Senin, 27 Februari 2017

TATA CARA PELAKSANAAN HOMA YADNYA

Tata cara pelaksanaan

Persembahan Homṁa  Yajña/Agnihotra sebaiknya dipimpin oleh seorang Dvijati atau pandita (pūjāri), bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan oleh seorang pamangku atau pinandita yang hidupnya senantiasa Vegetarian. Namun jika tidak ada sama sekali, upacara inipun bisa dilakukan sendiri dengan keyakinan sebab Agni Hotra merupakan kewajiban bagi semua Grhasta. Para peserta mengiringi pemimpin ūpacāra dengan mengucapkan Svāha (untuk Deva Yajña dan Yajña yang lain) dan Svādha khusus untuk ūpacāra Hoṁa  Yajña yang dilakukan dalam rangka Pitra Yajña, pada akhir setiap mantra dengan sekaligus mempersembahkan persembahan yang telah disediakan dengan bahan persembahan yang diletakkan di atas telapak tangan dalam posisi tengadah yang disorongkan kedalam Kunda atau Vedi, tempat api persembahan berkobar. Hoṁa  Yajña yang dilakukan dalam rangka ūpacāra kematian, biasanya dilakukan setelah 12 hari selesai pembakaran jenasah (Antyesti atau Ngaben), sebelum hari tersebut dipandang masih dalam keadaan Cuntaka. Peserta yang mengikuti ūpacāra Hoṁa  Yajña/Agnihotra dilarang bercakap-cakap dengan sesama peserta, merokok, minum minuman keras dan melakukan penyucian diri (mandi besar) jika sebelumnya melakukan hubungan suami-istri.

Pemimpin Upacara atau para Pinandita / Hotri duduk melingkar mengelilingi kunda, dan sang Yajamana yang akan menuangkan persembahan kedalam api duduk di depan Kunda,sedangkan peserta lainnya mengambil posisi dibelakangnya. Sang Yajamana atau yang mempersembahkan ūpacāra dan seluruh peserta ūpacāra tidak diperkenankan meninggalkan ūpacāra sebelum ūpacāra selesai dilaksanakan. Posisi duduk peserta ūpacāra adalah: peserta wanita di sebelah kiri dan laki-laki di sebelah kanan kunda atau vedi. Dilarang keras mempersembahkan lilin, dupa atau bahan-bahan persembahan lain yang telah jatuh ke tanah, karena telah cemar. Pelaksanaan Hoṁa  Yajña/Agnihotra dimulai dengan menyiapkan air suci (sedapat mungkin Tirtha Gangga), dan sangat baik bila seorang atau beberapa Dvijati (pandita) terlebih dahulu “ngarga” atau memohon Tīrtha dengan menghadirkan dewi Gangga (dengan sarana Ganggastava) di dalam Kumbha (di atas Tripada) sebagai sarana dalam acara Hoṁa  Yajña/Agnihotra. Selanjutnya dilakukan penyucian diri (acamana) dan Praṇāyama. Setelah penyucian diri dan praṇāyama dilanjutkan dengan pemujaan kepada Agni (menggunakan mantra Agni Sūkta/Ṛgveda I.1-9), Gāyatri mantram 108 atau 21 kali, Mahamṛtyuñjaya 21 kali. Sangat baik bila sebelum mempersembahkan Hoṁa  Yajña didahului dengan mempersembahkan pejati dan pesaksi kepada Devata yang bersthana di sebuah pura bila ūpacāra itu dilaksanakan di dalam pura. Bila dikaitkan dengan ūpacāra besar, sangat baik dilengkapi dengan Pañcadhatu (emas, perak, tembaga, kuningan dan besi). Adapun bentuk kunda atau vedi umunya berbentuk piramid terbalik, dapat dibuat dari tembaga atau besi, disamping juga dari batu bata atau sebuah paso (belanga yang agak datar di Bali juga disebut dengan nama cobek dan semuanya harus baru (payuk anyar). Bila ūpacāra Hoṁa  Yajña/Agnihotra dilaksanakan pada pagi hari sangat baik bila menghadap ke Timur, sore hari menghadap ke Barat. Bila didepan altar atau pelinggih, sebaiknya menghadap altar atau pelinggih tersebut. Demikian pula bila dilaksanakan di tepi pantai hendaknya menghadap ke laut, di pegunungan diarahkan ke puncak gunung dan di tepi sungai atau mata air, di arahkan ke sungai atau mata air.

 Mantra yang digunakan Mantram-mantra yang digunakan pada umumnya diambil dari mantram-mantram kitab suci Veda, dan banyaknya Sūkta yang dirapalkan tergantung kepada tujuan ūpacāra Hoṁa  Yajña tersebut, demikian pula pilihan Sūkta umumnya disesuaikan dengan situasi pada saat ūpacāra dilaksanakan, misalnya untuk ūpacāra Deva Yajña dan lain-lain. Berikut kami sampaikan susunan mantram yang digunakan serta terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia:

Asana: Oṁ Prasadha Sthiti Śarīra Śiva suci nirmalāya namaḥ svāha.
Praṇāyama (mengatur nafas sehingga aliran nafas sangat lembut): Oṁ Bhūr, Oṁ bhuvaḥ, Oṁ Svaḥ, Oṁ Mahaḥ, Oṁ Janaḥ, Oṁ Tapaḥ, Oṁ Satyam Oṁ Tat savitur vareṇyam bhargo devasya dhīmahi dhiyoyonaḥ pracodayat. Oṁ āpo jyotī raso amṛtam brahma Bhūr Bhuvas Suvar Oṁ.- (Oṁ adalah Tuhan yang Maha Esa penguasa sapta Loka.Oṁ Tuhan Yang Maha Agung, kami bermeditasi kepada kemaha muliaan-
Mu, Tuhan Maha Pencipta yangmenciptakan segalanya, anugrahkanlah  kecerdasan dan budhi pekerti yang luhur kepada kami. Oṁ adalah air, cahaya, dan bumi yang menganugrahkan makanan yang lezat, udara segar mendukung kehidupan, yang meresapi angkasa dan pikiran, intelek dan kami senantiasa ditandai oleh kebesaran dari Bhūr, Bhuvaḥ dan Svaḥ)
Bisa juga dengan mengucapkan mantram SOHAM - So saat menarik nafas dan Ham saat menghembuskan nafas
Tapi yang lebih umum adalah dengan mengucapkan “Om Ang Namah” saat menarik nafas, “Om Ung Namah’ – saat menahan nafas, dan “Om Mang Namah saat menghembuskan nafas.
Karasudhana - Acamana (penyucian diri) Penyucian tangan Kanan : Oṁ Śuddhamām svāha Kiri : Oṁ Ati Śuddhamām svāha
Penyucian Pikiran: Oṁ tejo’asi tejo mayi dhehi, Om vīryamasi vīrya mayi dhehi,Om balamasi balam mayi dhehi, Om ojo’as ojo mayi dhehi, Om matyurasi matyum mayi dhehi, Om saho’asi saho mayi dhehi – Oṁ Tuhan Yang Maha Esa, Engkau adalah sumber dari cahaya anugrahkanlah cahaya itu kepada kami, Engkau adalah pahlawan kami, anugrahkanlah sifat  kepahlawanan itu kepada kami, Engkaui adalah sumber kekuatan, anugrahkan lah kekuatan itu kepada kami. Engkau memancarkan cahaya, anugrahkanlah  pancaran cahaya itu kepada kami. Engkau menaklukkan keagungan dan cinta kasih, anugrahkanlah hal itu kepada kami. Semogalah kami menjadi pusat, dan sumber dari kebajikan yang suci. Yajurveda XVI.6
Pengucapan Oṁkara 21 kali masing-masing 5 kali untuk Pañca Jñānendriya,
Karmendriya, Pañca Prāṇa, Pañca Mayakośa dan 1 kali untuk Ātman.
Ganapati Vandana Ganeśa adalah putra Sang Hyang Śiva sebagai Vighneśvara, penangkal dan penolak segala rintangan dan bencana. Pemujaan kepada Sang Hyang Ganeśa   dimaksudkan  untuk memohon kelancaran dan keselamatan setiap ūpacāra Yajña dan aktivitas kehidupan.
Om Shri Gurubyo namaha, Hari Om
Gananam tva ganapati gum havamahe
Kavim kavinam upama shrasvastanam
Jyestha rajam brahmanam, brahmanaspata anah
Srenvan nutibhi sidha sadanam
Prano devi Sarasvati
Vajebhir vajenevati
Dhinama vitrayavatu
Ganesha ya namaha
Sarasvatayai namaha
Sri Gurubyo namaha.. Hari OM

(Sembah sujud hamba kepada Sri Guru, perwujudan Sri Hari – Tuhan yang melimpahkan segala kebahagiaan kekal. Sembah sujud kepada Sri Ganesha sebagai Ganapati – penuntun yang agung, juga kepada dewa penguasa semua mantra veda. Kami memujamu sebagai dewata utama yang tertinggi yang paling bijaksana, mengetahui segalanya dari semua intisari veda. O maha kawi yang penuh pengetahuan dan kebijaksanaan. Engkau memberikan inspirasi yang tak terbatas pada kecerdasan pikiran kami. Engkau maha-tahu, mohon tuntunlah kami agar senantiasa mendengar inspirasi yang baik dan suci. Kami memujamu dengan doa yang kami lantunkan, mohon limpahkan segala keberhasilan dalam kegiatan kami. Kami mohon engkau hadir bersama kami sekarang. Berstana dalam bhatin kami dan lindungilah kami. Semoga segala kekuatanmu terwujud bermanifestasi dalam diri kami. Oh Dewi Sarasvati, limpahkanlah kepada kami pengetahuan dan kebijaksanaan yang tiada akhirnya. Engkau yang menjadikan kecerdasan kami penuh dengan pengertian mendalam. Pelindung dari pikiran kami. Sembah sujud kami kepadamu oh dewi Sarasvati, Sri Ganesha, dan juga Sri Sad Guru.

Gayatri Ganesha
Om Ekadanta ya vidhmahe, Vakratunda ya dhimahe, Tannoh dantih Pracodayat
Om Tat karata ya Vidhmahe, Asti mukha ya dhimahe, Tannoh dantih Pracodayat
Om Vaktratunda mahākaya Sūrya koti sāma prabha Nirvighnam kurume deva sarva karyesu sarvada. (Oṁ Hyang Vidhi, kami memuja dalam wujud-Mu sebagai Ganeśa   yang belalainya panjang dan badannya besar, yang cahayanya bagaikan ribuan matahari, yang melenyapkan segala bencana, semua karya dalam kesuksesan).
SHANTI PATHA **
Om sahana vavatu, sahana bhunaktu
Sahaviryam kara vavahai
Tejasvi navadhitam astu maa vidvisavahai
Om Shanti Shanti Shanti
(Mari kita bekerja bersama, belajar bersama, smoga Tuhan yang maha kuasa melimpahi kita kekuatan dan semangat untuk bekerjasama dalam pengertian yang mendalam untuk mencapai tujuan. Semoga beliau berkenan melindungi kita dan menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan. Semoga semua hidup berada dalam kedamaian.)

ACAMANAM (untuk sang yajamana dan juga peserta lainnya)
Om amrta pastaranam asi – svaha
Om amrta pidhanam asi - svaha
Om sathyam yasyah srir mayisrih svayetam – svaha

MENGOLESKAN AIR PADA ANGGOTA TUBUH SEBAGAI TANDA PEMBERSIHAN
Om Vak vak                   Oleskan pada bibir – Ya Tuhan semoga perkataan saya disucikan
Om Pranah-pranah        Oleskan pada hidung – Ya Tuhan semoga penciuman saya disucikan
Om Caksuh-caksuh       Oleskan pada mata – Ya Tuhan semoga penglihatan saya disucikan
Om Shrotam-shrotam    Oleskan pada telinga – Ya Tuhan semoga pendengaran saya tersucikan
Om Nabih             Oleskan pada pusar
Om Hrdayam                 Oleskan pada ulu hati
Om Kanthah                  Oleskan pada leher
Om Sirhah           Oleskan pada kepala
Om Bahubhyam Yasobalam                        Oleskan pada kedua bahu
Om Karatala Karaprithe                    Oleskan pada kedua tangan
Om Kham Brahma Punatu Sarvathram      Percikkan pada semua bagian tubuh

YAJNO PAVITAM - Pemakaian Benang suci
Om yajno pavitam paramam pavitram prajapater yat sa hajam purastat
Ayusyam agryam prati muncha subhram  yajnopavitam balamastu tejah
* Om yajnopavitam asi yajnasya tva Om yajnopativena panayami

PEMAKAIAN KUMKUM ATAU TILAK kepada sang Yajamana dan Purohita
Om Svasti na Indro brdha sravah. Svastinah pusa visvedah.
Svastinah taksryo ritnemih, Svasti no Brhaspatir dadhatu

GAYATRI MANTRAM (3x)
Om Bhur Bhuvah Svah
Tat Savitur Varenyam
Bhargo Devasya Dhimahe
Dhiyo yo nah pracodayat

SANKALPA
Om.. Agne Vrata pate vratam carisyami
Taccakeyam tanme radhyantam idam aham amrtat satyam muapimi

AGNI SŪKTA Ṛgveda I.1-9:(Agni sebagai purohita para Devata yang mewakili semua Devata untuk menerima  bhakti persembahan dari umat-Nya):
1.   Oṁ Agnim īle purohitaṁ/ yajñasya devam ṛtvijam/ hotāraṁ ratnadhātamam// (Kami memuja Agni, Pandita Utama, Deva penyelenggara ūpacāra Yajña, kami  memuja (Engkau), pemberi anugrah (kekayaan) utama.)
2.   Agniḥ pūrvebhir ṛṣibhir/ īíio nutanair uta/ sa devām eha vakṣati// (Agni, Engkau dipuja oleh para mahāṛṣi di masa yang silam dan kini, semoga  Engkau mendatangkan para Deva hadir di sini).
3.   Agniḥ rayim aśnavat/ poṣam eva dive-dive/ yaśasaṁ vīravattamam// (Melalui Agni, umat manusia memperoleh harta benda (dan) kebahagiaan setiap hari, sangat mulia (dan)  pahlawan yang agung).
4.   Agne yaṁ yajñam adhvaraṁ/ viśvātaḥ paribhūr asi/ sa id deveṣu gacchati//  (Oh Agni, pemujaan dan persembahan yang ditujukan kepada-Mu dari setiap sisi,  (semuanya) itu sampai kepada para Deva).
5.   Agnir hotā kavikratuḥ/ satyas citraśravastamaḥ/ devo devebhir ā gamat// (Semoga Agni, Pandita yang bijaksana, sangat cerdas, kebenaran dan  kebijaksanaannya yang maha agung datang bersama para Deva).
6.   Yad aṛga dāśuṣe tvam/ Agne bhadraṁ kariṣyasi/ tavet tat satyam Aṅgiraḥ// (Rakhmat apapun wahai Hyang Agni yang Engkau karuniakan kepada pemuja- Mu, wahai Aṅgira, itulah kebenaran-Mu.
7.   Upa tvāgne dive-dive/ dosāvastar dhiyḥ vayam/ namo bharanta emasi// (Kepada, wahai Hyang Agni siang dan malam, yang menerangi kegelapan, kami  datang menghadap-Mu dengan kebaktian (yang mantap).
8.   Rājantam adhvarānam/ gopam ṛtasya dīdivim/ vardhamānam sve dame// (Hyang Agni pengatur persembahan,  pengendali hukum abadi yang senantiasa  bercahaya, berkilauan di rumah kami).
9.   Sa naḥ pīteva sunave/ Agne sūpāyano bhava/ sacasva nah svastaye// (Wahai Hyang Agni, mudahkanlah mendekati kami, seperti seorang ayah kepada  anaknya. Tinggallah bersama kami untuk kebahagiaan kami).
10.        Om Vaisvanara ya vidhmahe Lalela ya dhimahi
Tannoh agnih pracodayat
Om Agne naya supatha raye asman Visvani deva vayunani vidvan
Yuyodhyasmaj juhuranam eno Bhuyis thamte nama uktim vidhema - Rig Veda 1.189.1
GAYATRI AGNI (3x)
Om Vaisvanaro ya Vidhmahe
Lalila ya dhimahe
Tannoh Agni Pracodayat

MANTRAM PENYALAAN API  (Yajur Veda : 3.5)
Om bhur bhuvah svah Om bhur bhuvah svar dyaur iva bhumna
Prthiviva varimna Tasyate prthivi devayajani Prsthe agni manna damanna dyaya dadhe

AGNI SAMIDHA DHANA - MENGIPAS API (Yajur Veda 15.54)
Om udhudhyasva hagne prati jaagrihi Tvam ishta purta
sam shri jatham ayan cha asmin sadhaste adhyutarasmin
vishve devaa yajamanash ca seedata, svaha

MEMPERSEMBAHKAN KAYU API  (Persembahan kayu dengan ghee 4 x)
Om ayam ta idma atma jataveda stene dhyasva Vardhasva cedha vardhaya
casman prajaya Pasubhir brahma varca sena na dyena Samedhaya svaha
Idam agnaye jatavedase idam na mama

Om samidhagnim duvasyata girtair bodha yatatihim Asim havya juhotana svaha
Idam agnaye idam na mama

Om susamiddhaya socise gihrtam Tivram juhotana Agnaye jatavedase svaha
Idam agnaye jatavedase idam na mama

Om tantva samidbhiangiro gihrtena vardhayamasi Brhacchocaya visthaya svaha
Idam agnaye angirase idam na mama

GHRTAHUTI - MANTRA PERSEMBAHAN GHEE
Om ayam ta idma atma jataveda stene dhyasva Vardhasva cedha vardhaya
casman prajaya Pasubhir brahma varca senana dyena Samedhaya svaha
Idam agnaye jatavedase idam na mama (5x)

Jala Sinchana – MENUANGKAN AIR DI SEKELILING KUNDA
Om adite anumanya svaha (Timur)
Om anumate anumanya svaha (Barat)
Om sarasvatya anumanya svaha (Utara)
Om deva savita prasumayagyam prasuva yagya patim bhagaya
divyo gandharavah ketapuh Ketam na punatu vachasya pati
vacham nan sva datu (Sekeliling)
ASTA DEVATA HUTAYAH- PERSEMBAHAN KPD PARA DEWA
Om Agnaye sváhá idam agnaye idam na mama (persembahan ghee / biji-bijian di utara)
Om Somáya sváhá idam somáya idam na mama (persembahan ghee / biji-bijian di selatan)
Om Prajapataye sváhá idam prajapataye idam na mama (persembahan ghee / biji-bijian di tengah)

Om Indraya sváhá idam indraya idam na mama (persembahan utk Dewa Indra di Timur)
Om Agnaye sváhá idam agnaye idam na mama (Persembahan utk dewa Agni di tenggara)
Om Yamaya sváhá idam yamaya idam na mama (Persembahan untuk dewa Yama di selatan)
Om Niratiyae sváhá idam niratiyae idam na mama  (Persembahan utk dewa Niratiyae di barat daya)
Om Varunaya sváhá idam varunaya idam na mama (Persembahan utk dewa Varuna di barat)
Om Vayuvae sváhá idam vayuvae idam na mama (Persembahan untuk dewa Vayu di barat laut)
Om Kuberaya sváhá idam kuberaya idam na mama ( Persembahan utk dewa Kuvera di utara)
Om Isanaya sváhá idam isanaya idam na mama (Persembahan untuk dewa Isana di timur laut)

Om Isvaraya sváhá idam isvaraya idam na mama
Om Brahmane sváhá idam brahmane idam na mama
Om Rudraya sváhá idam rudraya idam na mama
Om Mahadevaya sváhá idam mahadevaya idam na mama
Om Shankaraya sváhá idam shankaraya idam na mama
Om Visnave sváhá idam visnave idam na mama
Om Shamboya sváhá idam shamboya idam na mama
Om Shivaya sváhá idam shivaya idam na mama
Om Sadashiva ya svaha, idam Sada shivaya idam na mama
Om Parameshvaraya svaha, idam Parameshvara ya idam na mama

VYAHARTI HOMA MANTRA
Om Bhur sváhá idam agnaye idam na mama
Om Bhuvah sváhá idam vayuvae idam na mama
Om Svah sváhá idam suryaya idam na mama
Om Bhur bhuvah svah sváhá idam prajapataye idam na mama

PRADHAANA HOMA (HOMA-KARANA MANTRA) - Yajur Veda, III:7-8
Praatah Kaal Aahuti (Persembahan Pagi)
Om Súryo jyotir jyotih súrya sváhá.
Om Súryo varcho jyotir varchah sváhá.
Om Jyotih súryah súryo jyotih sváhá.
Om Sajúrdevena savitrá sajúr ushasendra vatyá jushánah súryovetu sváhá.

Saayang Karl Aahuti (Persembahan Sore)
Om Agnir jyotir jyotih agnir sváhá
Om Agnir varcho jyotir varchah sváhá.
Om Agnir jyotir jyotir agnir sváhá.
Om Sajúrdevena savitrá sajú ratryendra vatyá jusháno agnirvetu sváhá - Yajur Veda, III:9-10

Praatah Saayam Aahuti (Mantra Vyahrti Ahuti) – (Persembahan Pagi dan Sore)
Om Bhur agnaye pranaya svaha // idam agnaye pranaya idam na mama
Om Bhuvah vayave apanaya svaha // idam vayave apanaya idam na mama
Om Svah adityaya vyanaya svaha // idam adityaya vyanaya idam na mama
Om Bhur bhuvah svar agni vayava dityebhyah pranapanaya vyanebhyah svaha
idam agni vyava dityebhyah pranapanaya vyanebhyah idam na mama
Om Aapo jyoti raso `mritam brahma
bhur bhuvah svar om svaahaa
Om Yam medhaam deva ganaah pitarash chopaasate
Tayaa maa madya medhayaagne medhaavinam kuru svaahaa - Yajur Veda, 32.1.4
Om Vishvaani deva savitar duritaani paraasuva
yad bhadram tanna aasuva svaahaa - Yajur Veda, 30.3.
Om Agne naya supathaa raaye asmaan vishwaani deva vayunaani vidwaan
Yuyodyasmaj juhuraanam eno bhooyishthaan to nama uktim vidhema svaahaa - Rig Veda 1.189.1

GĀYATRI SAVITA 108 kali, 21 kali, atau 9 kali
Gāyatri mantram disebut mantram disebut Vedamātā, ibu dari semua mantram Veda. Mantram ini disebut juga dengan nama Savitrī atau Savitā mantram, merupakan Samanya yang dapat diucapkan oleh siapa saja bila dilakukan dengan kesungguhan, akan tercapai permohonannya.
Oṁ Bhur Bhuvaḥ Svaḥ Tat savitur vareṇyam bhargo devasya dhīmahi dhīyoyonaḥ pracodayat. (Oṁ Tuhan Yang Maha Agung, kami bermeditasi kepada kemaha muliaan- Mu, Tuhan Maha Pencipta yangmenciptakan segalanya, anugrahkanlah  kecerdasan dan budhi pekerti yang luhur kepada kami).
ISTA DEVATA GAYATRI (menchantingkan Gayatri dari beberapa dewa utama)

Gayatri Ganesha
OM Ekadanta ya Vidhmahe, Vakratunda ya dhimahe, Tannoh dantih pracodayat

Gayatri Sarasvati
Om Vak Devyai ca Vidhmahe, kamapradha ya dhimahe, tannoh Devi pracodayat

Gayatri Brahma
Om Vedatmana ya Vidhmahe, Hiranyagarbha ya dhimahe, Tannoh Brahma Pracodayat

Gayatri Laksmi
Om Maha laksmi ca Vidhmahe, Vishnu priya ya dhimahe, Tannoh Laksmi pracodayat

Gayatri Vishnu
Om Narayana ya Vidhmahe, Vasudeva ya dhimahe, Tannoh Vishnu pracodayat

Gayatri Pertivi
Om Pertivi devi ya Vidhmahe, Sahasra Murtha ya dhimahe, Tannoh Pertivi pracodayat

Gayatri Durga
Om Katyayani ca Vidhmahe, Kanyakumare dhimahe, Tannoh Durge pracodayat

Gayatri Shiva
Om Tat Purusha ya Vidhmahe, Mahadeva ya dhimahe, Tannoh Rudra pracodayat

Gayatri Surya
Om Bhaskaraya vidmahe , Divakaraya dhimahi , Tanno surya pracodayat
Om Divakaraya vidmahe,  Prabhakaraya dhimahi, Tanno aditya pracodayat
Om Bhaskaraya Vidmahe,  Mahadyutikaraya dheemahi, Tanno Aditya Pracodayat

Gayatri Narasimha
Om Vajranakha ya vidmahe, Tiksnadagumstraya dhimahi, Tanno narasigumhah pracodayat

Gayatri Dewi Kali
Om Adyayai vidmahe, Paramesvaryai dhimahi, Tanno kali pracodayat

Gayatri Garuda
Om Tatpurusaya vidmahe,  Suvarnapaksaya dhimahi, Tanno garudah pracodayat
Om Pakshirajaya Vidmahe,  Suvarnapakshaya dheemahi, Tanno garudah Pracodayat

Gayatri Subrahmanyam / Kartikeya
Om Tatpurusa ya vidmahe,  Mahasenaya dhimahi, Tannah sadmukhah pracodayat

Gayatri Nandi
Om Tatpurusaya vidmahe,  Chakratundaya dhimahi, Tanno nandih pracodayat

Gayatri Candra
Om Ksiraputraya vidmahe,  Amrtatattvaya dhimahi, Tanno candrah pracodayat

Gayatri Hanuman
Om Anjaneya ya vidmahe,  Ramaduta ya dhimahi, Tanno hanuman pracodayat
Om Anjaneyaya Vidmahe,  Vayuputraye dheemahi, Tanno Hanmah Pracodayat

Gayatri Pranava Omkaram
Om Nadatmanaya Vidmahe,  Maha pranavaya dheemahi, Tanno Omkara Pracodayat

Gayatri Rama
Om Dasarathaya Vidmahe,  Seeta Vallabhaya dheemahi, Tanno Rama Pracodayat

Gayatri Krsna
Om Vasudevaya Vidmahe,  Gitamrtaya dheemahi, Tanno Krsnah Pracodayat
Om Dhanurdharaya Vidmahe,  Sarva Siddheeca dheemahi, Tanno dhara Pracodayat

Gayatri Srinivasa
Om Tat purusaya Vidmahe,  Srinivasaya dheemahi, Tanvenkatah Pracodayat
Om Tatpurusaya Vidmahe,  Vetrahasthaya dheemahi, Tabvajseba Pracodayat

Gayatri Sri Hari
Om Lokarakshaya Vidmahe,  Sesatalpaya dheemahi, Tanno harih Pracodayat

Gayatri Visvaroopa
Om Visgateetaya Vidmahe,  Visvaroopaya dheemahi, Tanno Viswah Pracodayat

Gayatri Sai
Om Saishvaraya vidhmahe,  Sathya dhevaya dheemahi, Thannah-Sarvah prachodayath

Om Shree Bhaskaraya vidhmahe,  Sai dheyvaya dheemahi, Thannah-Surya prachodayath
Om Premaathmanaya vidhmahe,  Hiranyagarbhaya dheemahi , thannah-Sathyah prachodayath
Om Sai Ramaya vidmahe,  Atma Ramaya dhimahi, Tanno Baba pracodayath

Gayatri istadewata ini tidak mesti diucapkan semuanya. Tergantung sang Yajamana sendiri, demikian pula halnya dengan pelantunan japamala yang menggunakan mantram khusus istadewata yang bersangkutan, bisa dipilih sesuai dengan keyakinan sendiri. Biasanya dilakukan sebanyak 108 kali, 21 kali ataupun hanya 9 kali untuk masing-masing istadewata

GURU MANTRAM
Dengan Guru Pūjā dimaksudkan kita memohon karunia dan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa sebagai guru agung alam semesta, termasuk juga pemujaan kepada para guru atau maharsi yang suci yang telah mencapai alam kedevataan, yang membimbing umat manusia; Oṁ Gurur Brahma gurur Viṣṇu gurur devo maheśara gurur sakṣat paraṁ Brahma Tasmai śrī gurave namah. (Kami memuja Tuhan Yang Maha Esa sebagai guru agung alam semesta, sebagai Brahma, Visnu dan Śiva, hamba bersujud mohon karunia-Mu).

ISTA DEWATA JAPAM
Om Gam Ganapata ya Namaha         (Untuk Sri Ganesha-guna memohon keselamatan)
Om Sri Maha Laksmi ya namah        (Untuk Dewi Laksmi-guna memohon kemakmuran)
Om Namo Narayana                          (Untuk Sri Narayana / Vishnu)
Om Dam Durgaye Namaha               (Untuk Dewi Durga – Mohon Kekuatan)
Om Nama Shivaya                             (Untuk Dewa Shiva)

ASIRVAD – PEMBERKATAN KPD SANG YAJAMANA DGN TABUR BUNGA.    DGN MELANTUNKAN MANTRAM

Mahāmṛtyuñjaya (21 kali, 9 kali, 3 kali)
Mantram ini memohon kemahakuasaan Sang Hyang Śiva sebagai Sang Hyang Rudra yang melindungi dari berbagai bahaya dan menjauhkannya dari penderitaan: Oṁ Tryaṁbhakaṁ yajamahe sugandhim puṣti vardhanam, urvārukam iva bandhanān mṛtyor mukśīya māmṛtāt (Ya Tuhan Yang Maha Esa, kami memuja sebagai Sang Hyang Śiva Rudra yang menyebarkan keharuman dan menganugrahkan makanan. Semoga Engkau  melepaskan kami dari penderitaan seperti buah mentimun (yang masak) dari batangnya, dari kematian dan bukan dari kekekalan). Ṛgveda VII.59.12
Mantram Ayur Dehi, untuk memohonkan kesejahteraan, panjang umur, rejeki,dll
Om Ayur dehi, Dhanam dehi, Vidyam dehi Maheshvari, Samastha Makilam dehi-dehine Parameshvari (Ya Tuhan, dalam wujudmu sebagai Tri dewi, anugrahkanlah kepada kami kesehatan, kemakmuran, pengetahuan, kecerdasan serta kekuatan )
Om, Tacchaksur Devahitam  // Purastachukramucarat
Pasyema saradah satam  // Jivema saradah satam
Srnuyama Saradah satam  //  Prabhavama saradah satam
Adhina shyama saradah satam  // Bhuvasca saradah satam

Om Tejo asi, tejo mayi dehi
Om Viryam asi, viryam mayi dehi
Om Balam as,i Balam mayi dehi
Om Ojo asi ojo mayi dehi
Om Manyur asi, Manyur mayi dehi
Om Saho asi, Saho mayi dehi
Setelah ini bisa diselingi dengan Bhajan (menyanyikan lagu-lagu pemujaan kepada para dewa)

PRTHIVĪ SŪKTA
Pṛthivī adalah wujud Tuhan yang Maha Esa sebagai penguasa bumi. Ia digambarkan sebagai seorang ibu yang penuh cinta kasih yang sejati memelihara semua mahluk di bumi ini dengan menjadikan bumi seperti seorang ibu yang memberikan segalanya kepada putra-putinya yang baik.
Oṁ tvamasyāvapanā janānāmaditiḥ  kāmadughā parathāna. Yat ta śnam tat ta ā pūrayati, prajāpatiḥ prathamajā ṛtasya - Wahai Ibu pertiwi Engkaulah yang memberikan kesuburan dan selalu memenuhi keinginan umat manusia. Deva Prajāpati akan melengkapi bilamana ada yang kurang untuk ibu pertiwi. Atharvaveda XII.1.61.
Upasthāste anamīvā ayaksmā  asmabhayaṁ santu pṛthivī prasūtāḥ. Dīrghaṁ na āyaḥḥ pratibudhyamānā vayaṁ tubhyaṁ balihṛtaḥ syāma – Ya Tuhan Yang Maha Esa! Kami tidur (istirahat) dipelukan ibu pertiwi dan berikanlah karunia supaya kami hidup tanpa penyakit apapun, dan mendapatkan kehidupan yang panjang, kami akan selalu memuja-Mu dengan sepenuh hati. Atharvaveda XII.1.62.
Bhūme mātarnidhehi mā  bhadrayā supratiṣthitam. Samvi dānā divā kave śrīyāṁ
mā dhehi bhūtaum - Wahai Ibu Pertiwi lindungilah kami dan berikanlah karunia-Mu supaya kita hidup dalam kedamaian. Oh Ibu Pertiwi, tetapkanlah kami dalam kekayaan dan kebahagiaan. Atharvaveda XII.1.63

Purusa sūkta (Yajña Tuhan Yang Maha Esa )
Tuhan Yang Maha Esa ketika menciptakan alam semesta beserta segala isinya  menjadikan Diri-Nya sendiri sebagai Yajña, oleh karena itu umat manusia masti  ikut memutar Cakra Yajña dengan jalan melaksanakan Yajña tiada hentinya dalam  rangka Tri Ṛṇa, hutang jasa kepada-Nya dan ciptaan-Nya.
Oṁ Sahasraśīrṣā puruṣaḥ sahasrākṣaḥ sahasrapāt, sa bhūmim viśvāto vṛtvaty atiṣthad daśāṅgulam.(Puruṣa berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, memenuhi dunia, pada semua arah, mengisi angkasa selebar sepuluh jari).
Puruṣa evedaṁ sarvaṁ yad bhūtam yac ca bhavyamutāmritatvasyeśano yad annenātirohati.(Sesungguhnya Puruṣa adalah semua ini semua yang ada sekarang dan yang akan datang, ia adalah raja keabadian yang terus membesar dengan makanan).
Etāvān asya mahimāto jyāyāmas ca puruṣa āpado’sya viśvā bhūtāni tripād asyamṛtaṁ divi.(Demikian hebat kebenarannya. Dan Puruṣa bahkan lebih besar dari ini. Semua wujud ini adalah seperempat dari dirinya. Tiga perempat lagi adalah keabadian ada di sorga).
Tripād ūrdhva ud ait Puruṣaḥ pādo syehabhavat punaḥ,tato viṣan vya krāmat sāśanānaśane abhi.(Tiga perempat sari Puruṣa pergi membubung jauh.Seperempat lagi lagi berada di dunia ini yang berproses terus menerus berselang-seling dalam berbagai wujud yang bernyawa dan yang tidak bernyawa).
Tasmād virāj ajāyata virājo adhi puruṣaḥ, sa jāto aty aricyata paścad bhūmiṁ atho puraḥ.(Dari dia Virāj kahir dan dari Viraj kembali. Segera setelah ia lahir ia mengembang ke timur mengembang kebarat mengatasi dunia).
Yat puruśeṅa haviṣā devāyajñam atanvata, vasanto asyāsid ājyam grīṣma idhmaḥ śarad dhaviḥ.(Ketika para sewa mengadakan ūpacāra kurban dengan Purusa sebagai persembahan, maka minyaknya adalah musim semi, kayu bakarnya adalah musim panas dan sajian persembahannya adalam musim gugur).
Taṁ yajñam barhiṣi prauksan puruṣaṁ jātam agrataḥ, tena devā ayajanta sādhya ṛṣayas ca ye. (Mereka mengorbankan sebagian korban pada rumput Purusa yang lahir pada awal penjadian. Pada dia para Deva dan semua sadhyas dan para ṛṣi mempersembahkan kurban).
Tasmād yajñāt sarvahutaḥ sambhṛtaṁ pṛsadājyampasūn tāmś cakre vāyavyān aranyān grāmyāś ca ye.(Dari korban itu , yang padanya universal di persembahkan keluarlah dadih dan mentega yang sudah bercampur.Kemudian ia jadikan binatang-binatang yang padanya Vāyu berbeda. Baik binatang buas maupun binatang jinak).
Tasmād yajñāt sarvahuta ṛcaḥ sāmāni jajñire, chandānsi jajñire tasmād yajus tasmād ajāyata.(Dari korban itu, yang padanya universal dipersembahkan, ṛca dan nyanyian Sāma lahir. Dari dia lahirnya metrik. Dari dia lahirnya Yajus).
Tasmād aśva ajāyanta yeke chobayadataḥ, gavo ha yajñire tasmāt tasmāj jāta ajāvayaḥ.(Dari dia lahirlah kuda dan binatang apa saja yang mempunyai gigi dua baris. Sapi lahir dari dia. Dari dialah lahirnya kambing dan biri-biri).
Yat puruṣaṁ vyadadhuḥ katidhā vyakalpayan mukhaṁ kim asya kau bāhū kā ūrū pādā ucyete.(Ketika meraka menjadikan Purusa korban,menjadi berapa bagiankah mereka bagi dia ? Dan apakah mereka sebut paha kakinya ?)
Brāhmano’sya mukham āsīd bāhū rājanyah kṛtaḥ, ūrū tad asya yad vaiśyaḥ pādbhyam śūdro ajāyata.(Mulutnya menjadi Brāhmana, lengannya menjadi Rājanya,pahanya menjadi Vaiśya, Sudra lahir dari kakinya.
Candramā manaso jātās cakṣoḥ sūryo ajāyata, mukhād Indraścāgniśca prānād vāyur ajāyata.(Bulan lahir dari pikirannya, matahari dari matanya,Indra dan Agni lahir dari mulutnya, Vāyu dari nafasnya).
Nābhyā āsīd antarikṣaṁ śirṣo dyauḥ sam avartata, pādbhyām bhūmir disahśrotrat tathā lokān akalpayan.(Dari pusarnya cakrawala ini lahir, dari kepalanya lahir langit, dari kakinya lahir dari bumi, dari telinganya lahir keempat penjuru mata angin, demikianlah mereka membentuk dunia ini).
Saptāsyāsan paridhayas triḥ sapta samidhaḥ kṛtāḥ devā yad yajñaṁ tanvānā abadhnam puruṣaṁ paśum.(Tujuh pagar kelilingnya ūpacāra korban itu, tiga kali enam potong kayu bakar sisiapkan, ketika para Deva mempersembahkan ūpacāra itu yang mengikut Purusa sebagai kurban).
Yajñena yajñam ajāyanta devās tāni dharmāni prathamāmy āsan,te ha nākam mahimānaḥ sacanta yatra pūrve sādhyaḥ śānti devāḥ.(Deva-Deva dengan mengandalkan ūpacāra korban memuja (dia yang juga) ūpacāra korban. Mereka yang agung mencapai sorga yang mulia tempat para Sadhyas, Deva-Deva jaman dahulu). Rgveda X.90.1-16

 Nasadiya Sukta ( proses kejadian alam semesta )
Nasad āsīn no sad āsīt tadanīṁ nāsīd rājo no vyoṁā paro yat, kim avarīvaḥ kuha kasya śarman nambhaḥ kim āsīd gahanaṁ gabhīram.(Pada waktu itu dia tidak ada yang bukan ada maupun yangh ada. Waktu itu tidak ada dunia,tidak ada langit pun pula tidak ada yang di atas itu. Apakah yang menutupi dan dimana ? Airkah di sana, air yang tak terduga dalamnya).
Na mṛtyur āsīd amṛtaṁ na na tarhi na rātrya ahna āsīt praketaḥ, anīd avātaṁ svadhayā tad ekaṁ tasmād dhānyan na paraḥ kiṁ canāsa.(Waktu itu tidak ada kematian, pun pula tidak ada kehidupan. Tidak ada tanda yang menandakan siang dan malam. Yang Esa bernafas tanpa nafas menurut kekuatannya sendiri. Bernafas menurut kekuatanya sendiri. Di luar Dia tidak apapun juga).
Tama āsīt tamasā gūlham agre praketaṁ salilaṁsarvam ā idaṁ tuchyenābhv apihitaṁ yad āsīd tapasas tan mahina jāyataikam.(Pada mula pertama kegelapan di tutupi oleh kegelapan. Semua yang ada ini adalah keterbatasan yang tak dapat dibedakan. Yang ada waktu itu adalah kekosongan dan yang tanpa bentuk. Dengan tenaga pana yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong).
Kāmas tad agre sam avartatadhi manaso retaḥ prathamaṁyad āsīt sato bandhum asātī nir avindan hṛdi pratīṣyā kavayo maniṣā.(Pada awal mulanya, setelah itu, timbullah keinginan. Yang merupakan benih awal dan benih semangat.Para Rsi setelah meditasi dalam hatinyamenemukan dengan kearifannya hubungan antara yang ada dan yang bukan ada).
Tiraścīno vitato raśmir eṣām adhaḥ svid āsīd upari svid āsīt, rethodā āsan mahimāna āsan svadhā avastat prayatiḥ parastāt.(Sinarnya terentang ke luar, apakah ia melintang, apakah ia di bawah atau diatas. Beberapa menjadi pencurah benih, yang lain amt hebat. Makanan adalah benih rendah, pemakan adalah benih unggul).
Ko addhā veda ka iha pra vocat kuta ājātā kuta iyaṁ viśṛṣtiḥ,arvāg devā asya viṣarjanenāthā ko veda yata ābabhūva.(Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui ?Siapakah di dunia ini dapat menerangkannya ?Dari manakah penjadian ini, dari manakah timbulnya ?Deva-Deva ada setelah penjadian ini, kemudian siapakah yang tahu, dari manakah ia muncul).
Iyaṁ viśrṣtir yata ābabhuva yadi vādadhe yadi vā na, yo asyādhyakṣaḥ parame vyOṁan so āṅga veda yadi vā na veda. (Dia, yang dari padanya penjadian timbul yang membentuknya atau mungkin pula tidak. Dia yang mengawasi alam ini berada di langit yang tertinggi, sesungguhnya ia mengetahui atau barang kali tidak.mengetahui). Ṛgveda X.129.1-7

Śāntiprakaranam, Mantram untuk memohon kerahayuan jagat beserta semua mahluk hidup di dalamnya.
Oṁ saṁnaḥ soṁo bhavatu bahma sam nah saṁ no gravanaḥ samu santu yajñah.Saṁ naḥ svarunam mitayo bhavantu saṁ naḥ prasvah saṁvastu vedih. (Soṁa rasa (amṛta) yang digunakan dalam Yajña memberikan damai kepada kami, mantra-mantra dari veda memberikan damai kepada kami, alat-alat untuk mendapatkan soṁarasa memberikan damai, Yajña memberikan kedamaian kepada kami, stupa untuk Yajña memberikan damai kepada kami. Usada memberikan damai kepada kami, dan tempat Yajña (vedi) memberikan damai kepada kami. Ṛgveda VII.35.7
Oṁ saṁ no vātaḥ pavataṁ saṁ nastapatu Sūryaḥ. Saṁ naḥ kanikradad devaḥ parjanyoabhi vārsatu. (Ya Tuhan Yang Maha Esa, semogalah udara yang berhembus memberikan kedamaian kepada kami, surya bersinar untuk kedamaian kami, awan dengan suaranya menurunkan hujan menimbulkan kesuburan pada tumbuh-tumbuhan untuk kedamaian kami). Yajurveda XXXVI.1.10
Oṁ agne naya supathā raye asmān viśvāni deva vayunāni vidvan.Yuyodhy asmaj juhurānam eno bhuyistham te nama uktim vidhema. (Ya Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud-Mu sebagai Agni ! Yang maha bijaksana, tunjukkanlah jalan yang benar dan untuk mencari kebahagiaan dan kekayaan, kita akan menjalani utama karma agar supaya kita dijauhi dari papakarma (perbuatan yang penuh dengan papa). Untuk itu kita dengan penuh sujud dan selalu memuja dan mendapatkan ananda). Ṛgveda I.189.1.
Oṁ prajāpate na nadetanyanyo viśvā jatani parita babhuva.Yatkāmaste juhumastanno astu vāyam syāma patayo patayo rayinam. (Ya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Prajāpati ! Tiada selain-Mu yang berada dimana-mana di dunia ini. Apapun keinginan kami dan untuk memenuhi keinginan tersebut, kami datang kepada-Mu. Penuhilah semua keinginan kami supaya semua terwujud dan kami menjadi kaya raya di dunia ini). Ṛgveda X.121.10
Oṁ svasti na indro vṛddhaśravaḥ svasti naḥ puśa viśvāvedaḥ.Svasti nastar kṣyo aristanemiḥ svasti no bṛhaspati ṛdadhatu. Deva indra ! Maha besar tersebar dimana-mana berikanlah kebahagiaan kepada kami, Wahai Deva yang maha tahu, peliharalah dunia, berikanlah kebahagiaan kepada kami. Jalinkanlah tali rasa-mu yang tidak pernah putus dan melalui karunia-mu seseorang bisa melewati dunia ini dan mencapai tujuan akhir, berikanlah kebahagiaan. He pelindung yang maha besar berikanlah kebahagiaan kami. Ṛgveda I.89.6
Oṁ taccakṣur devahitaṁ purastacchukramuccarat.Paśyema śaradaḥ śataṁ jīvema śaradaḥ śataṁ śranuyāma śaradaḥ śataṁ pra bravama śaradaḥ śatamadinah syāma śaradaḥ śataṁ bhūyaśca śaradaḥ śatāt.(Tuhan Yang Maha Esa adalah saksi seluruh u,at manusia dan maha karunianya bagi para sarjana. Beliaulah yang pertama sebagai cahaya (teja). Untuk itu agar kami dapat melihat beliau seratus tahun, kami dapat hidup seratus tahun, mendengar seratus tahun, untuk itu keagungan tuhan dapat kami ceritakan seratus tahun dan kami bisa hidup seratus tahun dengan kebebasan, dan kemudian kita hidup lebih dari seratus tahun).
Oṁ bhadraṁ karnebhiḥ śṛnuyāma deva bhadraṁ paśyemākṣabhir yajatraḥ.Sthirair angaiṣtustuvāmsas tanūbhirvyasemahidevahitam yad āyuh. (Ya Tuhan Yang Maha Esa! Anugrahkanlah karunia-Mu supaya kami mendengar yang baik dari telinga kami, melihat selalu yang baik dari mata kami, berikanlah kekuatan badan yang sehat supaya kami selalu memujamu dan sesuai dengan karma kami mendapatkan hidup yang lengkap dan tidak meninggal sebelum waktunya). Ṛgveda I.89.10
Oṁ saṁ no dyavapṛthivī pūrvahutau sam antarikṣam dṛśaye no astu.Saṁ na osadhirvanino bhavantu saṁ no rājaspatirastu jiśnuḥ.(Ya Tuhan Yang Maha Esa! Pagi-pagi setelah bangun kami selalu memohon supaya Dyuloka dan Prithiviloka memberikan kedamaian kepada kami, demikian juga pada waktu setelah bangun, kita mlihat antariksaloka, dan memohon supaya antariksaloka memberikan damai kepada kami. Usada memberikan damai kepada kami. Ya Tuhan Yang Maha Besar rajanya dunia yang selalu jaya anugrahkanlah kebahagiaan kepada kami). Ṛgveda VII.35.5

 Abhaya dan Śivasaṁkalpa, Mantram ini mendorong umat-Nya senantiasa tegar dalam menghadapi berbagai cobaan, tidak ada rasa takut atau khawatir dan hidup dalam ketenangan.
Oṁ Abhayaṁ mitrād abhayam amitrād abhayam jñātād ajñātād abhayaṁ puroyaḥ. abhayaṁ naktaṁ abhayam divanaḥ sarva āsā mama mitram bhavatu (Ya Tuhan Yang Mahakuasa ! Semoga saya tidak takut kepada kawan-lawan, dan tidak takut kepada yang tidak dikenal, semoga malam dan siang hari kami tanpa takut. Semoga semua arah memberikan sahabat kepada kami). Ṛgveda IX.15.6
Oṁ yajjāgrato dūramudaiti  daivaṁ tadu suptasya tathaivaiti. Dūraṁ gamaṁ jyotisām jyotirekaṁ  tanme manaḥ śivasaṁkalpamastu. Pikiran yang dengan kekuatan dengan kesadaran pada saat sedang bergadang (Jagratah) pergi jauh kemana-mana (Duramdaiti), demikian juga pada waktu tidur (Tatu Suptasya) pergi (berjalan) kemana-mana (Tatha Eva Eti). Pikiran yang demikian (Tat) yang pergi kemana-mana (Duram Gamam) dan paling bercahaya atau bersinar dalam semua cahaya (Jyotisam Jyoti) adalah hanya satu, yaitu pikiran (Ekam), dengan demikian “He Tuhan pikiran seperti itu (Tat Memana) menjadi baik, damai dan memiliki pikiran yang baik (Śivasṁkalpamastu)”. Yajurveda XXXIV.1

SHANTI PUJA

a.    Om Prasida Vishveshvari visva prasida // Om Prasida Vishveshvari Veda Vigrahe
Om Prasida Vishveshvari Mantra Rupini // Om Prasida Vishvesvari Visva prasida

b.   Om Sam nah somo Bhavantu Brahma  // Sam nah samno grava nah samusantu yajnah
Sam nah svarunam mitayo bhavantu // Sam nah prasvah sam vastu vedih

c.    Om Sam no mitrah sam varunaha // Samno Bhavataryama
Samno Indro Brhaspati // Sam no Vishnu ruru kramaha

d.   Om Namo Brahmane, Namaste Vayu, Tvam evam Pratyaksham Brahmashi
Tvam eva Prayaksham Brahma Vadishyami, Rtam vadishyami, Sathyam vadishyami. Tan ma mawatu tad waktara avatu avatu mam, avatvaktaram (Svaha)

e.    Om Bhadram karnebhih srnuyama deva bhadram pasemaksyabhir yajatrah
Sthirair angais tustu vamsa stunibhir vyasemai deva hitam yada yuhu (Svaha)

f.     Om Svastina indro vrdhasravah, svasti na pusa visva veda, svasti na starksyo aristanebih, svasti no Brahaspatir dadhatu (Svaha)

g.    Om abhayam mitrad abhayam amitrad, abhayam jnatad, abhayam parokshat, abhayam naktam, abhayam diva nah, sarva asa mama mitram bhavantu (Svaha)

h.   Om abhayam nah karty antariksham, abhayam dyava prathivi ubhe ima, abhayam pasca dabyam purasthadutraradha dharadhabyam bhavantu (svaha)

i.     Om Dhauh santir, Antariksa santi, Perthivi santih, Apaha santih, Osadaya santih, Vanaspataya santih, Visva deva santih, Brahma santih, Sarvam santih, Santir eva santih, Sama santih edhi. Om Santih Santih Santih..

Om Sahana vavatu sahana bhunaktu, saha viryam karavavai, tejasvi navaditam astu ma vidvisavahai. (Svaha)
Om yad grame yad aranye yad sabhayam yad indriye yad enascha karma vayam idam tadava yajamahe, (Svaha)

MANTRAM PERSEMBAHAN
Om Brahmarpanam Brahma Havir // Brahmagnau Brahmana Hutam
Brahma iva tena Gantavyam  // Brahmakarma sama-dhina (B.Gita 4.24)
Aham Vaishvanaro Bhutva // Praninam Deham asritah
Pranapana sama yuktah // Pacamy-annam catur vidham (B.Gita 15.14)

 PERSEMBAHAN PANCA AMRTAM
Om Pancaamrtam devata bhyo namaha, kshera samarpayami – menuangkan susu
Om Pancaamrtam devata bhyo namaha, Dadih samarpayami – menuangkan Yogurt
Om Pancaamrtam devata bhyo namaha, Ghrta samarpayami – menuangkan Ghee
Om Pancaamrtam devata bhyo namaha, Madhu samarpayami – menuangkan madu
Om Pancaamrtam devata bhyo namaha, Sarkara samarpayami – gula kelapa.

 BHUTA YAJNA (mempersembahkan sepuluh nasi kepal satu persatu )
Om Agnaye svaha, Om Somaya svaha, Om Agni somabhyam svaha, Om Visvebhyo devebhyah svaha, Om Dhanvantaraye svaha, Om Kuhvai svaha, Om Anumatyai svaha, Om Prajapataye svaha, Om dhyava prthivibhyah svaha, Om Svistakrite svaha.

 PEMECAHAN KELAPA
Setelah melantunkan Gayatri, kelapa diputar 3 kali searah jarum jam dengan mengucapkan mantram :
Om Suklam Bharadharam Vishnum // Sasivanam caturbhujam
Prasanadam devaya dhyayet // Sarvam Vighnam prasantaye.

SVISTAKRITE (Pengaksama – persembahan gula merah)
Yadasva karmano atya riricam yadvanyunam ihakaram
Agnistat svistakrdvidyat sarvam svistam suhutam karotume
Agnaye svistakrite suhutahute sarvaprayaschitta hutinam
Kamanam samardhyitrai sarvan nah kamant sarmadhyaya, Svaha
(Idam agnaye svistakrite idam namaha)

 MONA PRAJAPATAYE (Persembahan ghee 3x)
Om…Svaha, Idam Prajapataye idam na mama

 PAVAMANA
Om Bhur Bhuvah Svah, agna ayumsi pacasva a svorjam
Isam canah are bhadasva dhochunam, svaha (Idam agnaye pranaya idam na mama)
OM Bhur Bhuvah Svar, agnih Rshi pavamanah Pancajanyah
Purohitam tam imahe maha ghayam, Svaha (Idam agnaye pavamanaya idam na mama)
Om Bhur Bhuvah Svar, agne pacasva svapa asme varcah suviryam dadad rayim mayim posa, Svaha ( Idam agnaye pavamanaya idam na mama)
Om Bhur Bhuvah Svar, Om Prajapate na tva detta nyanyo visva jatani paritha babva yat kamaste juhumnas tano astu vayamsyama patayo rayinam, svaha (Idam Prajapataye idam na mama )

PURNA HUTI
Om, Purnam adam Purnam idam // Purnat purnam udachyate
Purnasya Purnama daya // Purnam eva vasisyate (3x)

Om Sarvam vai purnam, Svaha (3x)

Śānthi mantra, Setiap mengakhiri suatu kegiatan keagamaan hendaknya ditutup dengan
permohonan kedamaian seperti diamanatkan dalam Śānti mantram berikut:
Oṁ Dyauḥ śāntir antarikṣaṁ śāntiḥ pṛthivī śāntir āpaḥ śāntir oṣadhayaḥ śāntiḥ vanaspatayaḥ śāntir viśve devaḥ śāntir brahma śāntiḥ sarvaṁ śāntiḥ śāntir eva śāntiḥ sā mā śāntir edhi (Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, anugerahkamlah kedamain di langit, damai di angkasa, damai di bumi, damai di air, dami pada tumbuh-tumbuhan, damai pada pepohonan, dami bagi par Devata, damilah Brahma, damilah alam semesta. Semogalah kedamian senantiasadatang pada kami). Yayurveda XXXVI.17.
Oṁ sarve bhavantu sukhinaḥ sarve śāntu niramayaḥ sarve bhadrāni paśyantu mā kaścid duḥkha bhāg bhavet (Ya Hyang Widhi, semoga semuanya memperleh kebahagiaan, semoga semuanya memperoleh kedamaian, semoga semuanya memperoleh  kebajikan dan saling pengertian dan semoga semuanya terbatas  dari penderitaan).
Om Shanti Shanti Shanti….

Itulah sekilas rangkaian dan prosesi upacara agni hotra yang perlu diketahui. Karena tulisan diatas merupakan hasil pengkodifikasian yang diambil dari beberapa sumber, maka penting kiranya bagi semua pihak yang berkecimpung dalam hal ini untuk ikut memberikan sumbangsih pemikiran sekaligus koreksi yang bersifat pembenahan untuk ejaan maupun arti dari mantram diatas yang masih belum begitu sempurna. Terima kasih. (Wr)

Catatan kaki : Rangkaian dan susunan upacara Homa atau Agni Hotra ini tidaklah bersifat baku karena masing-masing kelompok spiritual, maupun Sampradaya memiliki ciri khasnya tersendiri. Pada urutan nomer 11 setelah Prtivi Sukta, ada orang yang melanjutkannya dengan menchantingkan mantram Narayana Upanisad, Rudram, ataupun Maha Mantra Setelah upacara.

SARANA AGNI HOTRA

Sarana dan Prosesi Agni Hotra

Dewasa ini, Upacara agni hotra atau Homa yajna sudah semakin dikenal dan digemari oleh masyarakat bali. Terbukti dengan semakin banyaknya permintaan untuk melakukan yajna ini. Bahkan dalam sehari, seorang Hotri/ hotraka atau Pandita yang memimpin upacara agni hotra ini bisa mendapat permintaan lebih dari sekali dalam sehari. Hal ini tidak terlepas dari efesiensi dan juga manfaat nyata yang bisa didapat dari upacara dimaksud. Sebab upacara Agni Hotra selalu bisa dikaitkan atau dirangkaikan dengan beberapa upacara keagamaan lainnya seperti Agni Hotra untuk megedong-gedongan, untuk merayakan tiga bulanan, pawiwahan, membersihkan pekarangan (secara niskala) dan juga untuk menyempurnakan upacara pitra yajna.

Mengingat prosesi, kelengkapan, penyediaan tempat dan juga biayanya yang relative murah telah menjadikan upacara Agni hotra sebagai pilihan bijak bagi mereka yang kesehariannya selalu sibuk dengan pekerjaan dan juga bagi mereka yang menginginkan  sebuah formula praktis, simple, dan juga ekonomis namun tetap tidak kehilangan makna  dalam beragama. Sebab dalam ritual agni hotra, semua kelengkapannya merupakan bahan-bahan yang amat mudah dicari dengan harga yang cukup terjangkau. Seperti misalnya biji-bijian, beras, kayu bakar, minyak goreng, susu, dan lain-lain. Waktu untuk menyiapkan sekaligus melaksanakannyapun  relative sangat singkat sekitar 3 sampai 4 jam saja.
Keberhasilan suatu yajna memang tidak bisa diukur dari seberapa besar biaya yang dikeluarkan ataupun dari seberapa banyak dan meriahnya bebantenan yang dipakai namun lebih kepada efek atau dampak yang ditimbulkannya kepada sang Yajamana. (apakah setelah melakukan suatu upacara, orang yang bersangkutan bisa lebih mendapatkan ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan ataukah sebaliknya) sebab seringkali terjadi di masyarakat bahwa ketika upacara yang dibuatnya selesai, hidupnya tidak semakin membaik karena terus dikejar oleh kewajiban membayar hutang karena meminjam uang demi lengkapnya sebuah upacara atau bahkan mengalami keretakan keluarga karena biaya upacara diambil dari hasil pembagian warisan orang tua. Hal ini tentu tidak sejalan dengan prinsip dan cita-cita dari agama itu sendiri. Sebab agama mengajarkan bahwa manusia hendaknya hidup secara rukun untuk mencapai artha dan kama yang dilandasi Dharma sehingga kebahagiaan jagadhita dan moksa sebagai tujuan akhir bisa tercapai.

Hal ini tentu sangat terkait dengan masing-masing individu untuk memulainya, terutama untuk menyadari dan mengetahui bahwa yajna atau pelaksanaan korban suci itu adalah sebuah keharusan bagi semua orang sebagaimana ujar Bhagavad Gita bahwasannya jika kita lalai akan sebuah kewajiban lalu bagaimana seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya kini maupun dalam penjelmaannya yang akan datang. Oleh karena itu segala bentuk dan kegiatan yajna untuk menyenangkan para dewa tetap harus dijalankan yang mana hal itu tentu harus didasarkan pada keikhlasan, keyakinan, serta niat dan usaha sendiri. Sebab jika kita melakukan upacara yajna tanpa dilandasi oleh pengetahuan tentang makna, tata cara maupun tujuan upacara dimaksud, tanpa dilandasi keikhlasan dan jerih payah sendiri, hal itu sama saja dengan membuang-buang waktu karena hanya akan mengantarkan kita pada moha atau kebingungan. Oleh karena itu, sangat penting bagi sang Yajamana (orang yang akan melakukan yajna) untuk membuat atau mendapatkan kelengkapan ritual itu sendiri sebagai tanda keikhlasan dan niat sungguh-sungguh untuk mempersembahkan hasil kegiatan kita kepada para dewa. Sebab jika Yajamana hanya menyerahkan segala sesuatunya kepada orang lain atau Hotri untuk melengkapinya, sehingga ia hanya perlu mengeluarkan uang lalu duduk manis menunggu selesainya upacara, ini bukanlah tanda kebajikan dalam beragama sebab yang terpenting dari setiap ritual agama bukanlah pada bagaimana upacara itu bisa selesai dengan lancar saja tetapi lebih kepada bagaimana setiap orang terdidik untuk belajar mengetahui proses kegiatan upacara dimaksud sehingga bisa menumbuhkan sradha serta kecintaan terhadap nilai agamanya sehingga generasi Hindu kedepannya bisa lebih percaya diri dalam menjawab segala pertanyaan umat lain yang sering terkesan menyudutkan karena ketidak berdayaan kita menjelaskan makna dan tujuan upacara agama secara logis sehingga menimbulkan kesan bahwa sebagian besar umat hindu beragama hanya karena warisan, dan ikut-ikutan dengan dalil ‘Anak mule keto”

Bercermin dari hal ini dan dengan tujuan untuk lebih memasyarakatkan upacara Veda, serta membangkitkan rasa jengah untuk membangun sumber daya Hindu yang lebih mapan, lewat tulisan ini saya merangkumkan kegiatan agni hotra untuk dipakai pembelajaran dan acuan bagi semua pihak yang mendalami upacara ini.

Sekilas tentang upacara Agni Hotra
Agni hotra adalah suatu upacara yajna yang menggunakan api sebagai media utamanya. dalam salah satu Purana dinyatakan bahwa Dewa Agni (disimbulkan dengan api) adalah lidahnya Tuhan. Sehingga dalam ritual agni Hotra, semua persembahan akan dituangkan kedalam api yang berada dalam kunda. Agni hotra merupakan ritual yajna yang sudah cukup tua. Hal ini sangat jelas dapat kita lihat dari kisah-kisah purana dan juga Itihasa dimana Agni Hotra selalu menjadi pelengkap bagi manusia untuk menghubungkan dirinya dengan Tuhan maupun para Dewa. Dalam epos Ramayana kita tahu bahwa Raja Dasarata juga melakukan agni hotra untuk mendapatkan anak, begitupun saat prosesi penyatuan Mahadeva dengan Parvathi dalam prosesi pernikahan. Drupadi yang sangat dikasihi oleh Vasudeva Krishna juga lahir dari api kurban yang dilakukan oleh raja Drupada. Agni hotra yang sarat dengan kemuliaan dan keagungan ini karena di dalam prosesnya padat berisi lantunan mantram-mantram Veda memang hampir dilupakan di jaman Kali ini bahkan sempat dicurigai sebagai upacara milik aliran kelompok tertentu saja. Padahal upacara ini dengan sangat jelas disebutkan dalam kesusastraan Veda yang merupakan kitab suci resmi agama Hindu sebagai raja dari sebuah yajna.

Yatrā suhārdāṁ sukṛtam – agnihotrahutaṁ yatrā lokaḥ, taṁ lokaṁ yamniyabhisambhuva  sā no ma hiṁsit puruśān paśuṁūca – Di mana mereka yang hatinya mulia bertempat tinggal,  orang yang pikirannya damai dan mereka yang mempersembahkan Agnihotra, di sanalah majelis (pimpinan masyarakat) bekerja dengan baik, memelihara masyarakat, tidak menyakiti mereka dan binatang ternaknya.  Atharvaveda XXVIII.6

 A. Hoṁa  Yajña/Agnihotra dalam kitab suci Veda dan susastra Sanskerta

Sumber tertua tentang ūpacāra Hoṁa  Yajña/Agnihotra dapat kita jumpai dalam kitab suci Veda khususnya kitab Ṛgveda X.66.8. Demikian pula kitab Atharvaveda VI.97.1 dan yang lain-lain yang secara tradisional oleh umat Hindu di India disebut Yajña atau Yaga. Jadi bila di India kita mendengar umat Hindu melakukan Yajña atau Yaga yang dimaksud tidak lain adalah Agnihotra walaupun secara leksikal pengertian Yajña atau Yaga jauh lebih luas dibandingkan dengan Agnihotra. Agnihotra dalam pengertian leksikal (masculinum, neutrum dan femininum) yang dimaksud persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu atau Ghee dan susu asam atau Yogurt. Ada dua macam Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore (nitya atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara insidental (kāmya atau naimitikakāla/Monier, 1993: 6).
Istilah yang lain untuk Hoṁa  Yajña/Agnihotra adalah Huta (persembahan kepada Sang Hyang Agni) oleh karena itu kita mengenal pula istilah Hotṛi yang juga berarti api. Agnihotra juga disebut Havan dan kata Havani berarti sendok (yang dalam bahasa Sanskerta disebut Juhu) untuk menuangkan persembahan cair. Nama Hoṁa  mengandung arti persembahan berbentuk cairan yang dituangkan ke dalam api suci (Loc.Cit.). Sumber-sumber lainnya tentang ūpacāra Agnihotra adalah kitab-kitab Brāhmaṇa di antaranya Kauśītaki, Sathapatha, dan Aitareya Brāhmaṇa. Selanjutnya bila kita melihat-kitab-kitab Sūtra khususnya tentang Kalpasūtra, Gṛhyasūtra, Śrautasūtra dan lain-lain selalu kita menemukan informasi tentang betapa pentingnya ūpacāra Hoṁa  Yajña/Agnihotra ini bisa kita lihat pada kitab-kitab Śrautasūtra  (Aśvalāyana S.S.II.1.9, Saṇkhāyana S.S.II.1, Lāthyāyana S.S.IV.9.10., Kātyāyana S.S.IV.7-10., Mānava S.S.I.5.1., Vārāha S.S.I.4.1., Baudhayana S.S.II., Bhāradvāja S.S.V., Āpastamba S.S.V.1., Hiraṅyakeśi S.S.III.1-6, Vaikhānasa S.S.I, Vādhūa S.S.1.,Vaitāna S.S.5-6) kitab tersebut menggambarkan bermacam-macam bentuk  persembahan Hoṁa  Yajña / Agnihotra yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut: Seorang pelaksana Agnyadhāna hendaknya setiap hari mempersembahkan persembahan kepada api suci Agnihotra pagi dan sore hari apakah dilakukan oleh perseorangan atau di bawah pimpinan seorang Adhvaryu. Bila tiada seorang Adhvaryu yang memimpin, kepala keluarga dapat melakukannya teristimewa pada waktu bulan purnama dan bulan baru terbit. Dari kitab-kitab Śrautasūtra  dan juga kitab Brāhmaṇa kita mendapat informasi tentang pahala yang diperoleh bagi mereka yang dengan tekun mempersembahkan atau melaksanakan ūpacāra Agnihotra, dinyatakan bahwa segala keinginannya akan tercapai. Api suci hendaknya tetap menyala pada rumah-rumah para Gṛhastha. Mereka yang secara rutin melakukan Agnihotra, maka kemakmuran akan dapat terwujud. Agnihotra dengan mempersembahkan biji-bijian, minyak susu, susu, susu asam dan lain-lain yang kini di India disebut Samagri, diikuti dengan pengucapan mantram-mantram, terutama mantram Veda dan hendaknya dilakukan seseorang selama hidupnya atau sampai mencapai tingkatan hidup sebagai Saṁnyāsin (Ram Gopal, 1983: 535). Hoṁa  Yajña/Agnihotra merupakan persembahan wajib yang dilakukan oleh setiap Gṛhastha  karena hanya Gṛhastha secara sempurna dikatakan dapat melakukan Yajña dan Agni yang dimaksud dalam Agnihotra adalah Tuhan Yang Maha Esa yang bila dilaksanakan pada pagi hari maka persembahan itu ditujukan kepada Sūrya, mantram yang selalu diucapkan adalah:      
Oṁ Bhūr Bhūvaḥ Svaḥ Oṁ Sūrya Jyotiḥ Jyotiḥ Sūrya Svaha  dan bila dilakukan sore hari (menjelang malam) ditujukan kepada Agni dengan mengucapkan mantram:
Oṁ Bhūr Bhūvaḥ Svaḥ Oṁ Sūrya Jyotiḥ Jyotiḥ Agni Svaha (Abhinash Chandra Das, 1979: 493).
Selanjutnya dalam kitab-kitab Itihāsa dan Purāṇa dan juga kitab-kitab Agama atau Tantra, ūpacāra Agnihotra senantiasa dilaksanakan dan tentu pula mantram yang digunakan, di samping mantram-mantram Veda adalah mantram-mantram yang bersifat Pauranic, Agamik atau Tantrik.

B. Hoṁa  Yajña/Agnihotra menurut sumber Jawa Kuno (Kawi)
Bila kita membuka sumber tertua Jawa Kuno, maka dalam bagian awal dari kakawin Rāmāyana, yakni ketika prabhu Daśaratha memohon kelahiran putra-putranya dipimpin oleh Maharsi Ṛṣyaśṛṅga keturunan Gadhi kita mendapatkan informasi tentang ūpacāra Agnihotra sebagai berikut:
Saji ning yajña ta humadang, śrī wṛkṣa samiddha puṣpa gandha phala,
dadhi ghṛta kṛṣṇatila madhu. mwang kuśāgra wṛtti wetiḥ (24) - Sesajen ūpacāra korban telah siap, kayu cendana, kayu bakar, bunga, harum-haruman dan buah-buahan, susu kental, mentega, wijen hitam, madu, periuk, ujung alang-alang, bedak dan bertih
Lumekas ta sira mahoṁa , pretadi pisaca raksasa minantram, bhuta kabeh inilagaken, asing mamighna rikang Yajña (25) - Mulailah beliau melangsungkan ūpacāra korban api (Agnihotra), roh jahat dan sebagainya, pisaca dan raksasa dimentrai. Bhuta Kala semuanya diusir, segala yang akan menggangu ūpacāra korban itu
Sakali karana ginawe, awahana len pratista sannidhya, Parameswara inangen-angen, umunggu ring kunda bahnimaya (26).- Segala perlengkapan ūpacāra telah tersedia. Doa dan tempat peralatan hadirnya Devata. Bhatara Śiva yang dimohon kehadiran-Nya, hadir pada tungku persembahan
Sampun Bhatāra inenah, tinitisaken tang miñak sasomyamaya, lawan kṛṣṇatila madhu, śrī wṛkṣa samiddha rowang nya (27)- Sesudah Devata disthanakan, diperciki minyak “sOṁa”, wijen hitam dan kayu cendana beserta kayu bakar
Rāmāyana I. 24-27.
Sumber Jawa Kuna lainnya adalah Agastya parwa (355) yang menjelaskan berbagai macam Yajña (Pañca Maha Yajña) yang dalam uraiannya tentang Deva Yajña secara tegas menyatakan bahwa Deva Yajña adalah persembahan kepada Śivāgni yang dimaksud tidak lain adalah Agnihotra sedang Korawāsrama, menyatakan bahwa Deva Yajña adalah ūpacāra persembahan berupa makanan dan pengucapan mantram-mantram Stuti dan Stava (Hooykaas, 1975: 247) menunjukkan bahwa mantram Veda merupakan sarana dalam Deva Yajña yang tidak lain juga hampir sama dengan pelaksanaan Agnihotra. Di dalam kakawin Sutasoma 79.8, Tantri Kāmanîaka 142 dan Nāgarakṛtāgama 8.4 dinyatakan bahwa ūpacāra Agnihotra atau Hoṁa yajña tersebut merupakan puncak dari ūpacāra korban.
Dalam lontar Vrspati tatwa juga ada disebutkan bahwa salah satu usaha untuk menyucikan diri bagi seorang Sadhaka adalah dengan melakukan Agnihotra atau Hoṁa yajña:
Śuddha ngaranya eñjing-eñjing madyus, aśuddha śarīra, masūrya sewana, mamuja,
majapa, mahoṁa  – Bersihlah namanya, tiap hari membersihkan diri, sembahyang kepada Sang Hyang Sūrya , melakukan pemujaan, melakukan Japa dan melaksanakan Hoṁa yajña. Śīlakrama, lamp.41.
Berdasarkan beberapa temuan peninggalan purbakala (arkeologi) dan tradisi yang hidup dalam masyarakat Bali. Yang mana salah satunya adalah  peninggalan purbakala adalah adanya berupa lobang api (Yajñaśala atau Vedi) tempat dilaksanakan-nya ūpacāra Agnihotra. Tempat atau lobang api ini dapat pula kita saksikan di salah satu Gua Pura Gunung Kawi yang diyakini oleh penduduk sebagai Geria Brahmana terdapat sebuah lobang dalam sebuah altar di tengah-tengah gua, yang rupanya dikelilingi duduk oleh pelaksana ūpacāra Agnihotra. Peninggalan berupa lobang tempat api unggun itu adalah Yajñakunda (Yajñaśala) dikuatkan pula dengan adanya lobang api di bagian atap sebagai ventilasi keluarnya asap dari tempat dilangsungkannya ūpacāra Agnihotra. Nama-nama seperti Keren, Kehen, Hyang Api Hyang Agni (Hyang geni) dan Śala menunjukkan tempat yang berkaitan dengan dilangsungkannya ūpacāra Agnihotra.
Upacāra Agnihotra terakhir terjadi pada masa kerajaan Klungkung di bawah raja Dalem Waturenggong  di Istana raja Gelgel dengan purohita  Mpu Astapaka bersama Danghyang Dwijendra. Saat itu, ketika pelaksanaan ūpacāra Agnihotra berlangsung, kobaran api menjadi begitu besar dan meninggi hingga melalap atap panggung tempat ūpacāra sehingga mengakibatkan kebakaran. maka sejak itu raja memerintahkan untuk melaksanakan ūpacāra Agnihotra yang kecil dan sederhana saja yang kemudian terus mengerdil menjadi dengan menggunakan pasepan (padupan) saja sehingga lama kelamaan, tradisi melaksanakan ūpacāra Agnihotra itupun hanya dikenal oleh para pandita saja, bahkan sesudahnya karna proses waktu, banyak dari pemangku yang bahkan tidak mengetahui asal mula dari penggunaan pasepan itu sehingga nyaris bahwa ritual agni hotra atau pemujaan kepada dewa agni ini semakin memudar dan tak dikenal di Bali.

C. Hoṁa  Yajña/Agnihotra dalam stuti atau stava
Di masa yang lampau pelaksanaan Agnihotra menggunakan mantram-mantram yang bersifat Tantrik, seperti juga yang oleh sebagian digunakan oleh Sampradaya-Sampradaya di India Devasa ini.

D. Keutamaan ūpacāra Hoṁa  Yajña/Agnihotra
Segala sesuatu yang diketahui atau dirasakan manfaatnya tentu akan dicari atau dilaksanakan oleh umat manusia. Demikian pula halnya ūpacāra Hoṁa  Yajña/ Agnihotra. Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa Agnihotra demikian sangat penting artinya bagi kehidupan umat manusia. Salah satu buku yang menguraikan tentang manfaat Agnihotra adalah Hoṁa  Therapy, Or Last Chance diterbitkan oleh Fivefold Path, Inc. Parama Dham (House of Almighty Father), Madison, Virginia, USA,1989 yang menguraikan manfaatnya bagi kesehatan umat manusia.
kitab Kauśītaki Brāhmana (II.1) mengidentifikasikan persembahan Agnihotra adalah persembahan kepada Deva Sūrya  dan menurut kitab suci Veda (Ṛgveda I.115.1) Sūrya adalah jiwa atau Ātma dari seluruh alam semesta, yang bergerak dan yang tidak bergerak (sūrya ātma jagatas tasthusaś ca).  Mantram-mantram yang digunakan dalam ūpacāra Agnihotra umumnya dipetik dari kitab suci Veda, Ṛgveda, Yajurveda (salah satu yang sangat terkenal adalah Agnir jyotir jyotir agnir svāhā, Sūrya  jyotir yotiḥ Sūrya ya  svaha, III.9), dan beberapa mantram dari Atharvaveda. mantram lainnya biasanya dari mantram sampradaya tertentu, misalnya Śaivisme menggunakan mantram pemujaan kepada Ganeśa, Durgāsaptasati, Rudram, Śivamahimastotra dan lain-lain. Kitab Mahābhārata menyatakan: Seperti seorang raja di antara umat manusia, seperti Gāyatrī mantram di antara seluruh mantram, demikian pula ūpacāra Agnihotra adalah ūpacāra yang sangat penting di antara semua ūpacāra-ūpacāra Veda ( Ganga Ram Garga, 1992: 217).


E.Pelaksanaan ūpacāra Hoṁa  Yajña / Agni Hotra dan Sarananya
Sarana ūpacāra persembahan
1.   Kayu bakar, sedapat mungkin kayu mangga, intaran, beringin, cempaka, sandat, tulasi, majagau, batang kelapa kering atau cendana yang telah kering.
2.   Gahvya (gobhar) diambil dari kotoran sapi-sapi yang dipelihara dan disayangi oleh pemiliknya dan bukan berasal dari tempat/rumah pemotongan hewan.
3.   Daun, batang, bunga, akar dan ranting kayu tulasi (disebut Pañcāngga) dan juga daun mangga untuk persembahan ke dalam api suci. Beberapa daun mangga yang telah diisi lambang Omkara biasanya juga dipasang dengan benang tridatu mengelilingi areal tempat agni hotra sebagai simbul proteksi oleh Sri Ganesha.
4.   Sarana Pancamrtam yang terdiri dari : Susu segar, yoghurt (susu asam), gula merah, ghee (minyak sapi), madu
5.   Aneka biji-bijian  seperti kapulaga, biji kacang hijau, cengkeh, beras merah, putih dan hitam serta wijen.
6.   Minyak kelapa.
7. 1 Kelapa untuk Daksina dan 2 lainnya untuk upacara memecahkan kelapa (jumlah menyesuaikan dengan orang yang akan melakukan pemecahan kelapa)
8.   10 Nasi kepel yang telah diisi ghee untuk persembahan kepada para bhuta
9.   Bunga tabur dan bunga untuk muspa
10.(Khusus untuk Abhiseka) akan ada tambahan seperti penyiapan daun sirih, garland, minyak wangi, kumkum, benang suci,dan juga kamper untuk aarthi)

Sabtu, 25 Februari 2017

SAPTA PATALA DALAM ETIKA SUSILA

Sapta patala yang Dipengaruhi Sad ripu, Sapta timira, Sad atatayi
Om hyang pasupatya ya namo namah..
Dharma laksana kalacakra..
Hyang yamadipatya tedun Ida sang Wenang…mahakala dorakala jogormanik suratma kanda sakti hring pati…sarwa prani hitankarah.

Om Swastyastu..

Pemahaman pelaksanaan etika susila dalam kehidupan di alam bhur, adalah syarat mutlak untuk mencapai tujuan yg shanti..kedamaian juga rahayu raharja tentu sebagai barisan karma baik di masa yg akan mendatang..Apakah saat mati nanti dan menuju alam “gumi wayah” yang konon tetap mengada walaupun tiada dipercayai…

Alam bawahan yg terdiri dari tujuh bagian yg teryakini sbagai alam sapta patala, persis seperti yg trgmbarkan dalam kisah2 neraka loka itu sendiri..Namun tetaplah tujuan ygbakhir adalah penyatuan kepada ida hyang widhi sbagai kamoksan..Dan tetap smpai nanti mahapralaya yg sungguh tak terbayangkan kapan itu, kesempatan untuk mnghabiskan karma buruk serta juga menambah karma baik adalah sbuah keniscayaan serta realita..

Dari segi tattwa dijelaskan tentang konsep sapta loka dan sapta patala, tentunya tattwa akan selalu dibarengi diiringi dgn konsep susila etika pada kehidupan, yang sekiranya wajib bagi manusia itu sendiri..Etika susila sendiri dalam perbendaharaan jnana, telah terdapat beberapa konsep leksikon hindu yg layak dijadikan pedoman prilaku di kehidupan ini..

Etika susila itu misalnya seperti sad ripu enam musuh manusia yg terdiri dari, kama,matsarya,lobha,krodha,moha, mada…Kemudian sapta timira yg berarti tujuh kegelapan yaitu dhana,guna,kulina,yohana,surupa,sura, kasuran…serta sad atatayi..enam pembunuhan kejam..agnida,wisada,dratikrama, sastraghna, atharwa, raja pisuna…Dari tiga leksikon tentang susila sungguh cukup untuk dihindari dan mengontrol indriya agar tidak memengaruhi suksma sarira dan atman sbagai sang purusha..

Kemudian tentu secara umum telah banyak mengetahui tentang karmapala sraddha yg memberikan konsep bahwa apa yg ditanam itu yg dipetik dipanen..Dan terdapat juga tattw tentang alam sapta patala sbagai konon sebuah neraka loka yg sbagai bagian penghukuman dari sang yamadipati..

1.Sapta patala yg pertama adalah dimensi ATALA..Dimensi paling dekat dgn alam ini, yang dihuni oleh para samar, yg mirip dengan manusia itu sendiri..Suasana selalu remang-remang seperti sandilaka..Mereka juga masih mengenal tentang ajaran dharma..jadi masih ada kesempatan untuk lepas dari alam ini..dan tingkat kesadarannya masih lebih rendah dri manusia pda umumnya..Mereka yg terlahir di alam ini biasanya lebih mengenal melakukan karma buruk dikhidupannya yg lalu..

Sumber kesengsaraan utama di alam ini adalah kenangan rasa bersalah, rasa tersinggung marah, rasa tidak terima, rasa sakit fisik..dan sumber kebahagiaan adlah rasa ingatan akan kebaikan dan kasih sayang terdahulu..

Dalam hubungannya dgn konsep etika, tentu dri sad ripu maka krodha adlah yg dominan dilakukannya di khidupan manusia, entah mgkin kurangnya rasa sabar atau terlingkupi tujuh kegelapan sperti dhana guna kulina timira, gelap krna harta kepandaian keturunan yg membuat marah..rasa matsarya shingga muncl kemarahan, kasuran timira gelap krna keberanian, yg selalu diliputi kemarahan saja tidak mau duduk lebih rendah scra sabar..

2.sapta patala dimensi kedua yaitu WITALA.
Di dimensi ini yg terlihat adalah mahluk mahluk yg tak lengkap, mahluk yg badannya rusak, kaki saja, tangan saja dan menjijikkan,dsb-nya mereka yg masuk alam ini adalah yg memendam kekecewaan, dendam, atau sakit hati, atau mati mendadak krna kecelakaan dan kondisi sengsara atau bhkan yg bunuh diri..yg kesadarannya berisi kekalutan saja..Memiliki tabungan karma baik yg tak mencukupi…sejati nya kesadaran mereka dibawah manusia..
Sumber utama kesengsaraan adalah pikiran ingatan akan berbagai kekecewaan, ketidak puasan, dan keinginan-keinginan yg tak terpenuhi, serta dendam dan juga sakit hati yg menurut mereka harus dilampiaskan..Sumber utama kebahagiaan adlah ingatan akan cinta yg didambakan, keinginan yg terpenuhi, kemarahan yg terlampiaskan…

Yang utama dalam konsep susila adalah kama yg tinggi yg akhirnya mnghasilkan kekecewaan yg mnjadi cinta yg kesampaian..lalu lobha yg lupa bersyukur,matsarya yg menumbuhkan dendam yg hrus terlampiaskan…Akibat juga moha kebingungan..Kegelapan ini mngkin terjadi krna dhana harta, surupa wajah yg tmpan, yohana jiwa muda yg berlebih menuntut kecintaan, dll..

3.Sapta patala ketiga adalah SUTALA yg dihuni para preta..mahluk berwujud manusia kurus, bewajah pucat dannsuara melengking, ada juga manusia kumal dgn rambut kotor kusut..mereka yg masuk alam ini biasanya suka mengumbar nafsu indriya secara berlebih, tak mampu mengendalikannya,seperti nafsu seksual, nafsu makan, dan serakah dalam mengejar berbagai kenikmatan, dan tidak punya tabungan karma.baik..dasarnya mereka bukan mahluk yg jahat, namun ketidakbijaksanaan mereka ditutupi oleh nafsu-nafsu indriawi..Sumber kebahagiaan mereka adalah ingatan akan terpuaskannya nafsu2 mereka..

Dan berdasarkan etika susila, mereka tiada mampu mengontrol indria mereka dan ego ahamkara mereka untuk mendapatkan kepuasan sesaat membuat mereka jatuh ke alam ini…kama dan lobha serta mada yg berarti nafsu tinggi dan serakah yg memabukkan itu yg membuat mereka mrasa bahagia..Surupa Yowana ketampanan serta jiwa muda untuk selalu mencari kebahagiaan indria adlah hal yg mmbuat mereka jatuh ke alam ini.

4.Sapta patala selanjutnya adalah alam Talatala…di tempat ini dihuni mahluk seperti siluman yang dapat berubah wujud mnjadi manusia atau yg sangat indah, bisa sperti naga,binatang, atau wujud lainnya..Mereka yg masuk ke alam ini memiliki ego yg kuat dan suka memanipulasi manusia lainnya, serta melakukan kesalahan terhadap banyak orang dengan cara melakukan hinaan fitnah baik dgn pikiran atau perkataan, ajaran spiritual palsu, dan membuat kebingungan banyak orang..karena yg menyebabkan mereka bahagia adalah ego untuk yg terpuaskan krna sifatnya itu..

Maka sejatinya yg mereka perbuat di dunia adalah terliputi pula sad ripu seperti matsarya krna memfitnah berasal dari rasa iri hati, krodha yg mendalam, serta moha bingung akibat rasa benci itu..Dalam timira mereka digelapkan oleh guna timira krna merasa paling pandai dlam pengthuan tertentu. Dan yg mereka lakukan telah sampai pada perbuatan dan bicara shingga masuk kepada sad atatayi yaitu raja pisuna, memfitnah orang lain demi kepuasannya sendiri..

5.Sapta Petala lapisan kelima adalah MAHATALA..
Penghuni alam ini adalah para raksasa, berwajah sangar, tinggi besar dan seram.. Lapisan ini adalah alam gelap dimana dominan memiliki kurangnya rasa kasih sayang, dan memiliki sifat iri hati, kemarahan, mendendam, kebencian, dan mereka sering melakukan kekerasan dan teror fisik kepada yg lainnya . Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan memory akan puasnya melampiaskan kebencian, ketidakpuasan, dendam dan amarah yg menyebabkan orang lain menderita.

Alam ini akan dialami bagi mereka yg tidak mampu mengubur sifat matsarya, krodha, moha, mada yg mabuk atas ketidakberdayaan yg lainnya dri segi teror fisik..Mereka yg melakukan kekerasan fisik dan senang akan itu, akan jatuh pada dimensi ini..Tentunya selain pikiran mreka sudah mungkin melakukan atatayi..seperti Sastraghna mengamuk, agnida membakar, wisada meracun,  Dratikrama memperkosa..tentunya mereka terliputi kegelapan Kasuran akibat rasa berani yg berlebih..

6.Sapta Petala lapisan ke-enam yg disebut RASATALA..

Dihuni oleh lelembut yg senang menghisap menghabiskan energi mahluk lainnya..Tidak ada yg sanggup berdekatan dgn mereka krna tarikan energi negatif mereka..Mereka tak berwujud dan seperti bayangan halus yg seperti kabut..

 Mereka yg masuk alam ini biasanya Jiwanya dominan dengan rasa iri hati, serakah, tidak puas, kemarahan, dendam dan kebencian. Dalam hidupnya mereka pernah melakukan kesalahan-kesalahan berbahaya bagi banyak orang seperti menghasut, mengatur, memanipulasi atau mengorganisir kebencian pada orang lain (melalui orasi, ideologi, ajaran spiritual, dll) yg sampai pada terjadinya aksi kekerasan fisik kepada sekelompok orang atau bahkan memicu peperangan antar wilayah. Dan terlihat pada manusia-manusia yg haus darah, senang dengan kekacauan, serta puas melihat ketakutan, kepedihan dan penderitaan.

Sang jiwa di alam ini merasakan kesengsaraan mental yg sangat berat, akibat proyeksi energi negatif yg tidak terhingga di alam ini. Hampir tidak ada kebahagiaan di alam ini. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah akibat perbudakan mental dan manipulasi dari jiwa-jiwa gelap penguasa alam patala, serta sang jiwa merasa demikian putus asa akibat kecilnya peluang untuk bisa bebas dari alam ini. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah setitik harapan kecil bahwa suatu hari akan ada mahluk suci yg menolong keluar dari kesengsaraan mendalam ini.

Tentunya secara etika susila mereka tak mampu melakukan pengekangan pada musuh diri, seperti matsarya, krodha lobha, kama tinggi, moha mada..dan manipulatif artinya mereka termakan kegelapan guna dhana sura kasuran dst..Dan sad atatayi mereka lakukan dratikrama, raja pisuna,  wisada,agnida..

7. Sapta Petala lapisan ketujuh atau paling negatif dan gelap : “Patala”.
Penghuni alam ini adalah ashura, danawa dan daitya. Mereka adalah makhluk-makhluk kejam dengan kemampuan supranatural yg tinggi dan punya kesaktian mumpuni.
Mereka yg masuk alam ini biasanya mereka yg belajar ilmu hitam atau ilmu-ilmu kesaktian lainnya dan menggunakannya untuk menyakiti dan menyiksa orang lain. Kecenderungan bathin mereka selalu ingin lebih hebat (lebih sakti) dari yg lain, tidak punya toleransi kepada yg lebih lemah, penuh prasangka buruk, rasa curiga, iri hati, serakah, tidak puas, marah, dendam dan benci..

Sumber kesengsaraan di alam ini adalah akibat persaingan dan peperangan abadi antar sesama mereka, serta siksaan mental yg ekstrim dari proyeksi energi negatif alam ini.Tidak ada kebahagiaan sedikitpun di alam ini. Sangat sulit untuk keluar dari alam ini.

Etika susila mgkin seluruhnya tidak dijalani termasuk jga melakukan atharwik menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti..Tentunya perlu dihindari oleh seluruh manusia, dmana tidak ada rasa cinta sama sekali..Kehidupan yg akan selalu berperang mencari yg terhebat dan tidak ada kelemahlembutan. Yang ada seperti timira kasuran, guna timiram yg membelenggu diri dilengkapi oleh rasa iri matsarya ripu…

Om santi santi santi om

SAPTA LOKA DAN PATALA

SAPTA LOKA DAN PATALA.

Ajaran para leluhur terdahulu, telah membagi alamsemesta ini menjadi tujuh alam yang bersekala besar sebagai tempat kediaaman setiap jenis mahluk ciptaan Tuhan. Masing-masing alam terdiri dari alam atas dan bawah. Penglompokan alam ini disebut dengan Loka dan Tala. Ini ibarat sebagai mata uang yang memiliki dua sisi. Kedua jenis alam sebagai pemisah atau sekat dan sebagai pemisah golongan dari mahluk-mahluk. Tinggi dan rendah posisi setiap mahluk memiliki fungsi dan kemampuan tersendiri. Loka berarti ruangan yang luas atau dunia. Sedangkan kata Tala berarti bagian bawah atau dasar. Sapta loka berarti tujuh dunia atau alam sedangkan sapta tala berarti tujuh tempat bawah.

Loka dan Tala.

Setiap Loka dan Tala merupakan bidang kosmos, sapta loka digambarkan seperti lingkaran bola dari tujuh tingkatan masing-masing. Hal ini sering disebut sebagai alam rohani. Sapta Patala sering disebut sebagai alam fisik atau material. Dari kedua pembagian antara Loka dan Tala memiliki pembagian masing-masing yang berjumblah 14 bagian. Bagian-bagian memiliki pembagian tinggi rendah suatu posisi kediaman dari mahluk tertentu. Jadi, hal ini ini sebagai patokan umat Hindu kenapa kita mengenal dengan pembagian alam dan sering kati kita mengenal dengan mahluk tidak kasap mata.
Nah... sekarang kita langsung saja melihat pembagian golongan alam sari sapta loka dan sapta tala ini atau sering disebut sapta patala.

Sapta Loka (dilihat dari paling bawah ke atas).
Bhur loka.
Bvah loka.
Svah loka.
Mahar loka.
Janah loka
Tapah loka.
Satya loka.

Sapta Tala/Sapta Patala Loka ( dilihat dari yang paling bawah ke atas).
 Pataala.
Rasataala.
Mahataala.
Talataala.
Sutaala.
Vitaala.
Ataala.

Pada sebuah konsep alam yang dipaparkan di jainisme, penggolongan menjadi tiga kelompok. pembagian ketiga kelompok pengelompokan itu adalah Urdhva loka, Madya Loka, Adho Loka. Urdhva Loka sebagai alam keatas yang dimulai dari bvah loka sampai satya loka. Sedangkan alam bumi atau bhur loka terdapat pada penglompokan Madya loka atau alam tengah. Pada Adho loka atau tingkatan bawah tergolong sapta patala. Asal diketahui ada beberapa yang penulis temukan mengenai jenis alam yang memiliki pembagian masing-masing atau bisa disebut sebuah cabang alam. Sehingga 14 alam hanya sebagai penglompokan utama, namun tetap memiliki cabang masing-masing.

Penjelasan alam.

Urdva Loka : Satya Loka di tempati oleh Brahma yang jaraknya sangat jauh dari Bhima Shakti, Tapa Loka di tempati oleh para Kumara antaranya Sanat, Sanak, Sanandan, dan Sanatan dan terletak 120.000.000 yojanas di bawah Satya-Loka, Jana Loka terletak 80.000.000 yojanas di bawah Tapa Loka di huni oleh para Rsi, Mahar Loka 20.000.000 yojanas dari Jana Loka bertempat para bijak lainya seperti Rsi Brghu. Di alam ini para mahluk suci memiliki kecapata gerakan tak terhingga seperti cahaya, Svar Loka adalah alam kemewahan yang terletak 80.000 yojanas bertempat 33 Dewa di dalam Veda baik itu para malaikat, para Marut, para Vasu dan Gandharva dengan pimpinanya Dewa Indra. Di alam ini juga terdapat pohon pengabul permintaan yaitu pohon Parijata, sapi suci Kamadhenu, dan gajah tunggangan Dewa Indra yaitu Uchhchaihsrava. Bhuvar Loka adalah alam yang tergolong pada tata surya seperti matahari dimana para setengah dewa berada yang dengan pelayananya yang baik lahir kembali menjadi manusia. Pada Bhvar Loka memiliki bagian alam lainya seperti:
-       Dhruva Loka: pada alam ini berjarak 10.000.000 dari Mahar Loka yang tergolong dari alam ini adalah galaksi Bhima Shakti.
-     Sapta Rsi Loka: tempat dari tujuh Rsi agung dengan bertempat 100.000 yojanas dari Drhuva Loka yang berkisar pada bintang kutub.
-    Nakshtra Loka: di baca juga Naksatra Loka yang bertempat pada bintang-bintang dan berkaitan dengan zodiak.
-      Lokas: adalah alam dari planet-planet yang berkisaran pada matahari. Antaranya Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus yang merupakan tempat tinggal dari Budh, Sukra, Mangal, Brihaspati dan Shanaichar/Saniscara. Jarak masing-masing planet ini kurang lebih 200.000 yojanas.
-        Surya Loka: terletak 100.000 yojanas dari Bumi dengan Dewa Surya sebagai pimpinan.
-        Candra Loka: tempat dari Dewa Candra atau Soma.
-     Siddhaloka, Charanaloka, & Vidyadharaloka : alam yang berkisar dan tersebar di tata surya dan berorbit pada bulan. Pada alam ini mahluk terlahir dengan kemampuan siddhi mistik. Mereka sering mengunjungi Bumi sebagai utusan.
-      Antariksa Loka : alam yang berkisar di atas Bumi. Pada alam ini bertempat Yaksha, Rakshashas, ​​Pisachas, Hantu, dan makhluk etheral lainnya.
Madya Loka atau alam tengah. Pada alam ini tergolong dengan Bhur Loka dan dikenal dengan Bhumandala. Pada alam Bhumandala ini juga memiliki bagian tempat lain di antaranya Jambu-dvipa, Plaksha-dvipa, Salmali-dvipa, Kusha-dvipa, Krauncha-dvipa, Shaka-dvipa, Pushkar-dvipa. Masing-masing tempat memiliki kehidupan dikelilingi lautan luas dan spesies humanoid. Sedangkan Jambu Dvipa adalah alam dari manusia itu sendiri.
Kemudan mari kita jelaskan tingkatan alam kebawah yang di kenal dengan Sapta Patala atau Adho Loka.
Pada alam ini terletak 70.000 yojanas dari Bumi dan 10.000 yojanas jarak dari masing-masing alam berikutnya.Di dalam Visnu Purana di ceritakan kunjungan dari Rsi Narada kealam Patala dan menyatakan alam ini lebih indah dari Svarga Loka. Digambarkan alam ini memiliki perhiasan yang indah, perkebunan yang indah, danau yang indah, dan gadis-gadis penghuni alam neraka. Digambarkan pula terdapat music yang merdu dan aroma manis dari udara. Tanah di sana berwarna putih, hitam, ungu, berpasir, berbatu, dan juga memiliki emas. Untuk nama dari Loka ini berbeda dari Purana-purana di antaranya di Visnu Purana di sebutkan dengan Atala, Vitala, Nitala, Garbhastimat, Mahatala, Sutala dan Patala. Dalam Bhagavata Purana dan Padma Purana, mereka disebut Atala, Vitala, Sutala, Talatala, Mahatala, Rasatala dan Patala. Siwa Purana, menggantikan Mahatala dengan Tala. Sedangkan Vayu Purana menyebut mereka Rasatala, Sutala, Vitala, Gabhastala, Mahatala, Sritala dan Patala. Mari kita ambil penjelasan dari Bhagavata Purana dan Devi-bhagavata Purana di karenakan pada kitab purana ini memiliki penjelasan lebih rinci. Loka yang tergolong dalam Adho Loka antaranya :
·      Atala: di perintah oleh Bala-Putra Maya yang memiliki kekuatan mistik. Dia bisa menciptakan tiga perempuan yaitu Svairiinis yang suka menikah dengan lelaki dari klompok sendiri. Kaaminiis yang menikah dengan klompok manapun. Pumsiniis adalah wanita yang terus merubah pasangan. Dinyatakan bila pria memasuki alam Atala, mereka di sambut oleh wanita disana dan di ajak untuk berpoya-poya dengan minuman dan berbagai hal yang memabukan dan ahirnya mengundang nafsu sexsual. Para wanita mengajak hubungan badan yang membuat para lelaki lupa datangnya kematian.
·    Vitala: di perintah oleh Dewa Hara-Bhava dengan Dewi Bhavani sebagai pasangan sexsualnya. Hara-Bhava adalah bentuk dari Shiva yang tinggal dengan para Gana di alam Vitala. Dari hubungan badan Dewa dan Dewi dinyatakan airmani yang keluar membentuk sungai yang disebut sungai Hataki dan apabila di sulut api berbentuk emas yang disebut Hataka. Para penduduk alam ini berhiaskan dengan emas-emasan.
·        Sutala: alam ini dipimpin oleh raksasa Mahabali/ raksasa Bali. Diceritakan beliau di jatuhkan kealam ini oleh Vamana Avatara. Namun Bali berdoa dan melakukan pengabdian kepada Dewa Visnu dan di anugrahi dengan kekayaan dan lebih kaya dari Indra.
·       Talataala: di alam ini di pimpin oleh Maya dan atas berkah Shiva dia akan selalu dilindungi oleh Shiva sendiri.
·       Mahataala: dihuni oleh anak-anak dari Kadru yaitu para Naga. Krodhavasha, Kuhaka, Taksshaka, Kaliya and Sushena.
·        Rasataala: dihuni oleh para setan seperti Danavas dan Daityas. Mereka dikenal sebagai musuh para Dewa dan selalu tinggal di gua seperti gua ular.
·       Pataala: atau juga di sebut Nagas yang  merupakan alam paling bawah para Naga. Dengan pimpinana Naga Vasuki. Para naga ini di hiasi dengan bebagai permata pada mahkotanya sehingga merubah kegelapan di tempat itu menjadi terang.
      Sekian dulu penjelasan dari penulis mengenai penglompokan alam. Tulisan ini bersifat saling berbagi semua kalangan.

Rabu, 15 Februari 2017

MISTERI DIBALIK KISAH MAYADANAWA

Galungan adalah hari raya besar keagamaan yang hingga kini masih dirayakan umat Hindu di Bali. Perayaan yang jatuh setiap Buda Kliwon wuku Dungulan ini merupakan peringatan terhadap menangnya dharma atas adharma. Dharma adalah suatu istilah dalam Hindu, jika diterjemahkan secara gampang ia bermakna kebenaran. Sebaliknya adharma adalah kebalikan dari dharma, yaitu aspek ketidakbenaran atau kejahatan.

Hari raya ini berpedoman kepada kitab Usana Bali yang ada memuat cerita Maya Danawa, seorang raja di Bedahulu yang konon atheis, melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Paling tidak, demikian kitab Usana Bali menyebutkan, Raja Maya Danawa ini pula selanjutnya diidentikkan sebagai pihak yang mewakili tokoh adharma di masa silam, sedangkan tokoh dharma-nya adalah Dewa Indra. Beginilah kehebatan cerita yang berkisah tentang terjadinya peperangan antara manusia (Maya Danawa) melawan Dewa (Dewa Indra, Hyang Pasupati dan Dewa Mahadewa).

Namun, bagi Drs. Made Dhama, MBA.MM, cerita Maya Danawa itu tak lebih dari cerita rekayasa penguasa masa silam yang berkaitan dengan persaingan antar sekte di Bali. ”Cerita Maya Danawa yang diwarisi masyarakat Bali sekarang ini tak lebih dari muslihat pembelaan golongan dan penistaan golongan kepercayaan lain,” katanya. Guru Made Dama, demikian ia akrab disapa, menduga sangat mungkin cerita ini disusun pada zaman raja Dalem Waturenggong di Gelgel. Entah siapa yang mengarang cerita yang melegenda ini, yang pasti penyusunnya tentulah pengikut sekte Saiwa dan pemuja Indra.

Maya Danawa sejatinya bukanlah suatu figur yang nyata, namun ia lebih merupakan mahluk ilusi yang dihakimi oleh penulis cerita dalam pikirannya. Maya Danawa lebih menunjuk kepada suatu kata sandi, yaitu Maya-Danu dan Wa. Maya berarti hilang, Danu artinya air, dan Wa berarti pengikut. Jadi Maya Danawa memuat arti rahasia tentang lenyapnya pengikut Dewa Air (Wisnu) di Bali. Sebaliknya pengikut Saiwa mengesahkan kemenangan hegemoninya dalam cerita tersebut, terbukti dengan suksesnya Dewa Mahadewa dan Dewa Indra menumpas Raja Maya Danawa. Dengan demikian, sesuatu yang disembunyikan di balik cerita ini adalah persaingan sengit faham Siwa Sidhanta dan Waisnawa di Bali.

Perseteruan faham ini nampaknya kian memuncak di zaman Gelgel, kerajaan yang berdaulat penuh atas Pulau Bali saat itu. Faham Waisnawa yang lebih mengedepankan aspek Jnana Yoga dan meminimalkan ritual-ritual meriah rupanya telah menjadi ancaman yang merongrong eksistensi keberadaan faham Siwa Sidhanta zaman itu. Faham Waisnawa lebih sibuk dengan pendalaman tattwa, mengedepankan jalan bhakti dengan yoga kemudian dikritik habis-habisan oleh pengikut faham Saiwa. Penyembah Dewa Air (Danu) ini kemudian dihakimi sebagai orang-orang atheis, karena dianggap telah ‘berdosa’ oleh pihak lain, karena sedikit melakukan upacara-upacara, tidak seperti yang biasa dilakukan oleh para pengikut Saiwa.

Dalam Bhuwana Tattwa Rsi Markandeya yang disusun Ketut Ginarsa ada disebutkan, bahwa pada zaman Raja Waturenggong terjadi sebuah intrik asmara antara putri Dalem yang dilahirkan dari istri penawing (selir) dengan Ida Bhujangga Guru, seorang guru spiritual puri dari Waisnawa. Sebenarnya Dalem Waturenggong memiliki empat keturunan: tiga putra dan seorang putri. Mereka itu adalah :

I Dewa Pamayun,
I Dewa Ayu Laksemi,
I Dewa Sagening dan
I Dewa Ularan.

I Dewa Ayu Laksemi dan I Dewa Ularan adalah putra dari selir.
I Dewa Pamayun dan I Dewa Saganing berguru kepada Brahmana Siwa,
I Dewa Ayu Laksemi berguru kepada Brahmana Bhoda dan
I Dewa Ularan berguru kepada Sang Bhujangga Waisnawa.
Entah berapa lama mereka aguron-guron, hingga usia remaja Dewa Ayu Laksemi memekarkan musim asmaranya. Celakanya ia jatuh cinta pada Sang Bhujangga Waisnawa, dan sang guru ini juga mempunyai perasaan yang sama terhadapnya. Jadilah hubungan asmara itu terjadi, hingga membuat Brahmana Siwa dan Bodha marah. Demikian juga Dalem Waturenggong tak kepalang murkanya, serta merta bersiap mengambil senjata pusaka untuk membunuh sang Bhujangga. Sayang, rencana sang raja gagal, karena Sang Bhujangga telah membaca gelagat buruk itu. Jejaknya tak dijumpai lagi di Klungkung, dan ia mengungsi ke Gunung Sari yang kemudian menikahi Dewa Ayu laksemi.

Sejak intrik asmara yang merembet ke intrik politik ini terjadi, golongan Bhujangga tidak mendapat posisi istimewa lagi di Gelgel. Tidak cukup sampai di situ, kemudian kuat dugaan para rakawi lantas membuat suatu kisah yang menceritakan lenyapnya pengikut pemuja Dewa Air di Bali.

Cerita rekayasa sia-sia belaka, sebab sejak Mpu Kuturan meletakkan gagasan Desa Pakraman dengan khas Kahyangan Tiga, maka praktik Tri Murti Paksa kian kuat di Bali. Tiadalah mungkin lagi mendirikan dominasi satu sekte secara formal di atas sekte-sekte lain. Kecuali dalam ranah budaya yang saling campur-baur, akan nampaklah jejak-jejak warna praktik masing-masing sekte, itu pun tidak dalam wujudnya yang utuh lagi.

Kentalnya pesan-pesan faham Siwa dan Sakti dalam Usana Bali juga terdapat pada bagian setelah cerita Maya Danawa.
Dikisahkan ada seorang penguasa Bali lahir yang bernama Sri Aji Jaya Kasunu, namun awalnya tidak berminat menjadi raja. Ia selalu memuja dewata dan ketika tengah malam ia pergi ke Gandamayu melakukan semadi memuja Hyang Nini Batari (Dewi Durga). Seketika Dewi Durga datang dan bersabda, “Wahai Sri Jaya Kasunu, Aku memberitahukan engkau, ada pun yang menyebabkan setiap yang menjadi raja di Bali segera wafat, karena ia setiap Kala Tiga wuku Dungulan tidak melakukan upacara Abeyakala, tidak mematuhi tatakrama yang berlaku sejak zaman dulu kala, hal itu yang menyebabkan, setiap yang dinobatkan menjadi raja belum mencapai waktu dua tahun segera wafat, bersama rakyat di wilayah kekuasaannya meninggal dunia.

Karena para dewata menyebarkan wabah penyakit, oleh karena pura dan semua tempat suci dalam keadaan rusak, tidak seperti masa silam. Dan bila ananda berkeinginan untuk menjadi raja, maka anandalah yang patut memugar, memperbaiki pura tenpat suci untuk pemujaan, tunjukkan keteguhan sujud bhaktimu serta laksanakan yoga samadi, memuja para dewata. Lagi pula, apabila saat Kala Tiga wuku Dungulan yang jatuh pada hari Selasa Wage Dungulan , ananda patut melaksanakan upacara Abeyakala, yang diikuti bersama-sama oleh umat di Pulau Bali. Mereka agar bersenang-senang makan dan minum di wilayah desanya masing-masing dengan terlebih dahulu mempersembahkan sesajen di puranya masing-masing, serta menancapkan penjor di halaman depan rumahnya masing-masing, utamakanlah ananda mematuhi tata karma di masa silam.

Demikiaanlah diceritakan Sri Jaya Kasunu menerima anugerah dari Bhatari Durga, kemudian ia memerintah Bali dengan sentosa.

Titah Bhatari Durga itu kini dirayakan sebagai Penampahan Galungan, saat mana masyarakat mengadakan pesta makan dengan menyembelih babi atau hewan lain. Sekalian menancapkan penjor dan melangsungkan upacara Abyekala.

Sebagaimana diketahui, di masa silam di Bali terdapat banyak sekte: Saiwa, Ganapatya, Sora (Surya), Brahmana, Sakta, Pasupata, Waisnawa, dan lainnya. Kemudian setelah kedatangan Mpu Kuturan, semua sekte di Bali dilebur menjadi sistem pemujaan Tri Murti dengan ciri khas Kahyangan Tiga:

Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu,
Pura Desa sebagai tempat memuja Dewa Brahma dan
Pura Dalem sebagai tempat memuja Dewa Siwa.

Kahyangan Tiga ini ada di setiap Desa Pakraman. Toh dalam bentuk pura atau tempat suci, tiga dewa utama itu yang disembah sebagai manifestasi Tuhan dalam fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan perehabilitasi, namun dalam praktik ritual dan pemujaan berbagai figur ista dewata (dewa yang dimuliakan) masing-masing sekte semuanya dipuja. Sebutlah menyembah Dewa Surya dalam acara kramaning sembah atau Nyurya Sewana para sulinggih setiap pagi. Demikian juga Ganesha dipuja dalam upacara pecaruan sebagai dewa penghancur semua halangan. Tapi dalam ritual yang berwarna praktik tantrik rupanya yang dominan adalah pengaruh faham Sakti, utamanya Bhima Bhairawa. Sebutlah misalnya upacara persembahan dengan darah seperti dalam caru, penggunaan arak-berem dalam tetabuhan, makanan lawar yang bercampur darah mentah, tabuh rah (sabung ayam), mudra (gerakan tangan bermakna mistik), mantra rahasia dan lainnya. Dan dalam amanat Usana Bali, khususnya cerita Jaya Kasunu dengan tegas menyebutkan kalau perayaan Galungan bersumber dari Dewi Durga, ista dewata pemuja Sakti (Dewi).

Demikian juga adanya anjuran untuk bersenang-senang dengan makan dan minum pada hari Penampahan Galungan (Selasa Wage Dungulan) adalah bagian dari ajaran Panca Makara Bhairawa. Ini hanya memberi jalan terang, bahwa kitab Usana Bali yang sekaligus memuat cerita Maya Danawa adalah disusun oleh pengikut Siwa dan Sakti. Pemuja Sakti bukan mewakili faham Tri Murti Paksa yang digiatkan oleh Mpu Kuturan. Wajar kemudian cerita Maya Danawa menggunggulkan ista dewata tertentu saja, bukan Dewa Tri Murti.

Dalam pandangan Guru Made Dama, kisah Maya Danawa yang menyindir lenyapnya pengikut air (penyembah Wisnu) di Bali adalah hal yang mustahil, karena praktik Hindu tidak bisa lepas dari kebudayaan air, di mana pun berada. Di India misalnya, umat Hindu melakukan penyucian diri di sungai Gangga, sedangkan di Bali berbagai ritual memanfaatkan tirta (air suci) untuk melaksanakan upacara. Bahkan agama Hindu di Bali dulu disebut agama tirta, agama air. Inilah unifikasi, berbagai faham telah bersatu padu dalam berbagai praktik keagamaan, sehingga tidak masanya lagi mengedepankan hegemoni salah satu sekte saja.

Galungan sendiri menurut Made Dama adalah perang dharma dan adharma dalam diri manusia itu sendiri. Ia berkaitan dengan ajaran hukum karma. Jika selama enam bulan itu kecenderungan-kecenderungan baik lebih banyak dikembangkan, maka dharma-lah yang menang. Namun, jika selama enam bulan itu justru hal-hal buruk mendominasi kehidupan seseorang, jelas tak layak merayakan kemenangan dharma pada hari Galungan. ”Galungan adalah evaluasi karma selama enam bulan,” jelasnya, dan menambahkan tak ada hubungannya dengan cerita Maya Danawa.

Berbeda dengan ulasan Made Dama, di tempat terpisah Guru Besar Fakultas Sastra, Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, MS menyatakan, Maya Danawa tidak bisa diuraikan menjadi maya-danu+wa. Karena berdasarkan etimologi dan tipologi kata, danawa itu adalah bahasa sanskerta kemudian diserap oleh bahasa Jawa Kuno. Danawa itu adalah kata tunggal yang berarti mahluk-mahluk gaib sejenis raksasa, daitya dan sejenisnya. Jadi menurut kaidah bahasa, mustahil kata danawa dipecah-pecah menjadi danu + wa, kecuali itu ulasan gaya bebondresan topeng.

Toh demikian, Weda Kusuma pun sependapat soal adanya misi politik keagamaan dalam mitologi Maya Danawa ini. ”Dengan mitologi ini kemudian muncul keyakinan, bahwa Galungan harus dirayakan. Berarti apa yang diinginkan pembuat mitologi ini berhasil mencapai targetnya,” sebutnya. Ia pun menegaskan, persetruan sekte yang telah disintesiskan Mpu Kuturan menjadi Tri Murti Paksa kenyataannya belum mengakhiri persaingan tersebut secara sempurna. ”Persaingan sekte itu terus berlanjut dengan mengambil saluran atau media baru, salah satunya lewat karya sastra,” jelas Weda Kusuma yang telah meneliti secara khusus kakawin Usana Bali yang bercerita tentang Maya Danawa.

Percaya atau tidaknya anda dengan pembuktian dari profesor-profesor diatas itu terserah anda ,tapi mitos hanyalah sekedar mitos.Entah itu mitos atau tidak asalkan mitos itu dapat mengajari kita arti dharma dalam agama hindu dan menjadi tuntunan umat kita hingga masih dalam jalan kebaikan sampai sekarang ,itu tidak masalah.