Dasa Aksara rahasia kekuatan semesta alam
Om Awighnamastu Namo Siddham - Semoga tiada halangan.
Ini merupakan wejangan yang teramat mulia, diceritakan dalam setiap tubuh manusia terdapat hurup – hurup yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari hurup suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’.
Dasa aksara merupakan sepuluh hurup utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Dari sepuluh hurup bersatu menjadi panca brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara(tiga hurup), tri aksara menjadi eka aksara (satu hurup). Ini hurupnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan hurup suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak didalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung) .
Dan ketahuilah kandaning Sang Hyang Aksara, kawruhake na lungguhe, pasurupe, hanaring Buwana Alit, ring angga sariranta. 20 akweh ikang aksara, ane dadi bungkahing sastra, yang kawruhe, away wera, apan mula dahat tutur iki, wenang managa buwana. Iki luwirnya:
ha na ca ra ka = ada utusan,
da ta sa wa la = pada peperangan,
pa dha ja ya nya = sama saktinya,
ma gab ha tha nga = sama-sama mati.
Disini yang digunakan referensi aksara Jawa. Karena lebih lengkap dan mudah dipahami. Ke 20 aksara itu menggambarkan suatu proses penciptaan Tuhan, yang dilewatkan kepada manusia.
Maka penjelasannya sebagai berikut:
ha na ca ra ka = Ada utusan, utusan dari Hyang Widhi, dua orang manusia, laki dan perempuan. Yang dalam mitos cerita Aji Saka bernama Dora dan Sembada.
da ta saw a la = Membawa pesan atau tugas yang tidak boleh tidak, harus dilaksanakan. Tugas Dora adalah mempertahankan keris, yang ditipkan Aji Saka kepadanya. Sedangkan tugas Sembada kembali meminta keris tersebut.
pa da ja ya nya = perintahnya pasti, “Dora kutitip keris ini kepadamu, dan tidak boleh siapapun mengambil kembali, selain aku”, kata Aji Saka. Dan setelah itu, Sembada pun diperintah. “Semada ambilah keris yang kutitipkan pada Dora, jangan pernah kembali tanpa keris tersebut”, kata Aji Saka pula.
ma ga bat ha nga = Itulah alasannya, kenapa kedua utusan itu lalu bertempur. Namanya juga murid Aji Saka, pastilah bukan manusia sembarangan. Karena sama-sama saktinya, maka keduanya pun akhirnya sama-sama mengalami kematian.
lebih dalam, dapat diselami artinya sebagai berikut:
Aji Saka melambangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Dora adalah manusia laki-laki dewasa, dan
Sembada adalah manusia perempuan dewasa.
Keris ini adalah symbol purusha = purus; kemaluan laki-laki.
Saung keris yang dibawa Sembada, sebagai bukti ia utusan Aji Saka, adalah simbol predana = vagina; kemaluan wanita.
Bertempur adalah simbol persetubuhan, senggama antara laki-laki dan perempuan. Sama-sama lelah, karena api asmara yang tadi telah membakar dirinya telah padam, telah mati.
Karena itulah kerajaan Aji Saka bernama Medang Kemulan, yang berarti Medal Kemulan atau keluar dari kemaluan lewat pergumulan, persetubuhan.
Dan karena itu pula, bila tiba-tiba ada seorang wanita remaja ataupun dewasa kedapatan hamil dan tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, maka agar anaknya nanti tidak menjadi anak bebinjat, dia bisa dikawinkan atau dinikahkan dengan sebuah keris. Karena keris dianggap simbol purusha.
Selanjutnya dikatakan :
ha na ca ra ka, unggwanya Wetan (Timur) adalah kawitan atau wiwitan (permulaan) adanya wujud manusia,
pa dha ja ya nya, unggwanya Kulon (barat) berarti bapak-ibu kelonan (tidur bersama),
da ta sa wa la, unggwanya kidul (selatan) berarti kemaluan bapak ndudul (menerobos kemaluan ibu), kemudian si ibu menjadi bunting, hamil.
ma ga ba tha nga, unggwanya Lor (utara) artinya lahir, melahirkan anak.
Dengan adanya kelahiran manusia inilah ajaran Kanda Pat menjadi ada. Bila tidak ada kelahiran ini, maka ajaran Kanda Pat pun takkan pernah ada.
Menurut sastra Kejawen, aksara 20 itu, bila diucapkan secara terbalik, akan menjadi ilmu penolak yang sangat ampuh. Bisa menolak segala malapetaka. Termasuk menolak tuju, teluh, teranjana, leak, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan dan sebagainya. Inilah mantranya :
“Nga Tha Ba Ga Ma, Nya Ya Ja Dha Pa. La Wa Sa Ta Da, Ka Ra Ca Na Ha”.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Nga Tha Ba Ga Ma = Tidak ada kematian,
Nya Ya Ja Dha Pa = Tidak ada kesaktian,
La Wa Sa Ta Da = Tidak ada peperangan,
Ka Ra Ca Na Ha = Tidak ada utusan.
Mantra ini telah diyakini dan dipraktekkan oleh beberapa teman, dan semuanya mengatkan berhasil.
Lebih jauh penjabaran aksara 20 dalam kaitannya dengan ajaran Kanda Pat Dewa, adalah begini :
Ha Na Ca Ra Ka, Dewanya Bhatara Iswara, rupanya putih, senjatanya Bajra, tunggangannya Gajah.
Da Ta Sa Wa La, Dewanya Bhatara Brahma rupanya Abang, senjatanya Danda, tunggangannya Angsa.
Pa Dha Ja Ya Nya, Dewanya Bhatara Mahadewa, rupanya kuning, senjatanya Nagapasah, tunggangannya Naga.
Ma Ga Ba Tha Nga, Dewanya Bhatara Wisnu, rupanya ireng, senjatanya Cakra, tunggangannya Garuda.
Dari aksara 20 (dwidasa aksara) inilah kemudian lahir dari Dasaksara, dadi pancaksara, dadi triaksara, dadi Rwabhineda.
Sabdaning Pancaksara adalah Na Ma Si Wa Ya. Catatan : Mang, Ang, Ong, Ung, Yang, Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya. Semua disebutkan Pancaksara.
Sabdaning Rwabhineda adalah : Ang Ah, dadi Purusa-Predana, Akasa-Pretiwi, Lemah-Peteng, dan Urip kelawan Pati.
Triaksara ring Buwana Alit, Ang ring ati, Ung ring ampru, Mang ring papusuh. Dan juga, Ang ring bayu, Ung ring sabda dan Mang ring idep. Ang berwujud api, Ung berwujud air, dan Mang berwujud angin. Ang Dewanya Brahma, Ung Dewanya Wisnu, dan Mang Dewanya Iswara.
Begini caranya menyatukan ataupun menempatkan sang hyang dasa aksara dalam badan ini.
Yang pertama sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi. Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau.
Sang hyang rau menciptakan kala (waktu), kegelapan, niat jahat yang sangat banyak, sedangkan sang hyang ketu menciptakan tiga aksara yang sangat berguna, diantaranya wreasta (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya), beserta swalalita dan modre. Sehingga jumlah hurupnya adalah dua puluh hurup. Aksara modre bersatu dengan sembilan hurup wreasta yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita. Aksara swalelita, bersatu dengan sembilan hurup wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’. Bertemu ketiga induk dari aksara suci tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.
Kedelapan belas aksara ini dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat untuk memudahkan menghapalkannya, yakni: Hana caraka gata mangaba sawala pada jayanya. Artinya: ada (dua orang) hamba berpengalaman membawa surat, sama perwiranya.
Tetapi ada pula yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana caraka dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi, sama saktinya (akhirnya) keduanya menjadi mayat.
Kedelapan belas aksara ini merupakan wreastra, yakni aksara yang tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan aksara yang tidak tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita yaitu Ah dan Ang; merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang.
Kedua, aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang melambangkan matahari berbentuk bulatan dan nada melambangkan bintang yang dilukis sebagai segi tiga.
Ketiga, pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara huruf hidup: a, i, u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan ung. Suku kata ini disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan ung-kara. Bentuk seperti ini disebut modre.
Kelengkapan ketiga aksara swalalita ini sering dihubungkan dengan kekuatan dan simbol dari dewa, sehingga bentuk windu adalah lambang agni, Dewa Brahma, sama dengan aksara Ang. Bentuk ardha-candra adalah lambang air, Dewa Wisnu sama dengan aksara Ung. Dan bentuk nada adalah lambang udara, Dewa Siwa sama dengan aksara Mang.
Ketiga aksara ini jika disatukan akan menjadi Ang-Ung-Mang atau A-U-M yang dibaca Aum atau Om. Di Bali diucapkan Ong. Aksara Ong-kara inilah sumber dari semua aksara, sehingga disebut wija-aksara, aksara yang maha suci, lambang Dewa Trimurti.
Kedudukan kedelapan belas aksara Bali tersebut di dalam tubuh manusia atau bhuana alit adalah sebagai berikut:
Ha di ubun-ubun
Na di antara kedua alis
Ca di dalam kedua mata
Ra di kedua telinga
Ka di dalam hidung
Da di dalam mulut
Ta di dalam dada
Sa di tangan (lengan) kanan
Wa di tangan (lengan) kiri
La di hidung
Ma di dalam dada kanan
Ga di dalam dada kiri
Ba di pusar
Nga di dalam alat kelamin
Pa di dalam pantat (anus)
Ja di kedua tungkai (kaki)
Ya di tulang belakang
Nya di tulang ekor
Kelengkapan atau pangangge aksara mempunyai kedudukan atau tempat pula di dalam tubuh manusia, yakni:
Ulu di kepala (dalam otak)
Taling di hidung
Surang di rambut
Nania di lengan (tangan)
Wisah di telinga
Pepet di batok kepala
Cecek di lidah
Guwung di kulit
Suku di tungkai (kaki)
Carik di persendian
Pamada di alur jantung
ini merupakan maksud/arti dari sastra wreastra, dibaca dari belakang. diantaranya;
nyaya, berarti sang Hyang Pasupati, tuhan
japa, berarti sang hyang mantra,
ngaba, berarti Sang Hyang guna,
gama, berarti kekal, abadi,
lawa, berarti manusia
sata, berarti hewan dan binatang
daka, berarti pendeta, nabi, orang suci
raca, berarti tumbuhan
naha, berarti moksa, nirvana
ini pertemuan sastra yang delapan belas (wreastra) , bertemu ujung dengan pengkalnya menjadi dasa aksara, diantaranya;
ha – nya menjadi sa
na – ya menjadi na
ca – ja menjadi ba
ra – pa menjadi ma
ka – nga menjadi ta
da – ba menjadi si
ta – ga menjadi a
sa – ma menjadi wa
wa – la menjadi i & ya
begini cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya;
sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara.
ba ditempatkan di hati, dewa Brahma.
ta ditempatkan di kambung, dewa Mahadewa.
a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu.
I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa.
na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara.
ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.
si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara.
wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu.
ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Ada pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara ini bahwa setiap aksara itu mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:
Sa berarti satu
Ba berarti bayu
Ta berarti tatingkah
A berarti awak
I berarti idep
Nama berarti hormat
Siwa berarti Siwa
Ya berarti yukti
Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa aksara ini adalah orang yang mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan beyu kekuatan dari Siwa. Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia akan mampu mempergunakan dasa bayu untuk kesehjateraan buana alit dan buana agung.
Dasa aksara tersebut terbentuk dari dua jenis aksara suci, yaitu panca tirta dan panca brahma.
yang disebut panca tirta, adalah sebagai berikut:
sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).
Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
Nang disimpan di suara.
Mang disimpan di tenaga
Sing disimpan di hati/perasaan
Wang disimpan di pikiran
Yang disimpan di nafas.
Kemudian balikkan hurup tersebut:
Yang disimpan di jiwa
Wang disimpan di guna/aura
Sing disimpan di pangkal tenggorokan
Mang disimpan di lidah
Nang disimpan di mulut
Bila Dasa aksara diringkas, aksara yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan aksara panca brahma akan muncul Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara tersebut:
Sa + Na menjadi Mang
Ba + Ma menjadi Ang
Ta + Si menjadi Ong
A + Wa menjadi Ung
I + Ya menjadi Yang
panca brahma dan panca tirta diringkas menjadi tri aksara (a, u, m).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang.
Jika panca tirtha digabung dengan panca brahma ditambah dengan tri aksara dan eka aksara akan terjadi catur dasa aksara.
Catur dasa aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar.
Ini menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung.
Ong di hati putih, ung di hati hitam.
Ung di empedu, ong di pankreas.
Ong di dubur, ung di usus.
lafalkan aksara tersebut lalu letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta. Ini rangkuman intisari dari sastra yang berjumlah lima hurup, yang digunakan untuk memuja tuhan, memanggil, menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari tuhan YME, diantaranya:
mantra untuk memuja tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.
mantra untuk memanggil agar tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang
mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang
mantra untuk memohon anugrah dari tuhan YME, Ung Yang Mang Ang Ong
Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa bineda Ah.
dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung
kemulan mantra; Ang Ung Mang
pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang
iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong
pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang
pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang
pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung
Menurut Lontar Kanda Pat, jika manusia dapat menguasai cara penggunaan pangangge sastra atau sastra busana, maka dia dianggap telah menguasai ajaran Durga, dewi kematian yang ada di kuburan.. Seseorang yang mampu mempergunakan wisah, yakni, huruf h, maka orang tersebut akan mampu melakukan aneluh, membencanai orang lain. Bila dia mampu mempergunakan aksara wisah dan taling maka dia dapat melakukan tranjana (ilmu sihir). Kalau dia mampu mempergunakan wisah dan cecek, maka dia akan dapat melaksanakan hanuju, menunjukkan kekuatannya ke suatu sasaran yang tepat.
Seseorang yang dapat memanfaatkan busana sastra wisah, taling, cecek, dan suku sekaligus maka dia dapat menjadi leak. Dia adalah seorang leak ahli bathin yang amat besar.
Dia mampu mengendalikan semua kekuatan negatif atau pangiwa yang ada di dunia ini. Untuk mampu menggunakan aksara pangangge ini yang merupakan gambar dan lambing yang rumit ini perlu ketekunan dan kemauan keras untuk mempelajarinya. Jika salah mempelajarinya maka kekuatan aksara ini akan dapat membahayakan jiwa orang yang mempelajarinya. Tetapi bagi orang yang mampu mempelajarinya dengan baik, maka orang ini dapat mempergunakan kekuatan aksara ini untuk tujuan baik sehingga menjadi balian panengen, untuk menyembuhkan orang sakit akibat terkena sihir balian pangiwa. Untuk mempelajari lebih dalam mengenai aksara pangangge ini dapat dibaca di dalam lontar Tutur Karakah Durakah, Panglukuhan Dasaksara, Tutur Karakah Saraswati, Tutur Bhuwana Mabah, Usada Tiwas Punggung, Usada Netra dan lainnya lagi.
Setiap aksara apalagi setelah digabungkan beberapa aksara sehingga menjadi dasa aksara, panca aksara, catur aksara, tri aksara, dwi aksara, dan eka aksara mempunyai gambar atau lambang sendiri-sendiri dengan kekuatan bayu atau vayu yang dapat dimanfaatkan untuk kebaikan dan kesehjateraan umat manusia. Tetapi ada pula orang yang mempelajari aksara ini dengan tujuan utnuk membuat sakit orang lain, sehingga dia disebut balian pangiwa. Hal ini tentunya tidak dikehendaki oleh umat manusia. berikut ini meditasinya:
Ong, niatkan menstanakan dirambut (visualisasi ongkara ngadeg)
Sang, stanakan di Siwadwara (rasakan dewa Iswara Dengan warna Putih)
Bang, stanakan di Kepala (Dewa Brahma, Merah)
Tang, stanakan di Kening ,selaning lelata (Dewa Mahadewa, Kuning),
Ang, stanakan di wajah (DewaWisnu, Hitam),
Ing, stanakan di Lidah (Dewa Siwa, Amancawarna),
Nang, stanakan di Tenggorokan (Dewa Mahesora, dadu),
Mang, stanakan di Hati (Dewa Ludra, Jingga),
Sing, stanakan di Perut (Dewa Sangkara, Hijau),
Wang, stanakan di Nabhi/Pusar (Dewa Sambhu, Biru),
Yang, stanakan di Muladhara (Bhatara Guru, mancawarna)
Barang siapa yang memahami pengetahuan ini akan memiliki kesidian serta kesaktian. Ajaran ini oleh masyarakat umum dikenal dengan nama, Yoga, Meditasi dan Samadhi. Namanya berbeda, namun hakekatnya adalah sama saja.
Menurut ajaran Yoga di dalam lapisan tubuh eterik Manusia, terdapat tujuh Cakra utama yang merupakan linggan para Dewa yaitu:
Cakra Muladara, menjadi linggan Dewa Brahma.
Cakra Swadhisthana, menjadi linggan Dewa Wisnu.
Cakra Manipura, menjadi linggan Dewa Rudra.
Cakra Anahata, menjadi linggan Dewa Iswara.
Cakra Wisuda, menjadi linggan Dewa Maheswara.
Cakra Ajna, menjadi linggan Dewa Mahadewa.
Cakra Sahasara menjadi linggan Dewa Siwa.
Untuk Dewa Sambu dan Dewa Sangkara malingga ring Cakra kembar, yang merupakan cakra menengah. Dimana Dewa Sambu berada di sebelah kanan, dan Dewa Sangkara di sebelah kiri. Cakra Kembar berada di kedua tangan, kedua mata, kedua telinga dan sebagainya.
Tulang punggung yang dikatakan sebagai poros tubuh. Dari dalam badan halus yang bersesuaian dengan tulang punggung ini, muncul pusat-pusat kesadaran yang disebut dengan Cakra. Di dalam tubuh halus (eteris) ada banyak sekali Cakra. Namun hanya ada tujuh cakra yang dianggap utama, meliputi :
Cakra Muladara, bersesuaian letaknya dengan pantat.
Cakra Swadhisthana, bersesuaian letaknya dengan kemaluan.
Cakra Manipura, bersesuaian letaknya dengan pusar.
Cakra Anahata, bersesuaian letaknya dengan jantung.
Cakra Wisuda, bersesuaian letaknya dengan tenggorokkan.
Cakra Ajna, bersesuaian letaknya dengan pertengahan kedua alis (selaning lelata).
Cakra Sahasara, bersesuaian letaknya dengan ubun-ubun. Di dalam Sahasara Cakra inilah Siwa bersemayam. Bukan berarti Siwa yang ditempatkan, tetapi kekuatanNya yang dimanifestasikan di sini. Tuhan tidak dapat dibatasi di suatu tempat. Tetapi manifestasinya dapat dipusatkan dimana saja.
lebih lanjut, baca: Apa itu Chakra?
Cakra-cakra itu merupakan pusat energy rohani. Cakra ini tidak tampak dengan mata biasa, karena cakra itu tidak berbadan fisik, melainkan dilapisan badan halus yaitu badan eteris. Selain itu, dalam anatomi tubuh halus itu, terdapat juga nadi-nadi tempat aliran energi, yang memiliki hubungan khusus dengan masing-masing cakra itu. Disebut ida atau pinggala. Kedua nadi ini, terdapat disebelah kanan dan kiri tulang punggung. Disebutkan bahwa, pengetahuan tertinggi ditutupi oleh maya sehingga pengetahuan tertinggi tetap bersembunyi. Yoga adalah jalan untuk menyingkapkan maya dan membuka pengetahuan tertinggi itu. Gheranda Samhita mengatakan, “Tidak ada ikatan yang melebihi kekuatan maya, dan tidak ada kekuatan melebihi Yoga untuk membasmi ikatan-ikatan itu”. Dia yang tekun berlatih Yoga akan mendapatkan bermacam-macam siddhi atau kekuatan gaib.
Badan ini adalah sakti, keperluan badan adalah keperluan sakti. Segala yang terlihat dan berbuat itulah sakti. Seluruh badan dan pekerjaannya adalah penjelmaan sakti itu. Untuk menyadari hal ini orang harus menyempurnakan dirinya. Penempatan Dewa pada bagian-bagian tubuh tertentu, menyimbolkan adanya upaya membuka mengaktifkan dan mengharmoniskan cakra. Semua cakra harus terbuka dan berfungsi menghisap dan memancarkan energy (prana), mengatur, mempertahankan, dan mengelola aspek fisik, emosional, mental dan kejiwaan. Sejalan dengan itu, semakin pandai seseorang memahami kedudukan Dewa di dalam dirinya, berarti ia semakin mahir mengatur gerakan cakra di dalam tubuhnya, sehingga gerakan cakra itu semakin harmonis dan sempurna. Seorang dalam melakukan olah meditasi, yoga atau Samadhi harus mampu memasukkan energi (prana) ketubuhnya secara teratur, agar pengembangan batinnya berjalan dengan baik. Dengan demikian, gerakan cakra semakin harmonis dan sempurna, sehingga menghasilkan energi (prana) yang semakin besar. Energi (prana) yang dihasilkan itulah merupakan modal untuk menjadi Manusia Setengah Dewa Sakti Manderaguna.
demikianlah sastra yang ada di alam ini yang berada juga didalam tubuh kita. Jagalah kesucian dan keseimbangan dari hurup suci tersebut. Semoga setelah membaca dan meresapi sastra ini, dunia ini akan menjadi semakin sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar