Rabu, 15 Maret 2017

AJARAN KANDA PAT BHUTA

Kanda Pat Bhuta adalah ajaran pengiwa

Karena dia pengiwa, tentu saja bersifat wingit, tersembunyi, tenget, angker, misterius, aja wera dan rahasia.
Itu pula yang menyebabkan sangat sulit mencari lontar atau buku yang mengulas tentang Kanda Pat Bhuta ini. Ajaran Kanda Pat Bhuta bisa populer justru karena ada banyak mitos yang bercerita tentang itu. Dan oleh para budayawan, mitos-mitos tersebut diwujudkan dalam bentuk pagelaran seni tari, seperti tari Barong Ket, tari Barong Landung, tari Calonarang dan sebagainya. Dari mitologi-mitologi itu. Kalau seorang budayawan bisa mewujudkan ajaran Kanda Pat Bhuta, menjadi sebuah drama tari atau seni tari.

Yang pertama dipakai acuan adalah babad Rangda. Babad Rangda ini ceritanya nyaris sama dengan naskah lontar Tanting mas dan Tanting rat, atau Calonarang versi Bali.

Dari babad Rangda itulah kemudian muncul nama Kanda Pat Bhuta, yaitu:
Anggapati tempatnya di timur. Anggapati berarti kala, atau nafsu di badan sendiri. (Raga di musuh maparo, ringati ya tonggwanya tan madoh ri awak).
Mrajapati tempatnya di selatan. Mrajapati berarti penguasa kuburan (Setra ganda mayu), Durga.
Banaspati tempatnya di barat. Banaspati diwujudkan berupa jin, setan, Tonya (Barong landung), penjaga sungai atau pangkung tempat keramat dan sebagainya.
Banaspati raja tempatnya di utara. Banaspati raja diwujudkan Barong ket, merupakan penjaga kayu atau pohon besar dan hutan belantara.
Sumber lain menyebutkan ajaran Kanda Pat Bhuta muncul sesudah riwayat sudamala, yaitu sesudah Dewi Durga diruwat menjadi Bhetari Uma, dan kembali ke Siwa Loka. Maka tinggalah jasad beliau dengan segala sifat, tabiat, dan wataknya dahulu di Dunia ini. Oleh Sang Hyang Brahma, jasad itu kemudian dihidupkan kembali menjadi Catur Sanak, bernama Kanda Pat Bhuta.

Setelah itu, mereka kemudian msaing-masing diberikan tempt serta caranya mempertahankan hidup :
Anggapati = Menghuni badan manusia dan makhluk lainnya, sebagai makanannya, dia boleh memakan, mengganggu manusia, bila keadaannya sedang lemah dan dipenuhi oleh nafsu-nafsu angkara murka.
Mrajapati = Menghuni kuburan dan perempatan agung. Sebagai makanannya ialah bangkai, mayat yang ditanam melanggar waktu, hari-hari yang terlarang oleh kala dan kecaping aksara, padewasan.
Banaspati = Menghuni sungai-sungai, batu-batu besar. Sebagai makanannya, ialah orang yang lewat atau berjalan atau pun tidur pada waktu-waktu yang terlarang oleh Kala, misalnya tengah hari (kalitepet) atau sadikala.
Banaspati raja = menghuni kayu-kayu besar, misalnya kepuh rangdu, dan terutama kayu-kayu yang dipandang angker. Sebagai makanannya, dia boleh memakan orang yang menebang kayu, atau naik pohon, padawaktu yang terlarang oleh kala atau kecaping aksara, padewasan.

Keempatnya ini dinamakan Catur Sanak menurut kitab Kanda Pat, dan diberi nama Kanda Pat Bhuta. Semua siluman, jin, setan, memedi, tonya, gumatat-gumitit, dan yang lainnya, dibawah kekuasaannya.

Mitologi Barong Ket
Alkisah, Sang Hyang Siwa sedang menderita gering yang parah. Bhetari uma istrinya, diminta untuk mencari obat-obatan ke mayapada. Maka turunlah beliau ke dunia ini. Tepat pada tengah hari (kalitepet), sampailah Bhetari uma di Setra Gandamayu (kuburan), pada sebuah pohon randu beliau berhenti. Dan, karena ada sedikit kesalahan teknis, membuat pendaratan beliau menjadi tidak mulus, sehingga menimbulkan suara gaduh dan berisik.

Kebetulan pada saat itu, adalah merupakan waktu yang terlarang bagi Banaspati Raja, yang kala itu sedang tidur mendengkur di bawah pohon rangdu. Mendengar suara rebut-ribut dan pada waktu yang salah lagi, waktu terlarang (nyalah masa), dia bangun dan merasa wajib untuk nadah, atau memangsa orang yang dihadapannya. Lalu dengan garang menyerang Bhetari Uma. Pertempuran pun terjadi dengan sengitnya. Merasa kewalahan Bhetri pun mengeluarkan ilmunya, nyuti rupa, berubah wujud menjadi Bhetari Durga, dengan segala kesaktiannya dia menggempur balik Banaspati Raja.

Di dalam pagelaran drama tari barong, kisah ini dilukiskan dengan masuknya pemeran Bhetari Uma ke dalam rangki, diganti dengan munculnya Bhetari Durga atau Dewi Durga, lalu menyerang Barong ket, dan dipaksa masuk ke dalam rangki. Itu artinya bahwa, merasa kalah sakti dengan Bhetari Durga, Banaspati Raja pun melarikan diri. Tidak terima dengan kekalahan tuannya, maka rakyat atau pendukung Banaspati Raja pun mengamuk, mengeroyok Bhetari Durga, membuat rusuh, menghancurkan segala yang ada disekitarnya. Masih belum puas juga, diapun menyiksa dirinya sendiri. Menusuk-nusuk diri dengan keris, ngurek atau ngunying (keris dance, kata orang inggris). Mereka akan sadar kembali setelah puas melampiaskan amarahnya, atau ditenangkan oleh tuannya. Kisah ini dipentaskan dengan munculnya kembali Banaspati Raja, Barong Ket yang diiringi oleh para pemangku, kemudian memercikkan tirta sehingga mereka yang kesurupan menjadi sadar.

Mitologi Barong Landung
Di dalam mitologi Barong Landung disebutkan bahwa Banaspati adalah siluman sungai (Tonya raksasa), bernama Bhuta Awu-awu diusir dari Bali. Tentu saja melalui pertempuran yang dahsyat dan sengit, dengan melibatkan berbagai kekuatan ilmu dan ngelmu, sekala-niskala. Akhirnya Bhuta Awu-awu kewalahan dan lari ke Nusa Penida (Dalem Ped) dan menjadi pepatih bergelar I Ratu Gede Mecaling. Sumber lain mengatakan bahwa, Banaspati adalah jelmaan roh manusia yang mati penasaran. Mati secara tidak wajar. Apakah karena dibunuh, bunuh diri, kecelakaan, mati muda (mati sebelum waktunya) dan sebagainya. Akan menjadi roh penasaran dan bergentayangan mencari mangsa.

Sebentuk mahluk yang muncul dari kuburan, antara 1 sampai 40 hari kematian seseorang, berwujud sinar kehijauan, endihan gadang, melayang-layang seirama desiran angin. Dari semua mitologi tersebut menyatakan bahwa wujud Banaspati itu berbeda-beda. Ada yang mengatakan seperti Barong Ket. Yang lain bilang seperti Barong Landung. Ada juga yang bilang berwujud Endihan Gadang, sinar kehijauan.
Tapi ada satu hal yang bisa mempersatukan persepsi kita yaitu :
Anggapati warnanya putih tempatnya di timur.
Mrajapati warnanya merah tempatnya di selatan.
Banaspati warnanya kuning tempatnya di barat.
Banaspati raja warnanya hitam tempatnya di utara.
Warna merujuk kepada symbol sifat dan karakter dari masing-masing bhuta tersebut. Filosofi empat warna ini juga ada dalam ajaran lain, missal : tanah, air, udara dan api dalam filosofi Buddha Zen.

Untuk mewujudkan keberadaannya secara fisik, maka Kanda Pat dianggap bertahta dalam darah, oksigen, tulang sum-sum dan kulit daging manusia.
Namun, walaupun demikian, tetap saja ada pendapat yang berbeda.
Seperti ada yang mengatakan bahwa Kanda Pat Bhuta terdiri atas:
dengen, yang berasal dari yeh nyom, air ketuban.
kala, yang berasal dari darah, getih, rah.
bhuta yang berasal dari lamas, dan
preta (Anta-preta) yang berasal dari ari-ari.
ada pula yang menyebutkan, bahwa Kanda Pat Bhuta itu terdiri dari:
bhuta petak, putih berwujud dengen (raksasa)
bhuta bang, merah yang berwujud macan, harimau.
bhuta kuning yang berwjud Naga, dan
bhuta ireng, selem, hitam yang berwujud buaya.
Bila dapat mengendalikan, kita akan memiliki kekuatan dan kesaktian dari makhluk-makhluk itu tadi.


Ajaran kanda pat bhuta

Ajaran Kanda Pat Bhuta berasal dari ajaran yang terdapat di dalam lontar Catur Sanak. Catur berarti empat dan Sanak berarti saudara. Jadi Catur Sanak berarti saudara empat, atau ajaran yang mengungkap tentang keberadaan, kawisesaan, dan kesaktian saudara empat.
Beginilah ceritanya;
pada waktu manusia lahir ke Dunia ini, pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Tiga Sakti. Beliau Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau berstana di Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Lalu, disusul dengan lahirnya si jabang bayi yang diiringi oleh Sang Hyang Panca Mahabhuta.

Sehingga pengertian dari Kanda Pat Bhuta menjadi sebagai berikut :
Kanda = tutur; petuah; tetingkah; kesaktian; kawisesan; kasidian.
Pat = empat
Bhuta = denawa; raksasa.
Disebutkan dalam serat kidungan jiwa wedha, bahwa;
pada saat manusia lahir ke dunia ini, maka pada saat yang sama lahir pula para Dewa dan siluman, binatang serta tumbuh-tumbuhan, dan mereka semua adalah saudara.
Jadi Kanda Pat Bhuta disini berarti empat macam ajaran, kawisesan, kesaktian, kasidian dari para siluman raksasa. Sehingga barang siapa yang dapat memahami ajaran ini, akan memiliki kesaktian, kawisesan, dan kasidian dari para siluman raksasa. Sehingga barang siapa yang dapat memahami ajaran ini, akan memiliki kesaktian, kawisesan, dan kasidian dari para siluman tersebut. Akan menjadi sakti seperti siluman.

Selain pengertian tersebut di atas, bhuta juga bisa diartikan sebagai daya, tenaga, atau kekuatan. Jadi bhuta = daya; tenaga; kekuatan yang besar. Sebesar daya tenaga raksasa.
Itulah sebabnya mereka yang kerangsukan atau kesurupan bhuta, akan memiliki daya atau tenaga kekuatan raksasa, atau daya kekuatan yang besar. Hanya saja daya atau tenaga yang besar ini sering tidak terkendali, tidak terarah. Karena sedang tidak sadarkan diri. Apabila tenaga atau daya kekuatan yang besar itu bisa dibangkitkan dengan ajaran Kanda Pat ini, denganpenuh kesadaran,sehingga bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik. Dengan pengertian seperti ini, maka ajaran Kanda Pat Bhuta adalah penengen.

Inilah ajarannya, ajaran pengiwa dan penengen, rahasiakanlah, jangan dibicarakan sembarang orang. Ila-ila dahat, berbahaya. Jangan dilecehkan, bila dilecehkan, musnahlah segala kegunaannya, dan menjadi bumerang bagi penganutnya. Dan kemudian menyakiti diri sendiri, seperti gila, marah-marah, boros, sakit mendadak, sakit lepra, buta serta pendek umur. Demikianlah akibat dari orang yang mempermainkan ajaran ini.

Katatwan kanda pat bhuta

Ketahuilah adanya ketatwan kanda pat bhuta:
pada saat manusia masih berupa janin, mayoga ring gua garban ibunta. Tatwan ika Sang Hyang Rare, nyelang linggih ring Sang Ibunta, Ibu Pertiwi.
Mengandung pengertian bahwa urip itu nyilih ring pertiwi, hidup baan nyilih. Karena itu apa yang ada di Buwana Agung ada juga di Buwana Alit, ring angga sariranta seperti :
kulit kabeh nyilih saking pertiwi,
bulun mata nyilih ring pada,
tulangta kabeh nyilih ring kayu,
dagingta kabeh nyilih ring paras,
mulukta kabeh nyilin ring endut,
rambut ta kabeh nyilih ring gule mwang ring awun-awun,
cangkemta nyilih ring gua,
giginta nyilih ring suket jurang,
matanta nyilih ring surya candra,
cunguhta nyilih ring semer,
karnanta nyilih ring jurang rejeng,
kejepanta nyilih ring tatit,
ambekta nyilih ring bintang,
sabdanta nyilih ring ketug lindu prakasa,
angkihanta nyilih ring anggun kabeh.

Begitulah adanya ketatwan hidup menjadi manusia. Barang siapa yang tidak memahami akan kerberadaan tersebtu, akan menjadi musuhlah dia. Bisa menjadi penyakit, mendatangkan bencana, hidup menjadi susah, banyak masalah.Karena itu, menjadi orang hidup janganlah sombong, jangan besar mulut, jika berbicara jangan sembarangan, perkataan terhadap sesame jangan curang-bog-bog-membohongi orang. Jangan pula jail, angkuh, congkak dan takabur. Hindari semua itu, karena hidup cuma baan nyilih, hanya pinjaman, hanya sementara.

Beginilah keberadaan beliau Sanghyang Panca Mahabhuta :
Ring purwa, ngaran aprag, yeh nyom dadi kulit, ngaran ibuk, dadi bhuta putih, dadi anggapati, mekrane bayuni mawisesa, dadi sang kursika, dadi bhatara iswara, sweta warna, magenah ring pepusuhan, mekarana ada panes-tis.
Ring daksina, ngaran getih dadi isi, ngaran I bodo, dadi bhuta abang, dadi mrajapati, mekrane wanen, dadi sang garga, dadi bhatara Brahma, merah rupanya, mesuang geni ring irung kiwe-tengen, magenah ring hati, ento mekarana ada jele-melah.
Ring pascima, ngaran sugian, mawak ari-ari dadi bhuta kuning, dadi banaspati, mekrana pageh, dadi sang metri, ring urat dadi bhatara mahadewa, warnanya kuning, megenah ring karna, ngerungu sabda ala-ayu.
Ring utara, malih puser dadi tulang, ngaran Ibaka, dadi bhuta ireng, ngaran sang basukih, dadi banaspati raja, dadi sang kursia, ring tulang dadi bhatara wisnu, hitam warnanya, magenah ring ampru, mesuang yeh ring tinggal, ngawas jele-melah.
Ring tengah, raganta ngaran I bagia, dadi sang pretanjala, dadi bhuta mancawarna, dadi dengen, dadi bhatara siwa magenah ring jaja, rupanya mancawarna, magenah ring lidah, dadi sabda-sidi ngucap.

Mangeregep kanda pat bhuta

Pangeregepe neher sira mamusti mangeranaksika tur masila marep purwa mwah maduluran :
"Pejati, toya anyar 1 gelas. Canang burat wangi. Asep menyan. Segehan mancawarna. Tetabuhan arak berem"
Kadi iki reregepane :
I anggapati regep manjing ring cangkem, terusang ring papusuhan, jantung, rumaksa jiwa apang pageh.
I mrajapati regep manjing ring irung, terusang maring hati, ati, rumaksa bayu apang kukuh.
I banaspati regep manjing ring tingal, terusang ring ampru atau limpa, rumaksa idep apang tan obah.
I banaspati raja regep manjing ring karna, terusang sakna maring ungsilan atau empedu, rumaksa sabda apang dadi sidi ngucap
Ika kaweruhe pasuk-wetun sanakta kabeh rinegep sapalakun rahina wengi.

Demikianlah cara angrasuk kanda pat bhuta, sebisa-bisanya dilakukan pada malam hari. Dan setelah menghaturkan banten atau sesaji yang disebutkan di muka, serta mantra reregepane juga sudah diucapkan, maka selanjutanya adalah :
lemaskan badan anda, jangan tegang, santai saja, atur pernafasan yang aris, panjang dan pendeknya satukan pikiran, jangan bimbang, jangan ragu dan jangan takut. Kalau masih dihantui perasaan bimbang ragu dan takut, maka anda tidak akan berhasil. Kalau memang belum yakin, belum percaya diri, sebaiknya memang tidak usah dilakukan. Karena apapun yang dikerjakan dengan pikiran ragu dan bimbang disamping tidak ada hasil juga bias menimbulkan penyakit di dalam jiwa anda.

Makanya, barang siapa ingin menyatukan kanda pat bhuta dengan dirinya, caranya :
“Sambat aranta kabeh, incepang ring hulu angen, kumpulang ditu rasayang. Suba ditu terusang kuncita, ngaran cekokan sirahe ring ungkur, beneng ring lelata, ditu cipatyang kayunta, sakeweh ajak arep-sakeneh sida, dadi pangeraksa jiwa, kasidian, kateguhan, kesaktian, lan matetamban wenang”
Artinya :
Panggil namanya semua, tempatkan di ujung angen-angen, cipta dan rasakan sendiri disana. Setelah itu jalankan ke kuncita, kecekokan kepala belakang yang lurus dengan selaning lelata, ditengahnya alis kanan kiri. Menciptalah disana apa yang diinginkan, dimohonkan, segalanya bias. Untuk pengeraksa jiwa raga, kasidian, kateguhan, kesaktian, dan pengobatan, semuanya bisa.

Setelah itu genahang ring raga, tempatkan di dalam badan, seperti ini mantranya:
Ih I anggapati, manjengakena sira ring cangkem, anerus ring papusuh.
Ah I merajapati, manjingakena sira ring irung, anerus ring ampru.
Eh I banaspati, manjingakena sira ring soca, anerus ring hati.
Uh I banaspati raja, manjingakena sira ring karna, anerus ring ungsilan.

Dan diteruskan dengan mantra berikut :
Ih I anggapati mungguh ring pempatan, dada, putih rupanira.
Ah I merajapati mungguh ring bahu kiwa, abang rupanira.
Eh I banaspati mungguh ring bahu tengen, ireng rupanira
Uh I banaspati raja mungguh ring ungkur, rupanya kuning.

Lagi ada mantra :
“Ih ah eh uh, sanakta kabeh aja sira anglaranira, ingsun aweha mreta ring dyun manic, ameta mangke amreta saking ibunira, syamukanku mijil ikang mreta. Iki mangke tadah sajinira, hana kita amreta iki, anahan ajak sanakta kabeh. Mangke alungguha sira ring ragan ingsun, aja sira papacuhan, pomo-pomo-pomo”
Seperti contoh berikut yang termuat dalam sebuah lontar, disebutkan bahwa, barang siapa yang sudah bisa merasakan kehadiran atau kemanunggalannya dengan Sang Catur Sanak, maka dia wajib melakukan “pebresihan” diri, dengan cara mandi di sungai setiap purnama dan tilem. Lakukanlah ini pada malam hari.

Caranya: duduk bersila di tengah sungai dengan air sebatas leher, sikap tangan amustikaranamenghadap keluwan dan terus mengucapakan mantra :
“Ih eling Sang Hyang Dharma, idih larankune ring pekarangan awak sarirankune, eling Bhatara Catur Buwana, idih larankune ring awak sarirankune, wastu aku bersih hening, hening, hening, hening. Eling sang buana sakti. Reksanen awak sarirankune, pomo raksa, pomo raksa, pomo raksa”
Itulah pebersihan Sang Catur Sanak, dan kalu sudah mebersih dengan mantra tersebut diatas, lagi mengucapakn mantra dengan posisi tangan menempel di pusar. Ini mantranya :
Om am ratna pradipta jagra agni ramaya, surya teja mahateja rakta warna brahma-rupi.
Om bam hredaya swahana ya namo.
Om am caturmuka dadi kunda namo.
Om hrang hring nadi saramaya kala ya namo, prameya karang.
Om trigama dupa dipa tayo namah swaha

Setelah selesai mengucapkan mantra tersebut, lalu dilanjutkan dengan mandi keramas yang bersih. sepulangnya dari sungai, sampai di rumah jangan makan sirih, karena ada pebersihan sekali lagi.
Sarananya: yeh, mawadah sibuh, bungan jepun apasang, setelah dipuja, maketis ring awakta, ring bunbunanta, raris minum, sugyang, pada ping telu.
Inilah mantranya :
"Ih ah eh uh, anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Suba kehaturan pabresihan pengening-ngening raganta sami, ayua kita pepancuhan, rumaksa aku apang pageh, lamun ana wong satru, leak sakti mapagin aku, tulakenta sira ajak makejang... pomo-pomo-pomo"

Masalah pebersiha diri, melukat atau mandi keramas, barang kali ada sedikit pertanyaan.
Bagaimana kalau di sekitar tempat tinggal tidak ada sungai?

Jawabannya adalah :
pebersihan, melukat atau mandi keramas itu dapat dilakukan pada sumber atau mata air yang lain. seperti pancoran, bulakan atau sendang, tempat-tempat permandian umum, di danau atau di segara (laut). Dan bila inipun tidak ada, maka dapat dilakukan di kamar mandi. Tentunya cara mandinya juga disesuaikan. Kalau tidak bisa kumkum ya, jangan kungkum. kalau tidak bisa berendam, jangan berendam. Cukup ucapkan mantranya saja, setelah itu menghening sejenak, lalu mandi seperti biasa.

Tidak hanya purnama-tilem. Cara mandi seperti ini dapat dilakukan bilamana anda merasa kesebelan, cuntaka. Pulang dari melayat, menengok orang meninggal. Melihat sesuatu yang tidak mengenakkan atau mengalami kesialan. Misalnya baru sembuh dari sakit, habis kecelakaan dan sebagainya.

Kesaktian kanda pat bhuta

Kesaktian Kanda pat bhuta ini berkaitan dengan fungsinya. Artinya mau digunakan untuk apa? Mohon keselamatan, kerejekian, kewisesan, keteguhan, pengobatan, atau kesembuhan dan sebagainya. Seorang pemangku di Bali, sebelum melakukan puja astawa ke Widhi, biasanya memagar dirinya terlebih dahulu dengan kekuatan mantra-mantra khusus. Biasanya dikenal dengan istilah mantra tan kodar, artinya mantra tak terdengar, karena diucapkan di dalam batin.

Berikut adalah beberapa contoh mantra-mantra kesaktian yang biasa digunakan dalam kanda pat bhuta. Mantra :
“Om A Ta Sa Ba I Na Ma Si Wa Ya. Ang Ung Mang.
Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Aja sira lali asanak ring ingsun, apan ingsun juga tan lali asanak ring sarira. Reksanan jiwa raganku den becik”
Sesudah itu regep sanakta apang memurti ring awakta, ini mantranya :
Ih anggapati, mijil sira saking pepusuh, anerus sira ring soca, alungguh ta sira ring pempatan, dada, merupa putih.
Ah I mrajapati. mijil sira saking ati, anerus sira ring irung, alungguh ta sira ring bahu tengen, marupa abang.
Eh banaspati, mijil sira saking ampru, anerus ring sira ring cangkem, alungguh ta sira ring bahu kiwa, marupa ireng.
Uh banaspati raja, mijil sira saking ungsilan, anerus sira ring karna, alungguh ta sira ungkur pamanggahan, merupa kuning.
Om nama siwa ya. Om sa, ba, ta, a, I

Inilah yang disebut dengan darma idep pageh terus. Dan kalau sudah bisa merasakan seperti itu, itulah manusia sakti-sakti luwih, semua musuh akan bakti ring awakta. Ika regeep den pingit, itu adalah perwujudan Hyang Sada Siwa, Siwa Agung Wisesa, gegelaran manusia sakti.

ini adalah pemantukan buwana agung ring buwana alit, ring awak sariranta. Ini wajib diketahui, karena ini adalah dasar menglesakang salwiring guna pangwisesan. Inilah mantranya :
“Ih sang ibu pertiwi, mantuk ring kulit. Paras mantuk ring daging. Embun mantuk ring otot. Endut mantuk ring muluk. Kayu mantuk ring tulang. Padang mantuk ring bulu. Gulem mantuk ring rambut. Gowa mantuk ring cangkem. Sumur, tukad, Sang Hkyang Surya Candra, kabeh pada mantuk ring netra kalih. Suket-suket mantuk ring gigi. Tatit mantuk ring kejapan. Iding, parang, rejeng, jurang, pada mantuk ring karma. Teja mantuk ring alis. Ambara mantuk ring bahu. Akasa mantuk ring usehan”
Ika wenang kaweruhan maka dasar pangregep sekala.

Dan ketahuilah pula bahwa pada sanakta juga bisa berwujud api. Berwujud gni pangesengan. Bisa digunakan untuk membakar lara petaka, mangeseng salwiring bayu.Karena itu, ika wenang murtyang den pageh, ika maka dasar sakti mawisesa. Beginilah adanya :
“Gni mahabara ring rambut. Gni jayengrat ring tinggal kalih. Gni rasyamuka ring cangkem. Ika regepan denira, menadi sanunggal, tunggalakena maring pukuhing jiwanta. Kalau sudah merasa di situ, regep mijil murub makatar-kataran ring arepanta, mijil paketel-tel masusun, matumpang siyu. Kalau sudah begitu, geseng salwiring kanga rep kageseng”

Beginilah cara pangeregepannya :
teher ta sira asila, mamusti mangranaksika, tur marep purwa, dulurang canang burat wangi, daksina pejatian, asep menyan, tetabuhan arak berem. Lelangunin Sang Hyang Mantra, tuntun deninig idep pageh terus. pageh terus ring paglekas ika, katon rong aprenta kadi gni angabar-abar matumpang siyu.
Begitulah penampakannya bila sudah dapat menghidupkan Sang Hyang Agni dari Sang Catur Sanak ini. Kalau menghadapi musuh sakti, maka panggil sanakta kabeh.
Mantra :
“Ih Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja, apang prayetna, sira angarepin satru sakti, aja pepancuhan kengetakena”

Dan kalau mengobati orang yang sakit, maka sarananya adalah :
yeh anyar mewadah sibuh, sekar putih, barak, kuning, selem pada mekatih.
Mantra :
“Ih Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja, sira apang preyatna, tohan kawisesan nirane, anambani gering si apang seger waras, aja sira pepancuhan, pomo, pomo, pomo”
Kemudian tarik nafas dan tahan sekuatnya, lalu tiupkan ke air tersebut, untuk maketis, minum, sugyan, masing-masing tiga kali. Selanjutnya ketahuilah adanya pemurtian beliau, sanak tane patpat same pad sareng mamurti, termasuk iraga juga mamurti menjadi bhuta, bergelar Panca Mahabhuta. Dengan perwujudan beliau adalah beruap : pertiwi, apah, teja, bayu, akasa. Dan dari pamurtian ini lahir Sang Hyang Dasaksara seperti : Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya. Dari Dasaksara lahir Sang Hyang tiga, Sang Hyang Tri Aksara : Ang, Ung, ang. Dan dari Tri aksara ini lahirlah Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Ongkara. Itu semua kemudian menjadi linggan Bhuta, Bhetara dan Dewa.

Dari situlah kemudian lahir mantra :
Om, sa, ba, ta, a, I, na, ma, si, wa, ya, ang, ung, mang.
Om aku mawak Sang Hyang Tunggal, sakti aku tan kahungkulan, tan keneng tulah mwang pawastu, tan kena aku aceping Bhutakala, Bhuta dengen, mwang desti, tuju, teluh, terangjana, guna lanang, guna istri, aku tan kena guna pekaryaning manusa sakti wisesa, wastu sakuwuning gumi lemah sengit, tela campuh sumpah supata punah, punah, punah.
Om namo namah swaha

Dalam sumber lain yaitu di dalam lontar Kanda Pat Rare ada disebutkan mantra yang berkaitan dengan Kanda Pat Bhuta ini, secara lebih lengkap sebagai berikut :
bila terjadi perang, kerusuhan, atau perkelahian, maka untuk keselamatan diri dapat diucapkan mantra ini :
Ih anggapati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, teumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo.
Ah Mrajapati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo.
Eh banaspati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sir, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo. Uh banaspati raja, iling sira asanak lan ingsun-ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo.

Lalu menoleh kiri-kanan, kemuka dan kebelakang, pada saat mengucapkan mantra ini, nafas ditahan. Kemudian keluarkan perlahan dari lubang hidung, sambil memperhatikan lubang hidung mana yang lebih lancar, kanan atau kiri?
Kalau yang lancar itu lubang hidung kanan, maka kaki kanan yang lebih dulu dijalankan, begitu juga sebaliknya. Dan bila lancar dua-duanya berjalanlah tanpa ragu, tan pejah sira ring payudan, doh ikang agering, tan wania durga amarani sira.
Dan kalau mau tidur, agar bisa tidur dengan baik, tidak gelisah, tidak terganggu. Bisa tidur dengan selamat dan bangun pun dengan selamat, sehingga badan menjadi sehat. Maka ucapkan mantra berikut :
Ih I anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja, ajak panakta kabeh, ingsun arep turu, sira atangia, reksanen jiwa ragaku, yan ana wong ala paksa, leak mawisesa, upassasab, merana gerubug, tulaken ta sira ajak makejang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo

Atau kalau ingin dibangunkan pada jam-jam tertentu disisipkan kalimat, “gugahan aku jam”, sebelum kata “aja lali” di atas. Dan berikut adalah ajian pamungkas dari Kanda Pat Bhuta. Tapi ingat jangan dilecehkan, jangan disebarluaskan kepada mereka yang tidak sepatutnya. Sebab, kalau dilecehkan hilanglah kegaibannya. Ini adalah ajaran rahasia, ilmu yang dirahasiakan oleh seorang guru. Tidak mudah seorang guru untuk menurunkan ilmu ini, kecuali beliau sudah paham dan yakin betul akan sifat dan watak muridnya.

Gunakan ilmu ini hanya bilamana diperlukan, atau dalam keadaan terpaksa, karena dipaksa oleh suatu keadaan.
Inilah ajian I Bhuta Siu. Mantranya :
“Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Ingsun matek ajian I bhuta siyu, bhuta siyu kangtapa ing guwargar-bane I bagaspati. Sakehing samar, bhuta-bhuti, kala-kali, luluh mesarira tunggal ring ingsun. Seakehing satru, leak sakti, mawises, desti, tuju, teluh, aneranjana. Teka wetan, kulon, kidul lan lor. Pada kamigilan, keprabawan ajianku I bhuta siyu, kang mrumbul metu maewu-ewu, pake bles-bles tan keni pati. Temah pada giris lumayu bubar sar-saran. Ya ingsun atining bumi”

Selain itu, kesaktian dari Kanda Pat Bhuta ini, juga bisa dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus. Seperti contoh berikut ini :
apabila ingin sakti dan dicintai oleh sesame maka siapkan saran banten : rayunan mancawarna, 1 pajeg, dengan ikan ayam brumbun, nasi tulung 125 tanding, nasi takilan 216 tanding, dijadikan masing-masing satu tamas, suci atau soroh, pras ajuman, canang pasucian, daksina gede sarwa 3 satu, pemanisan, satu dulang, segehan cacan satu tanding, segehan agung satu tanding, penyambleh ayam brumbun, tetabuhan arak berem.

Apabila akan bertempur, mesiat lemah, mesiat peteng, bertempur sekala maupun niskala, baik secara nyata maupun tidak nyata, maka bantennya sama dengan di atas. Dihaturkan dahulu kepada Sang Hyang Panca Mahabhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali, atau bahasa mantra anda sendiri. Mohon diberikan kesaktian, prajurit siluman dan atau yang lainnya. Setelah dihaturkan, kemudian sisa dari semua banten dan segehan ditatab. Jangan terkejut, jangan kaget, dan jangan pula anda menjadi takut. Bila tiba-tiba merasakan suasana yang berbeda, suasana yang mencekam, yang membuat bulu kuduk anda merinding. Atau tiba-tiba seolah-olah melihat penampakan yang menyeramkan, baik suaranya maupun perwujudannya yang aeng. Itu berarti bahwa permohonan anda telah diterima. Dan anda telah siap untuk menjadi seorang yang sakti seperti siluman.

Dan bilamana anda berkeinginan untuk nerang hujan, maka siapkan saran bantennya : Ajuman pelung 3 tanding, ajuman selem 1 tanding, canang segenep, peras ajengan, canang daksina gede sarwa 4 satu, suci satu soroh, rayunan pajegan satu tanding,penyambleh ayam samalulung, tetabuhan arak-berem, dengan sarananya dupa.Caranya : semua banten dihaturkan dahulu kepada Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali atau bahasa mantra anda sendiri. Memohon agar terjadi hujan, agar turun hujan. Setelah itu anda mandi basah kuyup seluruh badan, sambil menyembur-nyemburkan air. Dengan menggunakan air kelebutan, atau air sumur.

Bila anda berharap bisa mengikat leak atau bebai dari rumah anda. Maka dapat dilakukan dengan menyiapkana sarana banten sebagai berikut : ajuman berbentuk ular, dengan ikannya telur mentah, peras ajuman, canang daksina.
anda ingin membingungkan leak, membuat leak menjadi bingung. Maka dapat dilakukan dengan sarana banten sebagai berikut : Nasi naga ikannya telur mentah, lima butir, peras ajengan, canang daksina. Caranya : haturkan terlebih dahulu semua banten kepada Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali atau bahasa mantra anda sendiri. Mohonlah sesuai dengan harapan dan tujuan anda.

Kanda pat bhuta siluman
Di dalam ajaran kanda pat bhuta melakukan barter dengan siluman yang memberikan kesaktian, baik dengan nyawa anda sendiri atau sogokan-sogokan lainnya, seperti darah binatang misalnya, atau sejenis upakara tertentu yang dihaturkan pada hari tertentu pula. Itu biasanya tergantung tinggi-rendahnya kesaktian yang diinginkan. Cara ini kalau di Jawa disebut dengan prewangan.

Dalam anggapan sebagian masyarakat, mereka yang berhasil menempuh cara ini, biasanya dijuluki dukun sihir, ahli nujum. Ilmu gendam, sihir merupakan salah satu contoh kekuatan siluman. Salah satu jenisnya sering dipraktekan di jalanan, di pasar-pasar, atau terminal-terminal. Sehingga keeseokan harinya, termuat di koran atau di televise, ibu ini dan ibu itu, tertipu habis-habisan, tanpa sadar memberikan perhiasannya dan uangnya kepada si anu, yang sama sekali tidak dikenalnya. Karena baru ketemu kali itu.

Siluman mengacaukan kesadaran seseorang dan mendungukan hak asasinya, sehingga korban tidak menolak jika diminta. Tidak marah walau ditipu. Ketika kesadarannya pulih muncul penyesalan luar biasa. Namun segalanya sudah terjadi. Kekuatan siluman tidak abadi. Ia berhasil mengikat kesadaran seseorang hanya untuk beberapa saat. Bisa dihitung dengan jarak dan waktu. Ketika korban sadar, biasanya pelaku sudah berjalan ratusan meter. Jarak tertentu ini membuat kuasa siluman tercabut dari korban. Karena siluman yang tadi menyekap korban harus segera kembali mengikuti si pelaku kejahatan itu lagi. Karena sudah oncat maka kesadaran korban kembali pulih. Tidak linglung lagi.

Begitu pula karakter lain dengan persyaratan waktu. Kesadaran kembali pulih jika kejadiannya sudah berlangsung beberapa saat, paling lama satu jam. Diantara radius jarak dan waktu itulah, pengguna ilmu siluman menyelamatkan dirinya dan menghapus jejaknya. Sehingga mempersulit semua pihak untuk menyelesaikannya. Disamping korban juga sudah kehilangan memorinya atas kejadian tersebut. Siluman merampas hak memori kita. Daya ingat kita dan indera penalaran kita. Itulah sebabnya, mereka yang kesurupan siluman akan kehilangan kesadarannya, dan bertingkah laku seperti siluman. Kalau yang nyurup itu siluman celeng, maka dia akan bertingkah seperti celeng. Dan kalau yang nyurup itu siluman monyet, maka dia akan bertingkah laku layaknya seekor monyet. Begitu seterusnya. Maka itu, janganlah bangga bila anda bisa kerauhan. Itu tandanya betapa rapuhnya jiwa anda, karena bisa dengan mudah dikuasai siluman.

Di Bali kekuatan siluman ini biasanya dimanfaatkan oleh mereka yang belajar ilmu pengiwa, termasuk Kanda Pat Bhuta ini. Upacara ilmu pengiwa, biasanya juga diselubungi kengerian sebagaimana persyaratannya. Persyaratan ilmu pengiwa sangat akrab dengan dunia kematian. Tidak sekedar canang dan dupa, atau kembang menyan, tapi minimal ada pejatian, segehan agung, bene jejeron celeng (seperti ati, darah, jantung, usus dan lain-lain semuanya seba sedikit), juga tetabuhan arak-berem.

Jika ilmu pengiwa yang dipelajarinya itu lebih ekslusif, maka persyaratannya pun menjadi lebih ekstrim. Umpamanya : darah tidak boleh lagi dara binatang, melainkan tetesan darahnya sendiri, juga tetabuhannya tidak lagi arak-berem biasa, melainkan arak-berem yang beralkohol tinggi, seperti arak api misalnya.

Pemuja Bhetari Durga pada umumnya juga belajar ilmu pengiwa dalam kelompok yang sangat eksklusif, yang umum dikenal dengan istilah Leak Ugig, leak wegig, leak pemaron, leak selem, harus berkelana, bergentayangan berselubung kekuatan gaib saat malam menyelimuti bumi, biasanya pada saat-saat menjelang rerahinan kajeng kliwon, untuk memburu darah segar manusia, yang mengalir di tubuh bayi yang baru lahir. Tujuannya merebut hak hidup anak itu menjadi hak dia. Dalam perburuannya itu, ia akan merubah wujudnya menjadi api, endihan, terbang ke sana kemari, menembus langit kelam. Terbang dari rumah yang satu ke rumah yang lainnya. Dan akhirnya menukik pada sebuah rumah, lalu besoknya terdenga berita, “yee pianak si anune sube sing nu”, padahal kemarin masih sehat walafiat, masih segar bugar.

Begitu rentannya seorang bayi terhadap ilmu hitam, kekuatan hitam. Begitu mudahnya seorang bayi menjadi korban ilmu hitam, kekuatan hitam. Pemuja Bhetari Durga, atau kekuatan hitam berubah sakti mandraguna. Jika mati hidup lagi. Karena sudah merebut hak hidup orang lain lebih dari sekali. Semakin banyak korban, nyawanya semakin rangkap-rangkap. Itulah sebabnya, bila ada orang terkenal sakti, bisa ngeleak, pasti akan susah mati. Walaupun sudah jompo, sudah terbaring di tempat tidur, tetap saja tidak mati-mati.
Mengapa demikian? Karena dia sudah tidak murni manusia lagi, dia sudah merupakan “Manusia setengah siluman”.

Nah, orang-orang itu hanya bisa mati apabila:
tubuhnya, khususnya organ vital di dalam tubuhnya sudah benar-benar rusak, tidak berfungsi lagi, maka roh siluman yang bersemayam di dalam dirinya akan pergi meninggalkannya, maka matilah dia.
dia akan mati bila dalam suatu proses perebutan kekuasaan, dalam perang antar leak, dia dikalahkan oleh leak lainnya, maka matilah dia.
dia akan mati bila dikalahkan oleh Balian Penengen, dalam usaha merampas dan mempertahankan hak hidup orang lain. Tapi untuk kasus ketiga ini, sangat jarang terjadi. Yang sering terjadi justru Balianlah yang dikalahkan oleh leak.

Para pemuja Bhetari Durga ini seolah-olah bisa hidup abadi. Namun sesungguhnya tidak. Manteranya yang abadi, ajarannya yang abadi. Dari satu generasi ke generasi berikutnya tetap sama. Baik format maupun bahasanya. Mencari orang yang berminat membaca dan mempelajarinya. Menunggu dengan penuh kesabaran di balik pintu dan jendela. Beredar tanpa kasak-kusuk, bergerak di bawah tanah. Suatu saat kembali dianut seseorang, secara sengaja ataupun tidak.
“Semakin jumawa, semakin sombong, iri, dan dengki, semakin melekat ilmu hitamnya. Semakin orang tergoda untuk melawan semakin kokoh pertahanannya”.

Walaupun ajaran kanda pat bhuta termasuk pengiwa, yang kadang juga bergeser menjadi siluman. Namun tidaklah dalam kategori berbahaya. Karena itu persyaratannya tidak sangat berat. Tetapi konsekuensinya, ilmu yang didapat pun tidaklah terlalu tinggi. Inilah salah satu sebab, kenapa Balian yang mengandalkan ajian Kanda Pat Bhuta ini, selalu kalah dengan leak. Kanda Pat Bhuta adalah ajaran pembukaan, ajaran permulaan, sebagai langkah awal,untuk melangkah ke ajaran yang lebih tinggi, yaitu Ilmu Kawisesan dan Spiritual Dharma lainnya. Adapun cara untuk mendapatkan kekuatan gaib ini adalah dengan melakukan Ngereh, paserayan, nyeraye, dengan mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat, tenget, angker. Pada malam hari menjelang rerahinan kajeng kliwon, dengan membawa upakara seperti yang telah disebutkan di muka, dan setelah upakaradihaturkan sebagaimana mestinya, lalu dilanjutkan dengan memohon panugrahan berupa kawisesan atau kesaktian. Bisa jadi cara ini tidak cukup hanya sekali, sehingga harus diulang beberapa kali, sampai mendapatkan apa yang diinginkan.

Kalau diterima anda akan mendapatkan sesuatu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang langsung biasanya berupa benda, bisa berwujud batu permata, taring binatang, keris kecil, atau sebuah benda yang berbentuk aneh. Kadangkala juga bisa berupa makanan, kalau dia makanan biasanya berupa manisan, permen. Ada malahan yang berupa binatang seperti kucing, burung, anjing atau binatang lainnya, yang diterima pada saat itu juga. Sedangkan yang tidak langsung, biasanya didahului dengan mimpi-mimpi. Di dalam mimpinya dijelaskan tentang tempat benda tersebut dan kegunaannya. Kalau dia binatang biasanya akan datang sendiri, atau dijemput di suatu tempat. Benda inilah yang umum dikenal dengan nama paica, pica.

Agar khasiat atau tuah pica itu tetap manjur, maka pica harus ditempatkan pada tempat yang layak. Biasanya di pelangkiran, di sanggah keumulan, pelinggih atau tempat khusus yang dibuat disertai upacara. Pica ini harus selalu diberikan sajen, dan pada hari suci tertentu dikeluarkan untuk dimandikan atau disucikan.

Kelemahan dari pica-pica seperti ini adalah sifatnya tidak langgeng. Kesaktiannya pun tidaklah tinggi benar, sehingga pada kasus-kasus tertentu kadang tidak dapat diandalkan. Disamping juga menciptakan ketergantungan, dan merepotkan diri anda sendiri. Untuk jelasnya adalah sebagai berikut : Sarana upacaranya:
Pejati, toya anyar 1 gelas, Canang Burat Wangi, permen asep, kemenyan atau dupa wangi, Segehan mancawarna, be jejeron celeng (bakaran), tetabuhan arak, berem.
Dalam situasi tertentu, agar tidak terlalu mencolok, maka sarana di atas bisa dikurangi, yaitu anda cukup membawa :
Canang burat wangi atau canang ajuman diisi permen dan sedikit jajan dupa waing, dan tetabuhan arak-berem.

Di tempat yang sudah ditetapkan, atau dipilih haturkan upakara yang dibawa, dengan menggunakan bahasa mantra anda sendiri. Sesuai dengan harapan, tujuan dan keinginan anda. Setelah itu lalu ucapkan mantra di bawah ini sebanyak 9 x (Sembilan kali). Mantranya:
Om awignamastu nama sidyam,
Ong pengenteg bayu dadi langgeng ta sira angalih pala boga angati-ngati sabda rahayu mangda molih merta kencana,
Ong, ang, ah perama siwa ya namah swaha
Ingat, mengucapkan mantra sambil bermeditasi, laksanakan sampai anda menemukan cihna, tanda-tanda atau paica, pica sesuai dengan harapan atau tujuan anda.


Ibarat ilmu, paica, pica pun perlu disempurnakan, dikumpulkan, disatukan agar menjadi kuat dan sakti mawisesa. mislahnya sudah menerima pica, pica macan siluman, yang merupakan salah satu wujud sakti Bhuta Mrajapati. Seharusnya dia tidak berhenti di situ. Dia harus mencari wujud-wujud sakti lainnya, seperti siluman raksasa, detya, denawa. Yang di Bali popular dengan gelar I Ratu Gede Mecaling. Adalah merupakan wujud sakti dari Bhuta Banaspati. Kemudian siluman buaya, yang merupakan wujud sakti dari Bhuta Banaspati Raja. Dan siluman Naga, atau ular yang merupakanwujud sakti dari Bhuta Anggapati.

Maka, barang siapa yang dapat mengumpulkan, menyatukan, nyungsung keempat paica, pica tersebut, akan menjadi Balian sakti mandraguna, sakti mawisesa. Menjadi Balian yang amat sakti yang didalam lontar di sebutkan sebagai :
“Ati anta kasub kajana lumraha pria, pageh kukuhing sandi sakti, weruh ta kia ring sidi ngucap, weruh tegesing lara muang pati urip, satitah basa batita, weruh ring ngsatawa sidi”.
Tapi kebanyakan Balian di Bali tidaklah begitu. Baru dapat satu paica, pica saja sudah sombong, sudah ajum, sudah jadi Balian.

“Ketahuilah anakku, bahwa kesempurnaan itu adalah penyatuan, bukan pemisahan. Seperti kau anaaku, yang akan menjadi semprna justru karena berkumpul kembali, dengan saudara-saudaramu yang belum sempurna. Seperti Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja. Unsur-unsur ini tersebar di empat penjuru Dunia, menjadi makhluk tanpa rupa, yang menunggu penyempurnaannya. Panggilah mereka kembali nak, agar segera bisa menyatu dengan dirimu. Sudah lama mereka mengharapkan kesempurnaan, supaya ebur wujud mereka yang tidak sempurna itu. Cintailah mereka nak, karena sudah lama mereka ingin bersatu dengan jagadmu. Pada jagadnya sendiri, mereka tidak berdaya apa-apa, malah makin hari makin sengsara mereka, karena diperalat oleh kejahatan yang memeliharanya. Mereka adalah kekuatan alam anakku, angin, api, tanah, air, cintailah alam, maka kekuatan empat saudara alammu akan benar-benar rumangsuk, masuk ke dalam jagadmu. Mengertikah kau anakku?”.

Sakti seperti siluman

Bila anda sudah bisa mendapatkan panugrahan, berupa paica, pica dari siluman, maka anda pun akan menjadi sakti seperti siluman. Di Jawa kesaktian siluman ini sering dipertontonkan lewat pertunjukkan kuda lumping. Dimana setelah disurupi oleh siluman, si pemeran kuda lumping akan kehilangan control dirinya lalu memakan pecahan-pecahan beling, kaca, tanpa cidera sedikitpun. Di daerah Banten, Jawa Barat, para seniman debus juga kerap menggunakan kesaktian siluman ini dalam pertunjukkannya. Sehingga dia menjadi kebal senjata, ora tedas tapak palune pande. Tidak terluka oleh senjata buatan pande, walau pedang itu setajam silet sekalipun.

Siluman memang akrab dengan kanuragan. Setiap perguruan ilmu kanuragan, yang mempertontonkan kesaktian, kekebalan, pasti menggunakan siluman untuk kesaktiannya. Bila tidak demikian, maka pertunjukkan itu hanyalah sekedar permainan. Tidak sungguhan. Hanya pura-pura. Sekarang perhatikanlah kutipan salah satu mantra yang sering digunakan pada pertunjukkan-pertunjukkan seperti itu :
“Kaki Durga, nini durga surupana dolananku iki yen ora kok surupake tak tuturake sang hyang wenang bel-robel setan gundul dadia dolananku iki”
Dari mantra tersebut di atas, dapat dipastikan bahwa pertunjukan-pertunjukan seperti itu jelas menggunakan kesaktian siluman, yang di dalam mantra tersebut disebut sebagai setan gundul. Dimana setan gundul merupakan sisya dari Nini Bhetari Durga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar