Berbakti Kepada Orang Tua Adalah Suatu Kewajiban
PENDAHULUAN
Dalam kitab Taittiriya Upanisad disebutkan bahwa ayah dan
ibu itu adalah ibarat perwujudan Deva dalam keluarga: “Pitri deva bhava, matri
deva bhava”. Vana Parva 27,214 menyebutkan bahwa ayah dan ibu termasuk sebagai
Guru, di samping Agni, Atman, dan Rsi.
Di Bali ayah dan ibu disebut sebagai Guru Rupaka di samping
Hyang Widhi sebagai Guru Svadyaya, pemerintah sebagai Guru Visesa, dan para
pengajar sebagai Guru Pengajian.
Ada lima hal yang menyebabkan anak-anak harus berbakti
kepada ayah dan ibunya, yang dalam kekawin Nitisastra VIII.3 disebut sebagai
Panca Vida, yaitu:
1. Sang Ametwaken, karena pertemuan (hubungan suami/ istri)
ayah dan ibu maka lahirlah anak-anak dari kandungan ibu.
Perjalanan hidup ayah dan ibu sejak kecil hingga dewasa,
kemudian menempuh kehidupan Gryahasta, sampai mengandung bayi dan selanjutnya
melahirkan, dipenuhi dengan pengorbanan-pengorbanan.
2. Sang Nitya Maweh Bhinojana, ayah dan ibu selalu mengusahakan
memberi makan kepada anak-anaknya.
Bahkan tidak jarang dalam keadaan kesulitan ekonomi, ayah
dan ibu rela berkorban tidak makan, namun mendahulukan anak-anaknya mendapat
makanan yang layak. Ibu memberi air susu kepada anaknya, cairan yang keluar dari
tubuhnya sendiri.
3. Sang Mangu Padyaya, ayah dan ibu menjadi pendidik dan
pengajar utama.
Sejak bayi anak-anak diajari menyuap nasi, merangkak,
berdiri, berbicara, sampai menyekolahkan. Pendidikan dan pengajaran oleh ayah
dan ibu merupakan dasar pengetahuan bagi kesejahteraan anak-anaknya di kemudian
hari.
4. Sang Anyangaskara, ayah dan ibu melakukan upacara-upacara
manusa yadnya bagi anak-anaknya dengan tujuan mensucikan atma dan stula sarira.
Upacara-upacara itu sejak bayi dalam kandungan sampai lahir,
besar dan dewasa: Magedong-gedongan, Embas rare, Kepus udel, Tutug Kambuhan,
Telu bulanan, Otonan, Menek kelih, Mepandes, Pawiwahan.
5. Sang Matulung Urip Rikalaning Baya, ayah dan ibulah
pembela anak-anaknya bila menghadapi bahaya, menghindarkan serangan penyakit
dan menyelamatkan nyawa anak-anaknya dari bahaya lainnya.
PAHALA BAGI ANAK-ANAK YANG BERBHAKTI KEPADA ORANG TUA
Dalam kitab suci Sarasamuscaya disebutkan ada empat pahala
yang diterima oleh anak-anak yang berbakti kepada orang tua:
1. Kirti.
Selalu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan kerahayuan oleh
sanak keluarga dan orang-orang lain keluarga, karena dipandang terhormat.
Puji dan doa yang positif seperti itu akan mendorong
aktivitas dan gairah kehidupan sehingga anak-anak akan menjadi lebih meningkat
kualitas kehidupannya.
2. Ayusa. Berumur panjang dan sehat.
Umur panjang dan sehat sangat diperlukan agar manusia dapat
menempuh tahapan-tahapan kehidupannya dengan sempurnya, yaitu melalui Catur
ashrama: Brahmacarya, gryahasta, wanaprastha, dan bhiksuka.
Brahmacarya adalah masa menempuh pendidikan, gryahastha
adalah masa berumah tangga dan mengembangkan keturunan, wanaprastha adalah masa
menyiapkan diri menuju kehidupan yang lebih suci, dan bhiksuka adalah masa kehidupan
yang suci, lepas dari ikatan-ikatan keduniawian.
3. Bala.
Mempunyai kekuatan yang tangguh dalam menempuh kehidupan
baik ketangguhan yang berupa pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah kehidupan, dan juga ketangguhan dalam arti
menguatkan kesucian mental/ rohani.
4. Yasa Pattinggal Rahayu.
Kebaktian pada orang tua akan menjadi contoh bagi keturunan
selanjutnya dan akan dilanjutkan, sehingga bila anak-anak sudah menjadi tua
atau meninggal dunia, secara sambung menyambung para keturunannya-pun akan
menghormati dan berbakti kepadanya, karena kebaktian itu sudah menjadi tradisi
yang baik di dalam keluarganya.
KESIMPULAN
Hubungan antara suami dan istri sejak awal perkawinan
merupakan dasar yang menentukan bagi kehidupan rumah tangga selanjutnya menuju
kebahagian hubungan suami-istri-dan anak-anak.
Sedangkan di dalam perkawinan, peranan istri-lah yang
dominan dalam arti bahwa wanita merupakan kunci utama kebahagiaan rumah tangga.
Sebagaimana disebutkan dalam Manawa Dharmasastra di atas,
bahwa bilamana seorang istri merasa bahagia maka berbahagia pulalah rumah
tangga itu. Anak-anak yang lahir dari perkawinan yang baik hendaklah sejak
kecil dididik agar berbakti kepada orang tua.
Orang tua melimpahkan kasih sayangnya kepada anak-anak dalam
filosofi Agama Hindu adalah karena keyakinan bahwa roh yang menjelma menjadi
anak-anak adalah roh leluhurnya sendiri.
Oleh karena itu hubungan antara manusia dengan roh leluhur
mempunyai jalinan yang kuat dalam kaitan kepercayaan Atma tattwa dengan
kepercayaan Punarbhawa.
Sebagaimana diuraikan di atas, kewajiban orang tua kepada
anak-anak dimulai sejak jabang bayi masih dalam kandungan sampai anak-anak
lahir menjadi besar dan menempuh kehidupan perkawinan.
Kewajiban itu digolongkan sebagai kewajiban skala (nyata)
dan kewajiban niskala (tidak nyata).
Kewajiban skala adalah kewajiban memelihara secara fisik dan
mental misalnya mencukupi kebutuhan sandang-pangan dan pendidikan.
Kewajiban niskala adalah kewajiban menyelenggarakan
upacara-upacara manusa yadnya mulai dari magedong-gedongan sampai pawiwahan.
Setelah anak-anak mandiri dan berkeluarga maka berbaliklah
kewjiban itu, bahwa anak-anak harus merawat dan memelihara orang tuanya sampai
meninggal dunia, yaitu menjaga kesehatan, kegembiraan, dan kebahagiaan hidup,
menyelenggarakan pitra yadnya dan mensucikan roh ayah-ibunya.
Demikianlah kehidupan ini berputar terus secara timbal
balik, sehingga dapatlah dikatakan bahwa filsafat Tattwamasi merupakan cahaya
bagi kehidupan umat manusia di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar