Dewi Durga dan Galungan.
Kebanyakan umat Hindu mengira bahwa Dewi Durga adalah dewi yang menakutkan dan menyeramkan, padahal tidak seperti itu. Bahkan di Bali, dewi Durga dilambangkan dalam bentuk Rangda. Mungkin kita tidak tahu bahwa Dewi Durga adalah dewi yang bertugas untuk membasmi kejahatan dan menolong orang-orang yang teraniaya.
Jika kita beranggapan bahwa Dewi Durga dipuja oleh orang-orang jahat dan penganut ilmu hitam, mulai sekarang kita harus menghapus anggapan keliru itu. Sebenarnya Dewi Durga itu dipuja oleh orang yang terancam jiwanya. Mereka memohon anugerah berupa kesaktian dari Dewi Durga untuk membasmi orang-orang jahat. Dewi Durga juga dipuja oleh orang-orang penekun dunia spiritual seperti misalnya Balian, Jero Tapakan, dan lain-lain. Tujuannya untuk menolong orang-orang yang terancam jiwanya seperti terserang penyakit non medis. Dewi Durga bukan hanya dewa pelebur, pemusnah, dan pembasmi. Beliau juga bersedia menyembuhkan orang-orang yang memiliki penyakit yang sudah sekarat. Makanya di Bali ada istilah Nunas di Dalem atau Nebusin, dan lain-lain. Tujuannya untuk menentukan apakah beliau berkenan untuk menyembuhkan atau mencabut nyawanya.
Barang siapa memuja beliau, maka mereka dipastikan akan dijauhkan dari segala mara bahaya. Di Indonesia ada konsep yang salah mengenai Dewi Durga. Beliau dianggap sebagai ratunya para setan Dedemit. Padahal beliau ini menguasai mereka. Dan jika tanpa beliau, maka semua unsur iblis ini akan merajalela tidak terkendali. Di India dan di seluruh dunia beliau adalah dewi yang paling dipuja demi mendapatkan perlindungan dari serangan ilmu hitam.
Apakah kita tahu? diantara semua dewa, mana yang paling dipuja oleh umat Hindu pada saat hari Galungan? Tentu saja Dewi Durga. Makanya di Bali pada saat hari Galungan pasti memasang Sampian Candigaan. Karena Candigaan berasal dari kata Candika, sementara Candika adalah nama lain dari Dewi Durga. Jika di India ada perayaan khusus untuk memuja Dewi Durga, perayaan itu bernama Durga Puja dan Kalipuja.
Sementara di Bali tidak ada perayaan khusus yang memuja Dewi Durga. Karena Stana Dewi Durga hanya ada di pura Prajapati dan di kuburan { Pelinggih Hyang Berawi }. Sedangkan Piodalan di pura Prajapati selalu tidak sama antara desa satu dengan desa lainnya. Dewi Durga sebagian besar dipuja oleh penganut aliran Tantrayana.
Ciri khas persembahan untuk Dewi Durga adalah daging babi. Makanya pada saat hari Penampahan Galungan, masyarakat Bali membuat Upakara di halaman rumah berupa Pabiakalan didasari Apejatian, Tebasan Galungan, Penyeneng, dan Canang Genten yang dipersembahkan kepada Dewi Durga. Pada saat Penampahan juga memasang Penjor dengan Sanggah Cucuk sebagai tempat Upakara yadnya kepada Durga dalam wujud beliau sebagai Dewi Uma.
Salah satu mantram yang sangat sederhana untuk yadnya kepada Durga adalah sebagai berikut : Om Catur Dewa Maha Sakti, Catur Asrama Bhatari, Siwa Jagatpati Dewi, Durga Sarira Dewi.
Dalam bahasa Sanskerta, Durga berarti terpencil atau tidak bisa dimasuki. Sementara dalam bahasa Dewanagari, Durga berarti dewi kemenangan. Beliau memiliki beberapa senjata diantaranya Cakram, petir, teratai, ular, pedang, Gada, terompet kerang, dan Trisula. Sementara kendaraannya adalah Dawon yang artinya macan atau singa. beliau memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi Mudra. Dewi Durga memiliki banyak nama diantaranya Dewi Uma, Dewi Parwati, Dewi Kali, Dewi Candika dan lain-lain. Dewi Durga adalah istri dari Dewa Siwa dan memiliki beberapa putra diantaranya Dewa Ganesha, Dewa Kumara atau Kartikeya, dan Dewa Kala.
Dalam sebuah lontar Purwagama Sasana disebutkan bahwa dewi Durga memiliki lima pancaran sakti yang disebut Panca Durga yaitu Kala Durga, Durga Suksmi, Sri Durga, Sri Dewi Durga, dan Sriaji Durga. Semua itu merupakan kekuatan yang maha luar biasa dapat memberikan ketenteraman dan juga dapat menimbulkan bencana. Inilah yang menguasai ke 5 arah mata angin. Karena itu pada saat ritual Pengerehan atau Transformasi, kekuatan inilah yang dimohonkan untuk hadir dan bersedia untuk berstana dalam sebuah Tapakan Ida Bhatara berupa Rangda.
Pada salah satu lontar yakni Lontar Andhabhuwana menyebutkan asal muasal keberadaan Dewi Uma berubah menjadi Dewi Durga (penguasa kuburan) disebabkan karena mendapat kutukan Dewa Siwa. Kutukan tersebut menyebabkan Dewi Uma yang bergelar Dewi Durga tinggal menetap di dunia dan akan kembali ke Siwa Loka setelah disucikan.
Kisah itu berawal saat Bhatara Siwa menyuruh Dewi Uma mencari susu yang tugasnya cukup berat untuk dilakukan. Dalam memperoleh susu, Dewi Uma harus merelakan diri untuk melayani si pengembala.
Ketika telah mendapatkan susu dan kembali ke Khayangan untuk menyerahkannya kepada Dewa Siwa, Dewi Uma melakukan kebohongan. Ia tidak menyebutkan asal muasal dimana susu itu diperolehnya.
Namun, dengan tenung Aji saraswati Dewa Ganesha membeberkan kebohongan yang dialakukan ibunya terkait asal-usul dimana memperoleh susu. Mendengar penjelasan Dewa Ganesha seketika tenung Aji Saraswati dilenyapkan menjadi abu oleh api kemarahan Dewi Uma.
Melihat ulah Dewi Uma yang telah berani membakar tenung Aji Saraswati dan berusaha berbohong dalam memperoleh susu menimbulkan kemarahan bagi Dewa Siwa. Saat itulah kemudian Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma turun ke dunia menjelma menjadi Dewi Durga.
Turun Kedunia Sebagai Penguasa Kuburan dan Menebar Penyakit
Setelah dikutuk untuk turun kedunia, Dewi Durga berstana sebagai dewa penguasa kuburan yang diikuti oleh 108 Bhuta-Bhuti. Berikut nama-nama butha kala dan butha kali yang mengiringi keberadaan Dewi Durga di kuburan yakni, bhùta banaspati, yamapati, mregapati, banaspatiraja, bhùta saliwah, bhùta salah rupa, bhùta Enjek-pupu, Tangan-tangan, Laweyan, Kumangmang, Anja-anja, Mamedi,
Bhùta Sungsang, Udug-Basur, Ileg-ileg, Papengkah, Barong Asepek, I Gagendu, Suku-tunggal, kakawa, Mretyu, Togtogsil, Raregek, Raparayu, Kala Ngadang, bhùta Tan-pakuping, bhùta Bungut-sasibak. Itulah semua yang mengiringibhùta Enjek-pupu, Tangan-tangan, Laweyan, Kumangmang,
Anja-anja, Mamedi, bhùta Sungsang, Udug-Basur, Ileg-ileg, Papengkah, Barong Asepek, I Gagendu, Suku-tunggal, kakawa, Mretyu, Togtogsil, Raregek, Raparayu, Kala Ngadang, bhùta Tan-pakuping, bhùtaBungut-sasibak.
Tugas dari Dewa Durga dan 108 pengikutnya adalah menebar penyakit, menciptakan kekeringan, kebencanaan di dunia. Akan tetapi yang menjadi sasaran utamanya adalah manusia yang lupa untuk berbhakti kepada Tuhan yang Maha Esa.
Penyakit dan segala kebencanaan yang diciptakan oleh Dewi Durga dan pengikutnya bertujuan untuk menyadarkan manusia untuk selalu ingat dan berbhakati kepada Tuhan. Sebagai cara untuk mengurangi gangguan yang ditimbulkan oleh kekuatan Dewi Durga dan pengikutnya dilakukan dengan mempersembahkan butha yadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar