalagi menjadi wakil rakyat di negara yang masyarakatnya masih banyak belum memiliki budaya yang taat hukum dan berpemerintahan baik. Harus lincah memperjuangkan hak-hak rakyat. Dengan demikian, rakyat akan merasa yakin bahwa memang mereka dilayani oleh wakil-wakilnya melalui prosedur hukum dan birokrasi yang benar dan wajar.
Ciri Ksatria yang lain adalah sauryam, artinya pemberani. Pemberani di sini bukan orang yang berani ngomong kasar, keras dan emosional, tetapi berani melawan dirinya sendiri terlebih dahulu. Dengan demikian, keberaniannya itu akan senantiasa terukur. Dalam setiap langkahnya maju untuk memperjuangkan sesuatu, dia senantiasa memiliki landasan yang kuat. Landasan kuat itu berdasarkan kajian hukum dan ilmu pengetahuan yang mendalam. Dengan demikian, dia berani memperjuangkan sesuatu bukan karena didorong oleh emosi yang meledak-ledak, namun sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kebenaran.
Nah, pilihlah calon pemimpin yang tepat sesuai kriteria seorang Ksatria Varna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar