Konsep Kepemimpinan Menurut Ki Hajar Dewantara
Seorang
pemimpinan adalah motor penggerak yang senantiasa mempengaruhi, mendorong dan
mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh
semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh
karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi
atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi
yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang
direncanakan. Menurut Kartono dalam (Anwar, 2003: 67) menyatakan bahwa pada
setiap kepemimpinan minimal mencakup tiga unsur, yakni: 1) ada seorang pemimpin
yang memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan, 2) ada bawahan yang
dikendalikan, 3) ada tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan. Menurut
Ki Hajar Dewantara (dalam Moeljono.2003:54) menyatakan bahwa konsep
kepemimpinan sebagai berikut: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa,
tut wuri handayani. Maksudnya, seorang pemimpin hendaknya dapat membentuk,
memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan kepada
bawahan dengan baik, mampu bekerja sama, mencapai tujuan bersama (keberhasilan
tim). Jadi kepemimpinan dalam pengambilan keputusan merupakan proses mengubah
sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang baik secara langsung maupun
tidak langsung, sehingga terjadi peningkatan dan produktivitas kerjanya lebih
baik dan ada peningkatan.
Setelah
mempelajari beberapa pemikiran yang dikemukakan oleh beliau, ternyata penulis
juga sependapat dengan beliau bahawa pendidikan tidak hanya menekankan pada
aspek intelektual atau daya cipta ( Kognitif ), akan tetapi daya karsa dan rasa
juga mesti dikembangkan. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia hanya
menekankan pada aspek intelektual saja, tanpa memperhatikan aspek – aspek yang
lain, sehingga dampaknya, manusia lebih individualis dan kurang humanis.
Diantaranya yaitu manusia kurang memperhatikan lagi sifat kekeluargaanya,
tolong menolong, dan rasa keterikatannya antara yang satu dengan yang lain.
Manusia hanya memikirkan dirinya sendiri atau lebih jelasnya hanya mementingkan
kebutuhannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Oleh karena itu daya Karsa ( Konatif ) dan Rasa ( Apektif )
itu mesti dikembangkan lagi. agar manusia tidak hanya cerdas dari segi
intelktualnya saja, diharapkan dengan mengembangkan kedua aspek tersebut
manusia bisa cerdas dari segi Sosial dan Spiritualnya. Yang membedakan manusia
dengan makhluk lain adalah manusia memiliki akal sedang makhluk lain tidak
memiliki akal, oleh karena itu disinilh manusia memiliki derajat yang paling
tinggi di sisi Tuhan Yang Maha Esa dengan makhluk yang lainnya. Dengan
diberikannya akal pada manusia terciptalah Kebudayaan. Kata ki hajar dewantara
“Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya
sendiri “. Dengan demikian meskipun kebudayaan manusia berbeda itu tidak
menjadikan masalah ketika manusia bisa memahami apa makna dari kebudayaan itu
sendiri. Oleh karena itu pengembangan budaya dalam pendidikan juga harus
diperhatikan untuk mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan di antara
manusia dengan memahami apa yang terkandung dari makna kebudayan itu sendiri.
dengan mengubah namanya, Ki Hajar Dewantara ingin menunjukkan perubahan
sikapnya dalam melaksanakan pendidikan “yaitu dari pahlawan yang berwatak guru
spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan
peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para
guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian,
baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para
peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang
diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau
figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar”. Oleh
karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik adalah seseorang yang
memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah
sosial kemasyarakatan layaknya seorang pemuka agama yang berusaha terus menerus
mensiarkan nilai – nilai keagamaan untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik
yang memiliki akhlak mulia sesuai tuntunan para nabi.
Guru adalah seorang pendidik dimana tidak hanya menjadi
seorang fasilitator namun harus memiliki kepribadian yang baik yang sesuai
dengan norma – norma yang berlaku. Dalam islam tokoh yang memiliki kepribadian
yang luhur ialah Rasulullah SAW. Pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai mengubah
guru “dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa
ksatria” sebenarnya sangat sesuai dengan keteladanan Rasullulah SAW. Setelah
Penulis Kaji Lebih jauh pemikiran ki hajar dewantara sebenranya konsepnya itu
sangat mirip sekali dengan konsep yang di ajarkan dalam agama islam, islam
mengajarkan manusia bukan hanya cerdas dari intelektualnya saja, akan tetapi
mesti cerdas juga di dalam menahan hawa nafsu. Contohnya hawa nafsu untuk
memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Pemikiran Ki Hajar dewantara tentang guru spiritual
yang berjiwa kesatria sangat luar biasa dimana seorang pendidik itu sebenarnya
bukan hanya mengajarkan kepada anak didiknya supaya menjadi sesosok manusia
yang cerdas intelektualnya akan tetapi bagimana caranya pendidik itu membuat
peserta didiknya cerdas dari segi akhlak maupun intelektual karena menrut
penulis juga percuma ketika manusia hanya cerdas dari intelektualnya saja tanpa
memperhatikan kecerdasan spiritualnya, contohnya para pemimpin Negara, memang
para pemimpin tersebut adalah sesosok manusia yang cerdas dari segi
intelektualnya sampai –sampai sekolah juga mungkin sampai ke luar negri tapi
belia tidak memperhatikan kecerdasan spiritualnya yang mengakibatkan terjadinya
korupsi dan lain sebagainya. Padahal mereka tidak hanya akan hidup di dunia namun
mereka juga pasti akan merasakan kehidupan akhirat kelak dan akan menerima
pertanggung jawabanya
Pemikiran ki hajar Dewantara Tentang Pembelajaran dalam
pendidikan hampir Sama Dengan islam Dimana Dalam Islam Juga menitik beratkan pada
Akhlak, dalam Islam Pendidikan dalam pengertian bahasa (lughawy) adalah berasal
dari kata kerja: rababa, dan kata rabb adalah sebutan bagi tuan, raja atau yang
di patuhi dan perbaikan dan kata tarbiyah: pendidikan terambil dari arti yang
ketiga yaitu: perbaikan. Defenisi tarbiyah (pendidikan) menurut ishtilah
adalah: membina atau menciptakan insan muslim yang berakhlak baik dan sempurna
dari segala aspek yang berbeda-beda, baik dari aspek kesehatan, akal, akidah,
ruh keyakinan dan manajemen. Makna yang sebenarnya dari pendidikan atau
tarbiyah ialah menyerupai cara kerja seorang petani yang berusaha menghilangkan
duri dan mengeluarkan tumbuhan-tumbuhan liar yang terdapat di antara
tanaman-tanamannya agar tanaman tersebut bisa tumbuh dengan sempurna dan memberikan
hasil yang baik
Kecerdasan Spiritual merupakan keceradasan yang menitik
beratkan pada akhlak, dimana seorang pendidik bagaimana caranya supaya memberii
contoh kepada anak didiknya berprilaku yang baik dalam kesehariannya serta
bagaimana menjadi seroang yang cerdas menurut pandangan agama. Guru yang
seperti itu pada zaman sekarang sangat jarang ditemukan. Seringkali penulis
menemukan guru yang hanya bisa menyampaikan isi dari materi pembelajaran tanpa
menerapkannya di dalam keseharian guru / pendidik tersebut. Bahkan ada seorang
pendidik yang mengajarkan pendidikan agama kepada peserta didiknya sedangkan
guru tersebut malah melakukan perbuatan yang sangat buruk kepada peserta
didiknya, seperti mencabulinya dan sebagainya. Perbuatan tersebut sangat memalukan
dan merendahkan martabat dari seorang pendidik / Guru.
Untuk Itu penulis mengajak kepada pendidik / Guru dalam
menyampaikan materi pembelajarannya, sebelum guru tersebut belum dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari alangkah lebih baik jangan sampai
materi tersebut diberikan kepada siswa / Peserta Didik. Diharapkan dengan
membaca materi ini pendidik berinstropeksi diri di dalam berperan menjadi
seorang tokoh yang sangat disegani di masyarakat untuk tidak melakukan hal yang
negatif yang dapat menjatuhkan martabat dari serorang pendidik atau guru.
Sauryam tejo dhrtih dăksyam
yuddhe căpy apalayanam
danam isavara bhăvas ca
ksătriyam karma svabhăva jam
(Bhagawadgita.XVIII.43).
Maksudnya: Pembrani, lincah, teguh, cakap, pantang mundur dalam perjuangan, dermawan, dan berbakat memimpin adalah ciri Ksatria Varna sesuai dengan bakat pembawaannya.
Tahun 2014 bangsa Indonesia akan memilih
para wakil-wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif dalam semua tingkatan.
Selanjutnya dalam tahun ini juga akan dipilih Presiden. Ini artinya bangsa
Indonesia akan memilih para pemimpinnya untuk menentukan perjalanan hidup
bangsa lima tahun ke depan.
Untuk menentukan pilihan dewasa ini sungguh tidak
mudah bagi masyarakat awam. Karena, banyaknya calon yang akan dipilih dan juga
banyaknya partai politik yang mengusung calon itu. Karenanya, ada baiknya
kutipan sloka Bhagawad Gita yang dikutip di awal tulisan ini untuk dijadikan
bahan renungan sebagai untuk menuntun warga Negara yang memiliki hak pilih.
Pilihlah calon yang diyakini memiliki ciri-ciri
seorang Ksatria. Meskipun syaratnya tidak mudah sebagaimana dinyatakan dalam
sloka Bhagawad Gita tersebut, setidaknya para pemilih memiliki pegangan dalam
menenutuan pilihannya. Dalam sloka itu ada dinyatakan bahwa seseorang dianggap
memiliki sifat-sifat Ksatria apabila memiliki bakat memimpin (isavara bhawa).
Untuk menerapkan kriteria ini, harus diamati
pengalaman seorang calon dalam beberapa waktu sebelumnya dalam bidang
kepemimpinan. Adakah pengalamannya dalam bidang kepemimpinan? Seandainya ada,
apa bisa dilacak prestasi kepemimpinanannya itu? Apakah mereka berhasil dalam
kepemimpinanya itu atau gagal? Kalau hal ini tidak bisa dijumpai, apakah
kesan-kesan masyarakat di lingkungannya terhadap calon tersebut? Apakah ada
ciri bahwa mereka memiliki konsistensi dalam memperjuangkan nasib masyarakat
lingkungannya?
Ciri seorang Ksatria adalah tidak mudah mundur
dalam memperjuangkan kebenaran dan aspirasi masyarakat lingkungannya. Apakah sang
calon yang akan dipilih mudah putus asa atau gampang sesumbar dalam
meperjuangkan gagasan-gagasannya dalam berbagai forum atau kesempatan? Pun,
apakah seorang pemimpin memiliki dƒksyam -- pandai menyelesaikan tugas-tugas
kepemimpinannya?
Dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya,
seorang pemimpin dapat dinilai apakah dia seorang yang cukup cakap, demokratis
dan bijaksana dalam memecahkan suatu persoalan. Misalnya dalam membantu
masyarakat untuk suatu urusan yang menyangkut birokrasi di pemerintahan. Apakah
sang calon menggunakan cara-cara koneksi-koneksian dan uang? Apakah mereka
menggunakan tatacara sesuai dengan prosedur administrasi yang berlaku dalam
suatu birokrasi?
Jika seorang calon pemimpin menggunakan cara
koneksi-koneksian dan uang, berarti ia menganut budaya "nerabas"
dengan mengabaikan prosedur hukum yang berlaku. Calon yang demikian jelas
sangat berbakat menyalahgunakan wewenangnya. Calon yang demikian sebaiknya
tidak usah dipilih.
Ciri lain seorang yang berjiwa Ksatria adalah
dhrtih yang artinya berketetapan hati atau teguh dengan pendiriannya. Orang
yang demikian tidak mudah berubah pendirianya meskipun diiming-imingi jabatan
enak penuh fasilitas atau segepok artha. Kalau dia mengutamakan berpegang pada
pendiriannya dari nilai material yang menjanjikan, dia sanga tepat untuk
dipilih. Karena, dia tidak akan mudah menjual nasib rakyat untuk mengelabui
kepentingan dirinya sendiri.
Kriteria lainnya, seorang Ksatria adalah tejah,
artinya lincah atau tik suka menunda-nunda penyelesaian suatu masalah. Dalam
mengatasi suatu masalah sangat lincah, mudah berkonsultasi dengan pihak-pihak
yang terkait dengan masalah yang akan diselesaikan. Dengan kelincahan itu,
seorang pemimpin akan cepat dapat masukan data-data yang terkait dengan masalah
yang akan dikerjakan. Tanpa data yang lengkap akan sulit mengambil kesimpulan
dalam memecahkan suatu masalah.
Seorang Ksatria harus sehat lahir batin dengan
stamina tinggi sehingga ia selalu hidup bersemangat dalam mengembangkan
sifat-sifat Ksatrianya. Apalagi menjadi wakil rakyat di negara yang
masyarakatnya masih banyak belum memiliki budaya yang taat hukum dan
berpemerintahan baik. Harus lincah memperjuangkan hak-hak rakyat. Dengan
demikian, rakyat akan merasa yakin bahwa memang mereka dilayani oleh
wakil-wakilnya melalui prosedur hukum dan birokrasi yang benar dan wajar.
Ciri Ksatria yang lain adalah sauryam, artinya
pemberani. Pemberani di sini bukan orang yang berani ngomong kasar, keras dan
emosional, tetapi berani melawan dirinya sendiri terlebih dahulu. Dengan demikian,
keberaniannya itu akan senantiasa terukur. Dalam setiap langkahnya maju untuk
memperjuangkan sesuatu, dia senantiasa memiliki landasan yang kuat. Landasan
kuat itu berdasarkan kajian hukum dan ilmu pengetahuan yang mendalam. Dengan
demikian, dia berani memperjuangkan sesuatu bukan karena didorong oleh emosi
yang meledak-ledak, namun sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kebenaran.
Nah, pilihlah calon pemimpin yang tepat sesuai kriteria seorang Ksatria
Varna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar