DEWA GANESHA DALAM KAJIAN PHILOSOPHY
Ketika kita memperhatikan arca Dewa
Ganesha, maka tampak bagi kita arca tersebut berupa kepala gajah dan
bertubuh manusia. Perutnya besar yang dililit oleh seekor ular. Salah
satu gadingnya patah dan sosok yang besar ini memiliki kendaraan
(Vahana) kecil yaitu seekor tikus. Sungguh sebuah fenomena yang begitu
tidak masuk akal, namun perwujudan tersebut menyiratkan sebuah pemahaman
philosophy yang sangat dalam bagi kita.
Kepala Dewa
Ganesha yang berwujud gajah dan tubuhnya yang berwujud manusia, ini
berarti bahwa dewa atau kebenaran yang tercakup dalam sosok itu
melambangkan kerajaan manusia dan kerajaan hewan (sifat manusia dalam
diri setiap insan).
Jika kita mencermati kepala gajah
tersebut, kita akan melihat sebuah bentuk seperti aksara “OM”. Tantra
Shastra menjelaskan fakta ini, yang berarti getaran pikiran seseorang
yang arif adalah getaran “OM”. Dalam Mandukya Upanisad dijelaskan “OM”
meliputi semua bunyi. Ketika kita menyebutkan “OM”, maka pengucapan akan
bermula pada aksara “A” saat kita membuka mulut, dan berakhir pada
aksara “M” pada saat kita menutup mulut. Diantara proses membuka dan
menutup mulut tersebut, kita akan menemukan aksara “U”. Jadi, “OM”
memiliki tiga bagian yaitu : A, U, dan M.
“A” menunjukan
dunia yang bangun (Sadar), “U” menunjukan dunia mimpi (Ilusi), dan “M”
menunjukan dunia hening. Ketiga huruf tersebut mewakili seluruh bunyi
yang ada di alam semesta, dan dunia merupakan hasil konstruksi dari
bunyi-bunyian tersebut. Sehingga “OM” merupakan cakupan dari seluruh
alam semesta. Hal ini menjelaskan bahwa, kepala Dewa Ganesha yang
menyerupai aksara “OM” memiliki arti visi dan kearifan seseorang yang
memperoleh pencerahan, merupakan visi yang mencakup seluruh alam
semesta. Sehingga diharapkan para umat Hindu dapat memiliki pemikiran
seperti philosofy tersebut.
Telinga Dewa Ganesha yang
besar, melambangkan sebuah pendengaran yang sangat tajam, selalu aktif
dan penuh perhatian. Hal ini mengajarkan kepada kita agar hendaklah kita
mendengarkan segala permasalahan secara objektif dan mencernanya secara
bijaksana, serta menjauhkan kesimpulan tersebut berdasarkan penilaian
kita sendiri. Dalam bahasa sangskerta hal ini disebut Shravanam.
Belalai
merupakan anggota tubuh yang sangat menjadi andalan bagi seekor gajah.
Dengan belalai itu seekor gajah dapat memungut benda yang sangat kecil
seperti jarum, namun ia juga dapat mencabut sebuah batang pohon besar
sekalipun, dan semua hal ini dilakukan dengan cekatan sekali. Ini
mengajarkan kepada kita untuk menyelesaikan seluruh masalah dengan
bijaksana dan objektif. Masalah sekecil apapun harus diselesaikan dengan
bijaksana dan kehati-hatian serta memberi perhatian penuh terhadapnya
seperti kita memberi perhatian serius dalam menyelesaikan masalah besar.
Tangan
Dewa Ganesha yang berjumlah empat, menunjukan keempat aspek pikiran
manusia yaitu ; manah, Budhi, Chitta, dan Ahamkara. Serta setiap tangan
yang memegang alat tertentu memiliki arti tertentu dalam philosophinya.
Tangan kanan atas yang memegang sebuah kapak menunjukan sebuah
pemisahan. Dalam Bhagavad Gitta disebutkan “Asanga Shastrata Drohena
Chitwa” artinya “Dengan Pedang pemisahnya Ia menebas semua masalah/
belenggu untuk kebebasan kita”. Hal ini mengajarkan pada kita agar
hendaknya manusia memisahkan dirinya dari ketergantungan dan keterikatan
terhadap kebendaan duniawi, karena dengan menghilangkan keterikatan
maka kita akan memperoleh ketenangan dan kebahagiaan.
Tangan
yang memegang Jerat (Pasha) ini mengartikan bahwa setelah kita memotong
keterikatan terhadap duniawi, maka orang suci dan orang bijak akan
memberkati kita.
Tangan kanan yang bersikap memberkati
(Mudra) Hal ini mengajarkan kita bahwa sebagai umat hindu kita harus
selalu bersikap welas asih dan mendoakan semua makhluk tanpa terkecuali,
walaupun orang tersebut merupakan musuh kita.
Tangan
yang memegang Manisan, Ini melambangkan bahwa sebagai manusia kita
jangan terlena dengan kesenangan dan kenikmatan duniawi semata. Tapi
juga harus siap untuk semua hal - hal dunia lainnya yang mungkin timbul
karena, Buah dari Karma Pahala kita.
Mata Dewa Ganesha.
Merupakan lambang konsentrasi yang menyiratkan kemurnian dan ketelitian
dan konsentrasi. Cahaya Mata adalah sumber informasi pikiran dan getaran
jiwa manusia, sehingga dalam konteks ini kita diajarkan untuk berlaku
selalu konsentrasi dan penuh ketelitian dalam menyikapi permasalahan
serta selalu positif thinking.
Gading yang patah
menunjukan bahwa tidak ada kesempurnaan dalam kehidupan ( Belengu
Dualitas). Seorang yang arif akan memecahkan dualitas tersebut dengan
kebijakan yang memihak pada semua unsur kebenaran dan keadilan. dengan
berlandaskan realita yang ada
Vibuthi di dahi Dewa
Ganesha mengajarkan kita tentang suatu hal yang sangat luar biasa.
Vibuthi adalah abu suci. Ketika kita mengoleskan vibuti ini di dahi
kita, hal ini memberi kita kesadaran serta mengingatkan kepada kita
bahwa suatu hari jasad yang berasal dari abu ini akan kembali menjadi
abu. Ketika kesadaran ini muncul maka rasa ke AKU an dalam diri akan
sirna,
Perut Dewa Ganesha Menjelaskan bahwa umat manusia
maka dia harus memiliki kapasitas menampung masalah kehidupan, Masalah
adalah sebuah proses peningkatan kualitas manusia, karena itu setiap
masalah harus dihadapi dengan seksama dengan kejernian pikiran yang
objektif.
Ular yang melilit, dalam yoga ular dilambangkan
sebagai Kundalini Shakti yaitu sebuah kekuatan psikis dalam diri
seseorang. Ular yang dililitkan disekeliling perut ini mengambarkan
bahwa setiap manusia memiliki potensi besar dalam hal spiritual. Namun
potensi ini tertidur dalam bentuk ular yang terlilit, kekuatan ular yang
lepas dari ikatannya merupakan perlambang potensi nyata manusia yang
ada dalam dirinya. Dan potensi ini hanya dapat di munculkan serta
dikembangkan dengan proses pendakian spiritual yang baik dan benar.
Yajnopavita
/ Benang Suci yang mengelilingi tubuh Dewa Ganesha memiliki tiga
untaian yang melambangkan 3 kitab veda yaitu Reg, Yajur dan Sama Veda.
Simpul yang diikatkan pada benang suci ini yang disebut Brahmagrantai.
Berarti ketiga kitab Veda itu akan bermuara pada pengetahuan Brahman,
(kebenaran). Pemakai Benang Suci dianggap memiliki dan memahami
pengetahuan kebenaran. Dalam hal ini kita diharapkan untuk menjadi sosok
manusia penyangga kebenaran, berfikir, berbicara & berprilkau atas
dasar kebenaran pula (Tri Kaya Parisudha).
Buah-buahan
mengambarkan duniawi yang penuh dengan keinginan kebendaan, serta Tikus
melambangkan keinginan dan nafsu manusia. Hal ini mengajarkan kita,
Seorang yang arif bukan berarti tidak boleh memiliki keinginan, namun
seorang yang arif tidak dikontrol oleh keinginan melainkan kita yang
harus mengendalikan keinginan kita ( Self Control) layaknya seekor tikus
yang tidak terpengaruh terhadap makanan dan manisan didepannya, serta
menung perintah Dewa Ganesha untuk menikmati makanan tersebut.
Sumber Pustaka: Dewa Ganesha Dalam Kajian Philosophy, Oleh A.S. Kobalen, 2002, Penerbit PT. Pustaka Mitra Jaya
Demikian dan terima kasih, “Subham, Om Shanti, Shanti, Shanti Om”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar