Senin, 09 September 2013

DEWA GANESHA DALAM KAJIAN PHILOSOPHY

DEWA GANESHA DALAM KAJIAN PHILOSOPHY
Ketika kita memperhatikan arca Dewa Ganesha, maka tampak bagi kita arca tersebut berupa kepala gajah dan bertubuh manusia. Perutnya besar yang dililit oleh seekor ular. Salah satu gadingnya patah dan sosok yang besar ini memiliki kendaraan (Vahana) kecil yaitu seekor tikus. Sungguh sebuah fenomena yang begitu tidak masuk akal, namun perwujudan tersebut menyiratkan sebuah pemahaman philosophy yang sangat dalam bagi kita.

Kepala Dewa Ganesha yang berwujud gajah dan tubuhnya yang berwujud manusia, ini berarti bahwa dewa atau kebenaran yang tercakup dalam sosok itu melambangkan kerajaan manusia dan kerajaan hewan (sifat manusia dalam diri setiap insan).

Jika kita mencermati kepala gajah tersebut, kita akan melihat sebuah bentuk seperti aksara “OM”. Tantra Shastra menjelaskan fakta ini, yang berarti getaran pikiran seseorang yang arif adalah getaran “OM”. Dalam Mandukya Upanisad dijelaskan “OM” meliputi semua bunyi. Ketika kita menyebutkan “OM”, maka pengucapan akan bermula pada aksara “A” saat kita membuka mulut, dan berakhir pada aksara “M” pada saat kita menutup mulut. Diantara proses membuka dan menutup mulut tersebut, kita akan menemukan aksara “U”. Jadi, “OM” memiliki tiga bagian yaitu : A, U, dan M.

“A” menunjukan dunia yang bangun (Sadar), “U” menunjukan dunia mimpi (Ilusi), dan “M” menunjukan dunia hening. Ketiga huruf tersebut mewakili seluruh bunyi yang ada di alam semesta, dan dunia merupakan hasil konstruksi dari bunyi-bunyian tersebut. Sehingga “OM” merupakan cakupan dari seluruh alam semesta. Hal ini menjelaskan bahwa, kepala Dewa Ganesha yang menyerupai aksara “OM” memiliki arti visi dan kearifan seseorang yang memperoleh pencerahan, merupakan visi yang mencakup seluruh alam semesta. Sehingga diharapkan para umat Hindu dapat memiliki pemikiran seperti philosofy tersebut.

Telinga Dewa Ganesha yang besar, melambangkan sebuah pendengaran yang sangat tajam, selalu aktif dan penuh perhatian. Hal ini mengajarkan kepada kita agar hendaklah kita mendengarkan segala permasalahan secara objektif dan mencernanya secara bijaksana, serta menjauhkan kesimpulan tersebut berdasarkan penilaian kita sendiri. Dalam bahasa sangskerta hal ini disebut Shravanam.

Belalai merupakan anggota tubuh yang sangat menjadi andalan bagi seekor gajah. Dengan belalai itu seekor gajah dapat memungut benda yang sangat kecil seperti jarum, namun ia juga dapat mencabut sebuah batang pohon besar sekalipun, dan semua hal ini dilakukan dengan cekatan sekali. Ini mengajarkan kepada kita untuk menyelesaikan seluruh masalah dengan bijaksana dan objektif. Masalah sekecil apapun harus diselesaikan dengan bijaksana dan kehati-hatian serta memberi perhatian penuh terhadapnya seperti kita memberi perhatian serius dalam menyelesaikan masalah besar.

Tangan Dewa Ganesha yang berjumlah empat, menunjukan keempat aspek pikiran manusia yaitu ; manah, Budhi, Chitta, dan Ahamkara. Serta setiap tangan yang memegang alat tertentu memiliki arti tertentu dalam philosophinya. Tangan kanan atas yang memegang sebuah kapak menunjukan sebuah pemisahan. Dalam Bhagavad Gitta disebutkan “Asanga Shastrata Drohena Chitwa” artinya “Dengan Pedang pemisahnya Ia menebas semua masalah/ belenggu untuk kebebasan kita”. Hal ini mengajarkan pada kita agar hendaknya manusia memisahkan dirinya dari ketergantungan dan keterikatan terhadap kebendaan duniawi, karena dengan menghilangkan keterikatan maka kita akan memperoleh ketenangan dan kebahagiaan.

Tangan yang memegang Jerat (Pasha) ini mengartikan bahwa setelah kita memotong keterikatan terhadap duniawi, maka orang suci dan orang bijak akan memberkati kita.

Tangan kanan yang bersikap memberkati (Mudra) Hal ini mengajarkan kita bahwa sebagai umat hindu kita harus selalu bersikap welas asih dan mendoakan semua makhluk tanpa terkecuali, walaupun orang tersebut merupakan musuh kita.

Tangan yang memegang Manisan, Ini melambangkan bahwa sebagai manusia kita jangan terlena dengan kesenangan dan kenikmatan duniawi semata. Tapi juga harus siap untuk semua hal - hal dunia lainnya yang mungkin timbul karena, Buah dari Karma Pahala kita.

Mata Dewa Ganesha. Merupakan lambang konsentrasi yang menyiratkan kemurnian dan ketelitian dan konsentrasi. Cahaya Mata adalah sumber informasi pikiran dan getaran jiwa manusia, sehingga dalam konteks ini kita diajarkan untuk berlaku selalu konsentrasi dan penuh ketelitian dalam menyikapi permasalahan serta selalu positif thinking.

Gading yang patah menunjukan bahwa tidak ada kesempurnaan dalam kehidupan ( Belengu Dualitas). Seorang yang arif akan memecahkan dualitas tersebut dengan kebijakan yang memihak pada semua unsur kebenaran dan keadilan. dengan berlandaskan realita yang ada

Vibuthi di dahi Dewa Ganesha mengajarkan kita tentang suatu hal yang sangat luar biasa. Vibuthi adalah abu suci. Ketika kita mengoleskan vibuti ini di dahi kita, hal ini memberi kita kesadaran serta mengingatkan kepada kita bahwa suatu hari jasad yang berasal dari abu ini akan kembali menjadi abu. Ketika kesadaran ini muncul maka rasa ke AKU an dalam diri akan sirna,

Perut Dewa Ganesha Menjelaskan bahwa umat manusia maka dia harus memiliki kapasitas menampung masalah kehidupan, Masalah adalah sebuah proses peningkatan kualitas manusia, karena itu setiap masalah harus dihadapi dengan seksama dengan kejernian pikiran yang objektif.

Ular yang melilit, dalam yoga ular dilambangkan sebagai Kundalini Shakti yaitu sebuah kekuatan psikis dalam diri seseorang. Ular yang dililitkan disekeliling perut ini mengambarkan bahwa setiap manusia memiliki potensi besar dalam hal spiritual. Namun potensi ini tertidur dalam bentuk ular yang terlilit, kekuatan ular yang lepas dari ikatannya merupakan perlambang potensi nyata manusia yang ada dalam dirinya. Dan potensi ini hanya dapat di munculkan serta dikembangkan dengan proses pendakian spiritual yang baik dan benar.

Yajnopavita / Benang Suci yang mengelilingi tubuh Dewa Ganesha memiliki tiga untaian yang melambangkan 3 kitab veda yaitu Reg, Yajur dan Sama Veda. Simpul yang diikatkan pada benang suci ini yang disebut Brahmagrantai. Berarti ketiga kitab Veda itu akan bermuara pada pengetahuan Brahman, (kebenaran). Pemakai Benang Suci dianggap memiliki dan memahami pengetahuan kebenaran. Dalam hal ini kita diharapkan untuk menjadi sosok manusia penyangga kebenaran, berfikir, berbicara & berprilkau atas dasar kebenaran pula (Tri Kaya Parisudha).

Buah-buahan mengambarkan duniawi yang penuh dengan keinginan kebendaan, serta Tikus melambangkan keinginan dan nafsu manusia. Hal ini mengajarkan kita, Seorang yang arif bukan berarti tidak boleh memiliki keinginan, namun seorang yang arif tidak dikontrol oleh keinginan melainkan kita yang harus mengendalikan keinginan kita ( Self Control) layaknya seekor tikus yang tidak terpengaruh terhadap makanan dan manisan didepannya, serta menung perintah Dewa Ganesha untuk menikmati makanan tersebut.

Sumber Pustaka: Dewa Ganesha Dalam Kajian Philosophy, Oleh A.S. Kobalen, 2002, Penerbit PT. Pustaka Mitra Jaya

Demikian dan terima kasih, “Subham, Om Shanti, Shanti, Shanti Om”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar