Sabtu, 19 November 2016

ASAL USUL NAMA BALI

Bali identik dengan banten

Sejarah BANTEN di Bali dan ASPEK UPACARA HINDU NUSANTARA DI MASA DEPAN
Membaca sejarah/babad/prasasti-prasasti/pelelutuk yang ada di Bali (antara lain: Markandeya Tattwa, Tutur Kuturan, Sanghyang Aji Swamandala, Gong Besi, Dwijendra Tattwa), maka: Upakara yang juga dinamakan: banten, bali, hanya bagi umat Hindu yang di Bali, atau bagi umat Hindu Bali yang merantau keluar Bali.

Sebabnya :

Maha Rsi Markandeya yang datang ke Bali pada abad ke-8 mendapat wahyu bahwa umat Hindu di Bali perlu:
1. Melengkapi upakara dengan bentuk sesajen, yang kemudian bernama bali. Jadi nama bali berasal dari artinya yaitu : sajen/banten/upakara. Orang yang memuja Tuhan dengan sarana banten/bali dinamakan orang Bali. Tempat mereka tinggal dinamakan tanah/pulau Bali.

2. Pada awal kedatangan Maha Rsi Markandeya, beliau tidak tahu bahwa tata-cara di Bali harus menggunakan banten/upakara. Maka pengikutnya yang berjumlah 400 orang terkena bencana dan meninggal dunia.
Beliau kemudian kembali ke Gunung Raung, bersamadhi, di situlah beliau mendapat 'petunjuk' dari Yang Maha Kuasa, bahwa Bali jangan disamakan dengan pulau lain. Maka beliau kembali ke Bali, melakukan ritual sesuai dengan 'petunjuk' menggunakan banten dan 'mendem panca datu' di Besakih. Selamatlah beliau beserta pengikutnya, dan berkembanglah banten di Bali.

Umat Hindu dari etnis lain di luar Bali, silahkan menggunakan tradisi mereka masing-masing, jangan dipaksakan menggunakan banten, karena sejak dahulu kala, Hindu di Jawa/Majapahit menggunakan sesajen yang berbeda dengan banten di Bali.
ASPEK UPACARA HINDU
Upacara dalam Bahasa Sanskrit berasal dari kata Upa yang artinya "dekat" dan Cara yang artinya "kegiatan". Jadi Upacara arti sempitnya adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka berbakti atau mendekatkan diri kepada Tuhan. Arti sempit ini kemudian berkembang sehingga dalam bahasa sehari-hari, upacara tidak saja berarti kegiatan dalam lingkup keagamaan, tetapi juga kegiatan seremonial di bidang lain.

Tiga aspek yang menjadi kerangka Agama Hindu adalah : Tattwa, Susila, dan Upacara.
Tattwa membentuk pola pikir manusia tentang pemahaman filsafat Veda
Susila menggerakkan dan mengendalikan perilaku berdasar Tattwa
Upacara ritual yang menguatkan keyakinan Tattwa

Ketiga aspek itu menyatu dan saling berkaitan sehingga bila salah satu aspek lemah atau tidak ada maka kehidupan beragama tidak berjalan sempurna. Penonjolan salah satu aspek dari tiga kerangka Agama Hindu mencerminkan dua hal pokok yaitu kemampuan inteligensi dan "marga" yang digunakan dalam mencapai kesehatan spiritual.
Catur Marga adalah empat "jalan" menuju Tuhan yaitu Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan Yoga Marga. Aspek Upacara bisa sangat menonjol pada Bhakti Marga sedangkan pada Marga-marga lainnya masalah ritual tidak terlalu diperhatikan. Walaupun demikian, dengan berbagai Marga manusia Hindu dapat mencapai Tuhan karena Veda telah menyediakan alternatif yang paling sesuai di mana pada hakekatnya ke-empat Marga dapat digunakan secara serentak dengan perimbangan bobot menurut kemampuan masing-masing.

Inilah salah satu ciri kebesaran Agama Hindu sebagaimana disebutkan dalam Bhagavadgita IV.11 : "Ye yatha mam prapadyante, tams tathai va bhajamy aham, mama vartma nuvartante, manusyah partha savasah" : Dengan jalan bagaimanapun orang-orang mendekati, dengan jalan yang sama itu juga Aku memenuhi keinginan mereka. Melalui banyak jalan manusia mengikuti-Ku, O Partha.

Aspek Upacara sangat berkaitan dengan Panca Yadnya, yaitu Deva Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Bhuta Yadnya, dan Manusia Yadnya. Dalam Manava Dharmasastra III.73 disebut sebagai : Ahuta, Huta, Prahuta, Brahmahuta, dan Prasita. Yadnya adalah bhakti dalam bentuk pengorbanan suci yang tulus ikhlas.

Yadnya diadakan karena hidup manusia berawal dari adanya Rna atau "hutang" kepada tiga pihak yaitu :
1. Deva Rna, hutang kepada Tuhan yang telah memberi kesempatan pada Atman untuk bereinkarnasi dalam kehidupan.
2. Pitra Rna, hutang kepada orang tua yang telah melahirkan dan memelihara.
3. Rsi Rna, hutang kepada para Maha Rsi yang telah memberikan pengetahuan Veda.

Upacara Panca Yadnya menggunakan Upakara, dari Bahasa Sanskrit di mana Upa artinya "dekat" dan Kara artinya "tangan" yaitu sesuatu yang dikerjakan dengan tangan dalam mewujudkan Bhakti. Bentuk upakara adalah sesajen dan sarana pendukungnya.

Unsur-unsur Upakara adalah : bunga, air, api, biji-bijian/buah-buahan dan harum-haruman. Kelima unsur ini disebut Panca Upakara, sebagai pengembangan dari sloka Bhagawadgita IX.26 : Pattram puspam phalam toyam, yo me bhaktya prayacchati, tad aham bhaktyupahrtam, asnami prayatatmanah. : Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan pada-Ku daun, bunga, buah-buahan, atau air, persembahan yang didasari oleh cinta dan keluar dari hati suci, Aku terima. Penggunaan api disebutkan dalam Manava Dharmasastra III.76 : Agnau prastahutih samyag adityam upatistate, adityajjayate vrstir vristerannam tatah prajah : Persembahan yang dijatuhkan ke dalam api akan mencapai matahari, dari matahari turunlah hujan, dari hujan timbullah makanan, dari mana mahluk mendapatkan hidupnya.

Upakara berupa sesajen dan sarana pendukungnya adalah simbol atau Niyasa. Mencakup jenis yang banyak karena berkembang lebih jauh berdasarkan tafsir-tafsir para Maha Rsi. Dari bentuk dasar berupa Panca Upakara menjadi berbagai variasi, ornamen, warna, dan tatanan, selanjutnya menyatu dalam tradisi yang membudaya.
Dari sini berkembanglah berbagai jenis sesajen yang terdiri dari unsur tumbuh-tumbuhan dan penggunaan warna-warna tertentu menurut ciri dan kedudukan Deva-Deva di arah mata angin, yaitu : Ishvara di timur berwarna putih, Brahma di selatan berwarna merah, Mahadeva di barat berwarna kuning, dan Visnu di utara berwarna hitam. Selanjutnya Deva dan warna-warna sela : Mahesora di tenggara berwarna merah muda, Rudra di barat daya berwarna oranye, Sangkara di barat laut berwarna hijau, Sambhu di timur laut berwarna abu-abu dan Siva di tengah-tengah berwarna campuran.

Upakara sebagai simbol atau Niyasa dalam bentuk sesajen dapat berfungsi sebagai :
1. Kekuatan Tuhan,
2. Wujud bhakti,
3. Prasadam/ Lungsuran/ Surudan,
4. Sarana pensucian roh,
5. Mantra.

Sebagai kekuatan atau Sakti Tuhan misalnya niyasa yang disebut sebagai Daksina, banyak digunakan di India dan Nusantara; sebagai wujud bhakti, antara lain berbagai jenis sesajen persembahan; sebagai Prasadam adalah makanan-minuman yang telah diberkati; Sarana pensucian roh banyak digunakan pada upacara Sraddha baik berupa bunga, air dan api; kemudian Mantra-Mantra dapat pula diwujudkan dalam bentuk ornamen dan sesajen tertentu, atau kain dengan warna tertentu bertuliskan aksara-aksara suci misalnya OM, Ang, Ung, Mang, dll. Selain itu Niyasa dalam bentuk bangunan misalnya Pura/Mandir, dan patung/arca.

Pedoman dasar upacara Agama Hindu disebut dalam Veda sebagai Brahmana (Karma Kanda), dan Aranyaka/ Upanisad (Jnana Kanda). Kitab-kitab yang tergolong Karma Kanda dari Rg Veda adalah Aiteraya dan Kausitaki, dari Sama Veda adalah Pancavimsa dan Sadvimsa, dari Yayur Veda adalah Satapatha dan Taittiriya, dari Atharva Veda adalah Gopatha. Kitab-kitab yang tergolong Jnana Kanda dari masing-masing Samhita jumlahnya puluhan buah.

Upacara-upacara yang berkaitan dengan Rg Veda Samhita meliputi arti kedudukan yang penting dari Div, dan prosedur pemujaan yakni urutan pengucapan mantra. Yang berkaitan dengan Yayur Veda Samhita, baik Sukla Yayur Veda maupun Krsna Yayur Veda adalah upacara korban dan penjelasan mistisnya. Yang berkaitan dengan Sama Veda Samhita adalah cara atau irama suara di kala mengucapkan mantra, dan yang berkaitan dengan Atharva Veda Samhita menyangkut cara memanfaatkan pengetahuan untuk kehidupan dan kesehatan.

Upakara yang di Bali disebut Banten. Banten mula-mula dikenalkan oleh Maharsi Markandeya sekitar abad ke-8 kepada penduduk di sekitar pertapaan beliau di Desa Puakan, Taro (sekarang Kecamatan Tegallalang, Gianyar). Jenis simbol/niyasa ini adalah pengganti Mantra, sebagaimana disebutkan dalam Lontar Yajnya Prakerti dan Mpu Lutuk. Jadi banten dikembangkan kepada umat Hindu yang tidak menguasai mantra-mantra dalam kegiatan bhaktinya. Banten itu dahulu dinamakan Bali, sehingga orang-orang yang melakukan upacara persembahyangan menggunakan Banten disebut orang Bali. Lama kelamaan ajaran Maharsi Markandeya ini berkembang ke seluruh pulau maka jadilah nama pulau kecil ini : PULAU BALI

Di sadur dari wacana Bhagawan Dwija

Jumat, 18 November 2016

MULA MANTRA GANESHA

Inilah Mantra-Mantra Gaib Sri Ganesha

Ganesha merupakan salah satu dewa istimewa dalam agama hindu, karena Ganesha menjadi “Pemuka” sebelum memberi hormat kepada Brahma, Wisnu, dan Shiwa. Selain itu Ganesha juga dipercaya sebagai dewa penghancur segala rintangan dan dewa ilmu pengetahuan.

Berikut adalah beberapa syarat dalam melakukan japa mantra Ganesha :
Mandi yang bersih terlebih dahulu, termasuk membersihkan paha dan kaki
Membaca mantra dengan sepenuh hati, minimum 108 kali (pergunakan tasbeh). Pengucapannya boleh dalam hati atau dengan mengeluarkan suara.
Jika ingin yang paling serius, pembacaan / pengucapan mantra dilakukan selama 48 hari berturut-turut secara terus menerus. Usahakan di tempat dan waktu yang sama.
Tujuan yang terbaik dengan mantra adalah untuk menolong manusia lain / pribadi sendiri.
Jangan bertujuan buruk kepada manusia lain, akan kena diri sendiri.
Inilah beberapa Mantra Ganesha yang dapat di gunakan untuk melakukan japa:
Om Gam Ganapatayae Namaha. Mantra ini dipergunakan untuk memulai sesuatu yang baru, seperti memulai perjalanan, mengadakan usaha baru, buka kantor baru, penandatanganan kontrak-dagang baru, sehingga pelaksanaan usaha tidak menemui hambatan-hambatan.
Om Namo Bhagabatae Gajaanaaya Namaha. Mantra ini untuk meminta kehadiran Ganesha, dan akan dapat dirasakan kehadirannya.
Om Shri Ganeshaaya Namaha. Mantra ini untuk meningkatkan daya-ingat (terutama pelajar dan mahasiswa) untuk mencapai tingkat lebih tinggi dalam belajar.
Om Vakratundaaya Hum. Mantra ini sangat kuat untuk menghambat dan menghilangkan pikiran-pikiran buruk, baik untuk pribadi maupun untuk manusia di tingkat nasional maupun internasional bahkan tingkat universal. Sering dipergunakan untuk mengusir setan. Dapat juga untuk penyembuhan penyakit yang berkaitan tulang belakang (dari bawah ke atas) dan penyakit dipaha. Untuk itu harus diucapkan 1008 kali (bukan 108 kali !).
Om Kshipra Prasadaya Namaha. Mantra ini bersifat “instant” (cepat sekali). Mantra ini diucapkan, ketika ada bahaya atau kesulitan yang sudah tidak bisa diatasi sendiri.
Om Shreem Kleem Glaum Gam Ganapatayae Vara Varada Sarva Janamah Vashanamanaaya Svaha. Mantra ini mengandung bermacam-macam benih mantra. Tujuannya adalah untuk mohon berkat dan untuk penyerahan diri.
Om Sumukhaaya Namaha. Mantra ini sesungguhnya memiliki banyak arti, tujuannya menjadikan manusia menjadi cantik, baik (tubuh dan spritual) dan untuk hal-hal lain yang baik. Dengan sering mengucapkan mantra ini, akan menimbulkan rasa kasih-sayang.
Om AekadanTaaya Namaha. Mantra ini akan sangat membantu kepada mereka yang ingin “memusatkan” pikiran dan perasaan dalam bermeditasi. Jika dilakukan terus menerus, maka keinginan dapat dicapai.
Om Kapilaaya Namaha. Mantra ini untuk menyembuhkan manusia yang sedang sakit, karena mantra ini menciptakan warna dan tubuh anda, dan warna-warna itu dapat “disalurkan” kepada yang sakit untuk disembuhkan. Mantra ini juga dapat dipergunakan untuk memohon agar keinginan seseorang dapat tercapai.
Om Gajakaranakaaya Namaha. Anda dapat mengucapkan mantra ini dimana saja. Penggunaan mantra ini adalah untuk dapat mendengarkan suara-suara dari alam gaib, baik dari berbagai jenis makhluk halus maupun dari mereka yang sudah meninggal. Mantra ini dapat membantu “membuka” cakra (7 cakra) dan 72000 nadi (saluran-saluran kecil). Mantra ini cocok untuk mereka yang ingin maju di bidang pengembangan kebatinannya.
Om Lambodharaaya Namaha. Mantra ini digunakan untuk “menyatukan” diri anda dengan jagat-raya (alam semesta). Anda menjadi manunggal dengan alam-semesta dan menghasilkan rasa-damai tingkat tinggi, anda merasakan menjadi alam-semesta. Mantra ini sangat cocok dipergunakan mereka yang melakukan “olah batin”.
Om Vikataaya Namaha. Mantra ini membantu manusia mengetahui dan merasakan bahwa dunia material adalah maya dan ada “sesuatu” dalam diri sendiri yang lebih nyata dan abadi. Kesadaran yang diperoleh dari mantra ini, adalah dapat menjauhkan diri dari “keterikatan duniawi” dan menemukan ketenangan batiniah. Dunia hanya sebuah drama dan setiap orang menjadi pemeran tertentu dalam setiap kehidupannya di dunia yang fana ini.
Om Vighna Nashanaaya namaha. Mantra ini untuk mengatasi kesulitan pribadi dan hambatan-hambatan dalam diri sendiri. Kesulitan dan hambatan tsb. Dapat “dibebaskan” dengan mantra ini.
Om Vinayakaaya Namaha. Mantra ini dipergunakan untuk melancarkan segala macam pekerjaan/usaha. Anda akan dapat menguasai dan memecahkan masalah dengan baik serta membuat “masa keemasan”.
Om Dhumraketuvae Namaha. Mantra ini untuk membantu menciptakan perdamaian dunia, terutama jika pengaruh komet Halley sedang melanda dunia yang berarti banyak pertumpahan darah (keributan-keributan) di seluruh dunia. Mantra ini baik sekali untuk para pemimpin.
Om Ganadhyakshaaya Namaha. Mantra ini sangat bermanfaat untuk penyembuhan penyakit secara massal (beramai-ramai). Mantra ini menyembuhkan penyakit, jika diucapkan bersama-sama banyak orang.
Om Bhalachandraaya Namaha. Mantra ini menyembuhkan penyakit pada diri sendiri. Mantra ini mengaktifkan cakra yang berada di tengah-tengah kening. Cakra ini bersimbol bulan-separoh dan letaknya di tengah-tengah kening. Simbol tsb. Melukiskan pengembangan, ketenangan, dan kedamaian.
Om Gajaananaaya Namah. Mantra ini untuk memperoleh kesadaran- tertinggi, kesadaran tak terbatas. Mantra ini sangat cocok untuk mereka yang memperdalam olah-batin.

Mereka yang ingin mempergunakan mantra-mantra tersebut diatas perlu memperhatikan :Agar serius melakukannya, Agar bersabar menanti hasilnya, Agar berdisiplin untuk mengucapkan secara teratur dan kontinu, Untuk mempermudah hitungan, agar mempergunakan tasbeh yang 108.

Kamis, 17 November 2016

WATAK BAYI LAHIR

WATAK KELAHIRAN


Adalah penting mengenali perwatakan diri yang telah tersurat pada hari kelahiran, yang diperingati setiap 210 hari sekali, dan lebih dikenal dengan sebutan pawetonan (otonan). Untuk diketahui, bahwa angka 210 tersebut didasarkan atas perhitungan bulan Bali yang dinamakan Sasih, yang mana dalam satu bulannya terdiri dari 35 hari, dan dalam periode satu masa ada 420 hari. Peringatan setiap enam bulan Bali sekali dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi hutang karma yang terbawa lahir. Saat ini, pada setiap kelahiran selalu disertai dengan Surat Keterangan Lahir yang berikutnya akan menjadi dasar pembuatan Akta Kelahiran. Sesungguhnya para tetua dulu telah mencatat hal tersebut, bahkan informasinya lebih lengkap karena berisi catatan perwatakan diri. Namun karena langkanya informasi dan narasumber yang menekuni Pewacakan Oton (pembacaan watak yang terbawa lahir), akhirnya pencatatan kelahiran tersebut terlewatkan begitu saja.
Sejatinya, catatan kelahiran yang diwariskan – diistilahkan dengan pertiti – merupakan pedoman penting bagi setiap orang dalam upaya menuntaskan hutang karma yang terbawa lahir. Namun, perkembangan pengetahuan manusia secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab ditinggalkannya kearifan lokal tersebut. Selain itu, di dalam proses alih bahasa tanpa disadari seringkali mengabaikan hal-hal penting yang berakibat terbiasnya makna dari esensi sejatinya. Menyadari akan tingginya nilai-nilai warisan tradisi leluhur, tidak semestinya sebagai generasi pewaris hanya berdiam diri. Semuanya wajib menjadi tanggung jawab bersama untuk mensejajarkan dan memadukannya dengan kemajuan teknologi di abad modern ini. Sekilas, apa yang tertera pada kalender-kalender Bali merupakan kutipan padewasan yang secara umum dapat digunakan mengenali watak diri. Dan akan lebih mudah lagi dipahami bila dijabarkan ke dalam bahasa yang bisa dimengerti, terutama bagi generasi pewaris.
Bacaan bekal lahir yang telah digubah dari bahasa hakekat dan dituangkan ke dalam wariga antara lain berisi penjabaran perwatakan diri yang dipengaruh oleh sasih, wuku, wewaran, dina, ingkel, parerasan dan panca suda, lintang, pratiti samutpada, ekajalaresi, dan lainnya. Perwatakan diri (mikrokosmos) ini diadopsi oleh para Maha Rsi dari keberadaan ruang dan waktu Alam Bali (makrokosmos). Seperti istilah Panca Gati, sesungguhnya berasal dari Panca Dewata/wara yang ada di Embang (lima sinar dari Bhuwana, Alam Tengah) yang turun ke Bhawana (Alam Bhur). Panca Gati yang dimaksud terdiri dari :
  1. Sang Shrigati,
  2. Sang Asuajag,
  3. Sang Kala Gumarang,
  4. Sang Empas,
  5. Sang Kala Kutila.
Berikut ini akan dijabarkan pengaruh dari perpaduan ketiga wara, Triwara, Pancawara dan Sadwara terhadap watak kelahiran seseorang, disertai dengan beberapa contoh perwatakannya :
  1. Mereka yang terlahir pada dina Kajeng Umanis Wrukung, di mana kedudukan Sang Shrigati ring luhur, memiliki keunggulan di wilayah kepala. Artinya, akal pikirannya didominasi Sang Shrigati. Pengaruh positifnya antara lain : pintar, tabiatnya cepat merasa bosan. Kekurangannya, bila marah, masih terkendali sesuai dengan situasi dan kondisi.
  2. Kelahiran pada Kajeng Umanis Maulu, saat Sang Shrigati berada ring sor, keunggulannya ada pada Budhi (di hati), di antaranya memiliki intuisi yang tajam. Kekurangannya, ketika marah keras hatinya meledak-ledak, bahkan bisa tak terkendali.
  3. Ketika kelahiran terjadi pada dina Kajeng Paing Wrukung, di mana kedudukan Sang Asuajag ring luhur, tabiatnya antara lain, ketika bertengkar lebih suka blak-blakan, karena ingin menyelesaikan masalah secepat mungkin. Selain itu, suka bersuara lantang dan keras, namun hal itu tidak dianggapnya sebagai perilaku yang salah.
  4. Terlahir pada Kajeng Paing Maulu, dengan kedudukan Sang Asuajag ring sor. Pengaruhnya antara lain, ditakuti orang lain, mempunyai insting yang baik, dan dengan mudah dapat menundukkan orang lain. Negatifnya, pendendam, bila marah suka berperilaku kasar.
  5. Terlahir dina Kajeng Pwon Wrukung, saat Sang Kala Gumarang berada ring luhur. Pengaruhnya, suka berterus terang, malu menutupi kesalahan, dan tidak berdaya kalau ada kesalahan. Negatifnya, kurang kritis walaupun sudah berhati-hati, pola pikirnya lambat.
  6. Terlahir di Kajeng Pwon Maulu, saat Sang Kala Gumarang ring sor. Pengaruhnya, memiliki intuisi yang baik, penuh waspada, suka menyerang ketika lawannya sudah salah/lemah. Negatifnya, ketika marah tidak ada pedulinya.
  7. Terlahir pada Kajeng Wage Wrukung, ketika Sang Kala Empas berada ring luhur. Keunggulannya ada pada akal pikirannya yang didominasi oleh sifat-sifat Sang Empas. Kekurangannya, tidak senang direndahkan, egonya ada pada panca indrya, dan bila marah tidak akan ada dendam.
  8. Mereka yang lahir pada Kajeng Wage Maulu, ketika Sang Kala Empas ring sor. Pengaruhnya, egonya ada pada Buddhi (di hati), amarahnya dipendam dalam hati, perasaannya peka namun justru merusak hati kalau tidak berkenan dihati. Selain itu, cenderung menutupi kesalahan dengan alasan malu dan lain sebagainya.
  9. Kajeng Kliwon Wrukung, ketika Sang Kala Kutila ring luhur. Pengaruhnya bagi mereka yang lahir saat ini antara lain, keunggulannya sulit ditebak/kuat menyimpan rahasia. Negatifnya, dalam menyelesaikan tanggung jawab lebih senang “kucing-kucingan”.
  10. Terlahir pada dina Kajeng Kliwon Maulu, ketika Sang Kala Kutila ring sor. Keunggulannya, dengan mudah dapat mengatasi lawan-lawannya, mempunyai tatap mata yang tajam, ucapannya tajam, filingnya juga kuat. Kekurangannya, mempunyai harga diri yang tinggi (fanatiknya tinggi), jika marah sering meledak-ledak dengan bahasa yang menusuk hati.
Dari perpaduan dua wara, Tri wara dan Sad wara juga memberi pengaruh terhadap watak lahir. Misalnya, Pasah Tungleh. Mereka yang terlahir ketika Pasah Tungleh, tabiatnya laksana bulan di langit, kurang dinamis, dan dinamika kerjanya tidak konsisten. Kekurangannya, ketika mengalami kejatuhan benar-benar tidak bisa berkutik, tanpa ada yang bias menolong dirinya. Hakekat daripada Bulan itu bersinar terang oleh berkat sinar pantualan – kemajuan yang dicapai atas bantuan teman-temannya. Contoh lain, Pasah Paniron. Terlahir saat dina Pasah Paniron, tabiatnya laksana Matahari. Maksudnya, keunggulannya di dalam membina orang lain (bidang penerangan). Kekurangannya, suka meremehkan pendapat orang lain, ucapannya sering melambung tinggi disebabkan karena percaya dirinya tinggi.

Dwi wara: 
  • Menga kelahiran orang tabiatnya terbuka.
  • Pepet kelahiran orang tabiatnya tertutup dan ingin menyelesaikan masalah sendiri.
Tri Wara : 
  • Pasah = langit, kelahiran orang pasah  mempunyai pandangan jauh ke depan. Tabiatnya kadangkala merasa tersisih. Solusinya, jangan diperlakukan kurang adil, atau  kurang perhatian.
  • Beteng = Embang, kelahiran orang Beteng mudah kena pengaruh, tabiatnya tergantung pada lingkungannya atau pun pendidikannya. Solusinya, hindari bergaul pada lingkungan yang negatif, sebab sulit menolak ajakan orang lain / teman.
  • Kajeng = Bumi / di dalam. Kelahiran orang kajeng tabiatnya cenderung pada kenyataan. Daya hayalnya kurang, bila kajeng maulu marahnya meledak-ledak.  Kalau tidak ada kecocokan, solusinya tingkatkan kesabaran.
Catur Wara :
  • Shri = Amretha. Kelahiran orang Shri berwatak cerdik cendikia. Anehnya selalu menganggap mudah mencari rejeki. Akhirnya sering salah dalam mengarahkan keuangan. Solusinya, lebih banyak belajar mengarahkan keuangan.
  • Laba =    Keuntungan, kelahiran orang Laba, tabiatnya periang, segala masalah hikmahnya didapatkan. Anehnya, tidak  sayang pada miliknya ( ceroboh / banyak lupa dengan hak milik).
  • Jaya = Kemenangan. kelahiran orang Jaya, kuat melawan tantangan dan mempunyai semangat tinggi.anehnya: tidak disadari ingin menang sendiri dan sulit jadi orang rendah hati.solusinya: tingkatkan kesadaran dan belajar rendah hati.
  • Mandala = Lapangan / wilayah, berwatak senang dengan kebaikan dan kebenaran dan sukanya kesana-kesini ( kerja lapangan ). Anehnya tidak disadari bahwa tidak semua orang baik dan benar, menyebabkan dirinya tidak betah pada suatu tempat  solusinya harus meningkatkan kesadaran untuk bisa menerima kenyataan.
Panca Wara : 
  • Umanis = Angin. Kelahiran Umanis, tabiatnya pasang surut. Baiknya, laksana Iswara mudah menularkan ajaran dan punya gebrakan. Negatifnya, sering  agak labil, namun fleksibel.
  • Paing = Cipta. Kelahiran Paing karakternya banyak Ide. Negatifnya, keras kepala ( suka ngotot), sulit dicegah kehendaknya.
  • Pwon = Kekuatan. Kelahiran Pwon, karakternya prinsipil, tahan uji dan sanggup melakoni yang berat-berat. Negatifnya, tidak disadari sering bersikukuh dengan pendapatnya sendiri.
  • Wage = Bhuwana / apah. Kelahiran orang yang lahir tepat Wage, karakternya supel Pleksibel dan pendiam,  Walaupun keras namun bagaikan pendekar berdarah dingin / diam-diam mengahanyutkan.
  • Kliwon = ditengah-tengah, kelahiran kliwon wataknya baik budi, berperasaan, Negativnya kalau kurang pendidikan egonya agak tinggi / harga dirinya Tinggi . solusinya, tingkatkan keramah tamahan.
Sad Wara :
adalah waktu perubahan yang sangat relative: misalnya dipengaruhi oleh Sadrasa atau pengaruh Ajaran dengan kata lain memanusiakan binatang atau membinatangkan manusia.  Sebab kita selalu mengkonsumsi daging.
  • Tungleh = lahir pertama tempatnya paling ackhir , kelahiran orang Tungleh Sering dipandang orang lain ada keanehan, sebab didepan tidak senang, dibelakang tidak cocok, tidak suka ikut-ikutan.  Kesenangannya kalau bisa menemukan sendiri, sesuatu yang dicarinya sendiri. Solusinya: belajar menyesuaikan diri dengan sanak keluarga. Dan dengan lingkungan.  
  • Aryang = Kurus, pantulan cahaya, kelahiran aryang wataknya keras hati, dan cekatan, Pengikutnya sulit melayani karena kelahiran Aryang wawasannya kurang luas, solusinya: mencari teladan pada orang yang berjiwa besar. (lebih baik kalau belajar meningkatkan wawasan)
  • Wrukung = Tajam,  kelahiran Wrukung, wataknya ambisi, dan mudah patah / patah Arang, solusinya lebih banyak belajar sabar. Dan belajar menerima  kenyataan Sebab kita boleh berencana namun Tuhan yang menentukan.
  • Paniron = gemuk kelahiran orang Paniron karakternya selalu berbesar hati . Mudah menghilangkan rasa kecewa, negativnya cuek-cuekan, tidak suka Campur urusan orang lain, jika tidak sama-sama ada kedekatan, tidak suka  sebagai pengagum. Sebab jiwanya sang besar,
  • Was = Kuat , kelahiran orang Was punya ketahanan untuk menerima kekurangan , Negativnya sulit menyesuaikan diri, dan sulit berkembang,
  • Maulu = Membiak , kelahiran Maulu berkembangnya dalam hati filingnya kuat. Negativnya meledak-ledak kalau marah,
Sapta Wara : 
  • Raddite = Matahari kelahiran Minggu wataknya cerdas, sebab Matahari causa Finalisnya penerangan / kepintaran. Negatifnya tanpa disadari ego Berkembang dengan pesat , namun tidak disadari. Solusinya lebih baik Mendidik diri agar cepat bisa rendah hati.
  • Soma = Candra, identik dengan api dalam sekam, tergantung pada pendukung Wewaran yang lain, jika pendukungnya Paing maka keras hati jadinya, Jika didukung wage sangat tepat, negatifnya sering tanggung keputusannya, menyebabkan agak labil.
  • Anggara = apinya Bhuana ( agung / alit). Kelahiran orang Anggara berwatak Kreatif, namun cepat panas / naik darah sebab Anggara identik dengan Ludra. Solusinya , mengarah pada bukti kenyataan yang otentik, Watak Anggara bisa menyerah ketika ada bukti yang nyata.
  • Buda = banci kelahiran orang Buda bisa menerima sifat wanita dan sifat-sifat Laki-laki. Jika pendukungnya paing, cendrung bersifat laki-laki, Jika didukung oleh umanis cendrung cengeng, jika didukung oleh Wage Dan pwon cendrung kuat / mempunyai ketahanan mental yang tinggi Jika didukung Kliwon cendrung labil sekali.
  • Wraspati = Guru kelahiran kemis tergantung pandangan pikirannya sendiri, jika Jika berguru pada kebajikan maka hasilnya kebajikan, bisa juga sebaliknya, apa yang dilihat / didengarnya dikonkritkan. Solusinya: pntar-pintar memilih guru Skala maupun Niskala. Intlektual maupun Spiritual.
  • Sukra = Amretha kalau Jumat yang uripnya 6, Sukra ketu kalau uripnya 1, Kelahiran sukra Shri urip 6 tabiatnya kemateri, jika Sukra Ketu tabiatnya Suka menciptakan ide yang baik dan benar, bahkan cendrung sosialnya Tinggi, asal berdasarkan kebaikan / kebenaran.
  • Saniscara = Akar berkembangnya dibawah tanah, kelahiran sabtu mempunyai Dualitas sifat yakni: Brsifat Durga (keras dan mudah tersinggung). Dipihak lain bersifat Wasu Rama. (Berkarisma) secara lahiriah. Dari maka itu kelahiran Sabtu sebaiknya belajar menekan Ego dan mengubah Diri, contoh; akar mempunyai fungsi yang baik dan benar bagi tumbuh-tumbuhan untuk menghasilkan bunga dan buah, karena tanah kotor tetapi subur, yang dapat dipastikan tumbuh-tumbuhan berbunga-dan berbuah lebat. Hakekatnya (laksana Durga menjadi Uma)
Asta Wara : di istilahkan Manggala ( pemimpin sifat-sifat kelahiran).
  • Shri = Amretha identik dengan kemakmuran, kelahiran orang shri, berwatak Cendrung memiliki selera tinggi, kemewahan, dan memang rejekian, Negatifnya banyak obralan harta benda yang tidak ada manfaatnya. Berarti bukan social,
  • Indra = causa finalisnya pandangan, kelahiran Indra tabiatnya memang berbakat
  • Berpandangan yang luas, negatifnya kurang Fokus. Solusinya belajar konsentrasi (tidak baik kalau menghitung bintang) yang baik dan benar adalah konsentrasi pada satu Objek.
  • Guru = Pendidik titik puncak istimewanya asta Wara ada pada Guru, apalagi Apalagi kalau Guru ketemu Wraspati sangat baik menjadi Pembina, penuntun , negatifnya egonya tercipta pada kodratnya, artinya suka ngajarin  sembarang orang, sebab peningkatan ilmu pengetahuan seiring dengan terciptanya Ego.apalagi kalau unggul dalam pendidikan, berdikit dikit akan terbiasa melirik kebodohan orang lain.
  • Yama = keadilan dan ketegasan hukum, kelahiran orang Yama karakternya sahlek . Sebab ingin adil dan tegas, negatifnya: tidak semua orang bisa adil dan tegas akibatnya sering kecewa, menjadi marah karena orang lain.
  • Ludra = darah pada pokoknya darah itu panas namun ada juga orang bilang Dengan kata kias, missalnya : biasa orang bilang pendekar berdarah dingin, Artinya walaupun pendiam kerasnya tetap ada padanya di dalam hati  identik dengan diam-diam menghanyutkan. Baiknya menjadi pembela  Negara / bergerak sebagai prajurit Negara, negatifnya: tidak ada metoda pendidikan dengan kekerasan kecuali pendidikan militer ,solusinya; sebaiknya meningkatkan ajaran kesabaran dan kesadaran, dan tidak cocok  bertindak sebagai Pembina
  • Brahma = Pencipta ide, kelahiran Brahma baiknya tidak mencari ide kemana-mana, dan sanggup hidup berdasarkan kemampuan sendiri, negatifnya tidak senang ticela, disalahkan, apalagi tanpa alasan yang tepat, akibatnya menjadi marah. Yang tidak menghasilkan sesuatu. Solusinya wajib belajar menekan ego / memperhalus kodrat.
  • Kala = Power / waktu. Pada dasarnya waktu dan power itu adil dan tidak bertentangan dengan kodrat justru power mengikuti kodrat dan waktu dengan setia. Kelahiran orang Kala. Wataknya setia kepada yang diidolakan, dan yang Cocok padanya. Negatifnya ada indikasi tidak ada kepedulian, sebab ada Angkuhnya / bersikukuh dengan pendirian sendiri.
  • Uma = Seorang Ibu, kelahiran orang Uma mempunyai belas kasihan terhadap Sanak saudara, cukup perhatian terhadap hak miliknya, negatifnya Sering tidak pada tempatnya, contoh; ketika orang sudah kenyang dengan  bubur, tidak mungkin diberikan nasi lagi, dalam kontek psykhologi, tidak memperhatikan dengan cermat orang-orang yang tidak mau tau.(rasa ingin memperbaiki orang lain menjadi boomerang dirinya)
Sanga Wara : adalah powernya semua wewaran. (uriping wewaran kabeh).
  • Dangu. Dewanya Sanghyang Iswara.( Diam / kekal ) adalah Bhuta Urung  Dangu = Biji artinya power yang ada pada lembaga, Causa finalisnya tumbuh Menjadi pohon, kelahiran Dangu tabiatnya diam, mutnya tidak bisa dirangsang, atau dikejar dengan ambisinya orang lain. (sulit dipicu). Negatifnya: sering cita-citanya gugur dalam kandungan, sebab wataknya Lambat / kurang dinamis, cendrung santai, solusinya; hanya bisa di motifasi  dengan laku / sikap untuk diteladani. Sebab sulit dipengaruhi,
  • Jangur. Dewanya Sanghyang Maheswara..( Kuat / Ketahanan ) adalah Bhuta Pataha                                                                                                                        Jangur = Powernya eka pramana, konotasinya power fisik.                     Kelahiran orang Jangur, tabiatnya yang lurus tidak bisa ditekuk, yang bengkok sulit diluruskan, baiknya sebagai pekerja yang tidak banyak pikir, negatifnya Cendrung agak kaku. (sulit ditekuk-tekuk).
  • Gigis. Dewanya Sanghyang Brahma. ( Sederhana ) adalah Bhuta Jirek       Gigis = power Rasa, kelahiran orang gigis mempunyai kepekaan tinggi, kalau dilatih dengan baik kepekaannya menjadi keistimewaannya (waskita), jika dipengaruhi oleh sifat-sifat yang radikal bebas, Maka rasanya tidak akan bisa puas. Gigis artinya sedikit ditusuk duri rasanya sangat sakit.(telinganya tipis), dengan kata kiasnya orang yang telinganya tipis
  • Nohan. Dewanya Sanghyang Rudra..( Gembira ) Bhuta Reregek                 Nohan = Power darah yang erat hubungannya dengan perut, sebab yang lapar sebenarnya darah. Bukan perut saja. kelahiran orang Nohan, tabiatnya semangat kerjanya yang tinggi kesadarannya perut tidak bisa dikosongi, negatifnya: sulit melakukan Brata apalagi puasa, sering menjadi kurus karena memikirkan sandang pangan.
  • Ogan. Dewanya Sanghyang  Mahadewa. ( Bingung ) Bhuta Jingkrak            Ogan = power tubuh, kelahiran orang ogan, fisiknya tahan dari serangan penyakit, angan-angannya banyak, sehingga sulit terpenuhi, menyebabkan  sering bingung, terburu menggunakan milik orang lain, solusinya belajar spiritual, hanya Dewaning oton dan Tuhan yang bisa menetralkan.
  • Erangan. Dewanya Sanghyang Sangkara.( Dendam ) adalah Bhuta Jabung  Erangan = Power kepala ( bintang sore), kelahiran orang ketika erangan, tabiatnya sering penasaran, menyebabkan ada kesemangatan. Negatifnya keras kepala sering diganjal oleh kekerasan orang lain sebab sama-sama keras maka dendam jadinya.
  • Urungan. Dewanya Sanghyang Wisnu. ( kehabisan / kekurangan ) adalah Bhuta Kenying                                                                                                                   Urungan = batal, kelahiran orang ketika Urungan tabiatnya suka menolong, tetapi membatalkan program sendiri, baiknya yang bersifat insiden sering sukses, program jangka panjangnya meleset, negatifnya: sulit mengulangi pekerjaan yang sudah macet. (pindah program).
  • Tulus Dewanya Sanghyang Sambhu. ( Lancar / Langsung tidak habis ) adalah Sanghyang Saraswati                                                                                            Tulus = lancar, kelahiran orang ketika Tulus, tabiatnya pandai merintis kegiatan dan mudah terujud apa yang dirintis. Negatifnya sangat tidak terima dengan kesalahan orang lain karena takut orang lain / sanak saudaranya gagal, egonya tercipta bersamaan dengan suksesnya tanpa disadari, di intip oleh ego.
  • Dadi. Dewanya Sanghyang Shiwa. Dadi  ( Jadi / sukses ) adalah Sanghyang Darma.                                                                                                                      Dadi = Sebuah biji yang sehat, kelahiran Dadi baiknya mempunyai kemampuan membangun suatu usaha yang jarang meleset, sebab Siwa ada dimana-mana. Semua kehidupan ada Siwa.(laksana Siwa menjadi inti kahidupan). Negatifnya tidak bisa terganggu, harus tumbuh pada tempat yang aman. Kegagalan terjadi kalau tidak aman.
Dasa Wara : Adalah sengker identik dengan modre (keputusan terakhir).
  • Pandita = bijaksana, kelahiran orang yang tepat pada Pandita, pada dasarnya bijaksana, negatifnya: sering berubah pikiran, / agak labil bisa jadi plin-plan. Tergantung wewaran yang lain pendukungnya. Jika kurang kuat mentalnya, cendrung sangat labil. Solusinya: harus memahami yasa (tapa pendawa).
  • Pati = kodrat perjalan energi, yang juga berackhir pada keputusan sendiri. Kelahiran orang ketika Pati, baiknya dinamis, tidak bisa malas-malasan, dinamisnya dalam kontek kerja / laku. Negatifnya kurang sabar emosian, solusinya wajib lebih banyak melatih kesabaran.
  • Suka = kesejahtraan, kelahiran orang nemu Suka, tabiatnya suka dengan yang mewah mewah / selera tinggi, kecuali dibatasi oleh keadaan yang serba kurang. Baiknya murah hati ketika sudah ada kemampuan. Negatifnya sangat ekonomis ketika belum mampu, solusinya belajar mengetahui mayanya alam / segala yang nyata tidak ada yang kekal. Dengan kata lain wajib mengetahui yang sejati dengan yang palsu.
  • Duka = Durga, oleh karena Durga identik dengan perubahan, dalam kontek aksi dan reaksi. Reaksi pada kodratnya menyebabkan adanya perubahan banyak hal. segala peraturan dan Perundang-undangan tercipta karena perkembangan yang negatif, dari biadab Memunculkan peradaban. Kelahiran orang ketika Duka, baiknya dalam bidang seni (aksi dan reaksi laksana Durga causa finalisnya keindahan) sisi negatifnya kelahiran Durga mudah tersinggung. Solusinya banyak belajar tentang kesadaran.
  • Shri = Amretha kelahiran orang yang tepat pada Shri tabiatnya murah hati suka memberi, dan orangnya memang murah rejeki, maka dari itu sosialnya tinggi. Negatifnya; kurang cermat menuangkan kemurah hatian, bisa-bisa mudah kena bujukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
  • Manuh = lugu kelahiran orang tepat pada Manuh, baiknya sedikit membuat kesalahan. Sebab cendrung suka mengalah, negatifnya kurang kreatif, dan tidak ada kesanggupan untuk memimpin. Padahal semua orang dituntut untuk menjadi kepala Rumah Tangga dan menjadi seorang Ibu Rumah Tangga.
  • Manusa = Suksma jati, kelahiran orang tepat pada Manusa tabiatnya banyak kehendak yang baik dan benar, sosialnya tinggi sehingga . Banyak pergaulannya, cendrung lebih banyak pandangan kedalamnya sebab Manusa identik dengan suksma (banyak bersyukurnya). Negatifnya seringlalai dengan yang bersifat prinsip. Solusinya wajib belajar meningkatkan disiplin.
  • Eraja = Raja, kelahiran orang yang tepat Eraja. Baiknya punya karisma lahiriah. Dari maka itu banyak orang yang mengidolakan. Negatifnya kalau tidak terdidik tentang kepemimpinan, maka banyak membuat kesalahan yang disadari, misalnya: berani bohong, laksana seorang raja mensiasati Rakyatnya. walaupun bukan rakyatnya sendiri. Yaitu lingkungannya atau sanak saudaranya. Bisa saja diperlakukan seperti rakyatnya. (mempolitiki sanak saudara sendiri)
  • Dewa = inti kehidupan (Deiv / Cahaya). Kelahiran orang yang tepat pada Dewa, baiknya sebagai penunjuk jalan kebenaran, kelakuannya dapat dijadikan teladan sekaligus bimbingannya mengarah pada kebaikan dan kebenaran Negatifnya lebih banyak berpandangan keluar. Dari pada kedalam. Solusinya lebih baik belajar menyeimbangkan keluar dan kedalam.maka akan sukses  secara Skala dan Niskala.
  • Raksasa = batasnya pada Raksasa Yoni, kelahiran orang yang tepat pada Raksasa, baiknya mengarah pada kesemangatan mengumpulkan kekayaan perjuangan nasibnya seratus persen, negatifnya sulit kalau mempelajari Agama / Spiritual. Sebab dominan dalam pikirannya materi.

Minggu, 06 November 2016

PANCA YAMA DAN NYAMA BRATA

YAMA DAN NYAMA BRATA

Dalam agama hindu kita mengenal bentuk-bentuk brata atau pengendalian diri. dalam astangga yoga bagian yang pertama dan kedua adalah pengendalian diri tahap pertama dan kedua yang disebut dengan panca yama dan nyama brata. kedua bentuk brata ini yang menjadi dasar untuk menuju tahapan selajutnya sehingga mencapai samadhi. Berikut dibawah ini penjelasan dari pada Panca Yama dan Nyama Brata.

1.        PANCA YAMA BRATA
a.        Pengertian
Panca Yama Brata terdiri dari kata Panca artinya lima, Yama artinya pengendalian, Brata artinya taat terhadap sumpah. Panca Yama Brata artinya lima macam disiplin manusia dalam mengendalikan keinginan.

b.        Bagian – Bagian Panca Yama Brata
1.  Ahimsa
2.  Brahmacari
3.  Satya
4.  Awyawaharika
5.  Asteya atau Astenya

c. Penjelasan Masing – Masing Bagian Panca Yama Brata
1.        Ahimsa
Ahimsa berasal dari dua kata yaitu : “a” artinya tidak, “himsa” artinya menyakiti, melukai, atau membunuh. Jadi, Ahimsa artinya tidak menyakiti, melukai, atau membunuh mahluk lain baik melalui pikiran, perkataan, dan tingkah laku secara sewenang – wenang. Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya untuk tidak membunuh atau menyakiti mahluk lain adalah dosa. Ajaran Ahimsa itu merupakan salah satu faktor susila kerohanian yang amat penting dan amat utama. misalnya tidak menyakiti teman atau orang lain, tidak boleh membunuh,  kita boleh membunuh untuk mempertahankan hidup asal tidak didorong dengan Nafsu atau Sad Ripu yaitu : Kama ( keinginan ), Lobha ( rakus, lobha ), Krodha ( marah ), Mada ( angkuh, mabuk ), Moha ( kebingungan ), Matsarya ( iri hati ). Jadi, meskipun ajaran Ahimsa itu berarti tidak membunuh tetapi dalam batas – batas tertentu kita diperbolehkan membunuh.
Contoh : di dalam Kitab Slokantara disebutkan ada empat macam pembunuhan yang diperbolehkan, yaitu :
1.       Dewa Puja : Persembahan kepada DEwa ( Dewa Yadnya )
2.      Pitra Puja : Persembahan kepada Roh leluhur ( Pitra Yadnya )
3.      Athiti Puja : Persembahan kepada tamu yang kita hormati
 Dharma Wighata : kewajiban bagi semua orang membunuh mahluk yang mengganggu atau memberi penderitaan terhadap umat manusia.
Sedangkan mahluk yang kita persembahkan kepada Dewa Puja, Pitra Puja, Athiti Puja, dan Dharma Wighata pun kalau untuk upacara berarti kita menolong untuk meningkatkan jiwanya. Dengan demikian sebenarnya ajaran Ahimsa itu tidak lain harus memperhatikan dan mengendalikan tingkah lakunya agar pikiran, perkataan, dan perbuatan tidak menyakiti orang lain atau mahluk lain. Setiap pikiran, perkataan, perbuatan yang tujuannya menyakiti orang lain maka disebut perbuatan Himsa. Oleh karena itu hindari perbuatan Himsa terhadap semua mahluk. Kita harus saling asah, asih, dan asuh terhadap sesamanya. Karena jiwatman kita sama dengan jiwatman mahluk lain yang berasal dari satu sumber yaitu Paramaatman ( Sang Hyang Widhi ).

2.        Brahmacari.
Kata Brahmcari terdiri dari dua kata, y: Brahma dan cari atau carya. Brahma artinya Ilmu pengetahuan sedangkan Cari atau carya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu : Car artinya gerak atau tingkah laku. Jadi Brahmacari artinya tingkah laku manusia dalam menuntut ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan tentang ketuhanan dan kesucian.
Brahmacari juga disebut masa Aguron – guron ( masa berguru ).
Misalnya  seorang siswa kerohanian harus mempunyai pikiran yang bersih yang hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja, supaya perasaan dan pikiran bisa terpusat. Belajar dengan baik perlu adanya tata tertib yang baik seperti : pemakaian waktu, kebersihan, kesopanan, ketertiban pembagian tugas, dan juga sangsi – sangsi pelanggaran yang lebih penting lagi, seorang siswa kerohanian atau seorang Brahmacari dilarang kawin, berdagang, dan berpolitik. Petunjuk – petunjuk di atas itu dalam menuntut ilmu pengetahuan selama Brahmacari adalah merupakan kunci keberhasilan bagi seorang siswa kerohanian. Barang siapa yang tidak mematuhi aturan – aturan di atas dan tidak rajin, serta tidak tekun jpada masa ini pasti akan gagal.

3. Satya
Satya artinya : benar, jujur, dan setia. Satya juga diartikan sebagai gerak pikiran yang patut diambil menuju kebenaran, yang didalam prakteknya meliputi kata – kata yang tepat dan dilandasi kebajikan untuk mencapai kebaikan bersama. Jadi, Satya tidak sepenuhnya diartikan benar, jujur dan setia tetapi di dalam pelaksanaannya melihat situasi yang bersifat relatif. Maka di sinilah kita menempuh jalan Satya yang pelaksanaannya melihat situasi dan kondisi yang relatif. Satya, kejujuran untuk mencari kebenaran ini memang memgang peranan yang sangat penting di dalam ajaran kerohanian untuk mencapai kelepasan atau moksa. Di dalam sastra sering kita jumpai sebagai motto atau semboyan yaitu : “ Satyam eva jayate “ yang artinya hanya kejujuranlah yang menang bukan kemaksiatan atau kejahatan.
Kesetiaan, kejujuran hendaknya dipakai pedoman dalam setiap tindakan atau perbuatan kita sehari – hari. Dalam ajaran satya kita mengenal Panca Satya, yaitu :
1.  Satya Wacana artinya :  setia pada kata – kata
2.  Satya Herdaya artinya :  setia pada kata hati
3.  Satya Laksana artinya  :  setia dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
4.  Satya Mitra artinya      :  setia pada teman
5.  Satya Semaya artinya   :  setia pada janji.

4.       Awyawahara
Awyawahara berarti tidak terikat pada kehidupan duniawi (tan awiwada). Dalam kehidupan ini harus mampu mengendalikan indria dari obyek duniawi. Karena bila indria yang mengendalikan manusia maka ia akan terjerumus dalam kesengsaraan. Kesengsaraan itu timbul dari dalam diri manusia yang tidak pernah merasa puas terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Ketertarikan terhadap benda duniawi akan membuat manusia selalu tenggelam dalam awidya. misalnya setelah menjadi seorang pandita, maka yang bersangkutan tidak dibenarkan melakukan kegiatan jual beli dengan tedensi keuntungan yang berlipat-lipat, simpan pinjam (rna rni) dan memperlihatkan kepandaian serta memupuk dosa kecuali menjaga harta warisan, menjaga keutuhan keluarga, dan kesejahteraan istri, anak dan cucu.

5. Asteya
Asteya berarti tidak mencuri atau memperkosa milik orang lain seperti.
contohnya: tidak mengambil barang miliki orang lain tanpa ijin. Ini berarti bahwa siapapun orangnya khususnya pandita diperbolehkan mengambil milik orang lain ketika ia merasa haus dan lapar dalam perjalanan jauh. Tetapi barang yang diambil hanya sebatas untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Tentu tidak dibenarkan barang yang diambil melebihi keperluan apalagi sampai dijual. Segala perbuatan hendaknya tidak didasari oleh sad ripu. Jadi segala keinginan untuk mengambil ataupun memperkosa milik orang lain yang didasari oleh sad ripu harus dikendalikan.

2.    PANCA NYAMA BRATA
a.  Pengertian Panca Nyama Brata
Pengertian Panca Nyama Brata mempunyai arti lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental, untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin. Panca Nyama Brata adalah untuk mengendalikan semua akibat – akibat buruk yang ditimbulkan oleh mental dan pikiran.
b.  Bagian – Bagian Panca Nyama Brata
1.  akroda
2.  Guru Susrusa
3.  Sauca
4.  Aharalagawa
5.  Apramada
c.  Penjelasan Masing – Masing Panca Nyama Brata
1.  Akroda
Akroda artinya tidak marah, atau tidak mempunyai sifat marah. Dengan kata lain mampu mengendalikan sifat – sifat marah.
Salah satu dari sifat – sifat marah adalah mudah tersinggung. Sifat inilah yang harus dikendalikan sehingga manusia tidak mudah marah. Dengan mampunya manusia menahan sifat marah maka manusia akan mempunyai jiwa yang sabar. Kesabaran adalah sifat yang mulia. Orang sabar tidak mudah tersinggung, sehingga akan disenangi oleh teman – teman. Orang yang diajak bicara akan merasa senang. Ia akan selalu tenang dalam menghadapi segala masalah. Pekerjaan dikerjakan dengan rasa tenang sehingga akan menghasilkan yang baik. Seperti apa yang diuraikan dalam “kitab Sarasamuccaya” sloka 94, sbb : “ Kesabaran hati merupakan kekayaan yang sangat utama, itu sebagai emas dan permata. Orang yang mampu mengendalikan nafsu ( kemarahan), tidak ada yang melebihi kemuliaan”.
Oleh karena itu kemarahan harus dikendalikan. Dengan tumbuhnya kemampuan mengendalikan kemarahan menyebabkan tumbuhnya kebijaksanaan pada orang itu.
2.  Guru Susrusa.
Guru Susrusa artinya hormat dan bakti terhadap guru. Guru Susrusa juga berarti mendengarkan atau menaruh perhatian terhadap ajaran – ajaran dan nasehat guru.
Contoh: Siswa yang baik akan selalu berbakti dan memperhatikan sikap hormat terhadap gurunya. Mempelajarai apa yang diajarkan. Dalam hal Guru, biasanya ada empat macam guru yang disebut Catur Guru : yaitu Guru Rupaka yaitu orang tua, Guru pengajian yaitu Bapak dan Ibu Guru disekolah, Guru Wisesa adalah pemerintah, dan yang stunya Guru Swadyaya yaitu Tuha ( Sang Hyang Widhi )
Anak yang hormat dan bakti terhadap Guru diberikan gelar anak yang suputra, sedang anak yang menentang terhadap Guru di sebut Alpaka Guru, hukumannya sangat berat dalam alam Neraka nantinya. Sedang anak yang Suputra akan mendapatkan tempat yang baik di sorga maupun di masyarakat, karena sangat berguna bagi nusa dan bangsa. Marilah kita kenali satu persatu dari Catur Guru yang harus kita hormati.
3.  Sauca
Sauca berasal dari kata “ SUC “ yang artinya bersih, murni atau suci. Jadi yang dimaksud Sauca adalah Kesucian dan kemurnian lahir batin. Dalam silakrama disebutkan sebagai berikut :
“ Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan. “
Banyak yang dapat kita usahakan untuk mencapai kesucian lahir maupun batin. Kesucian lahir ( jasmani ) dapat kita capai dengan selalu membiasakan hidup bersih., misalnya mandi yang teratur, membuang sampah pada tempatnya dsb. Sedangkan kesucian batin ( rohani ) dapat dilakukan dengan rajin sembahyang, menghindari pikiran dari hal – hal negatif. Dengan jalan mengusahakan kesucian lahir batin kita akan mudah mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi. Kebersihan jasmani atau lahiriah akan mendatangkan kesehatan, maka ada istilah “ Kebersihan Pangkal Kesehatan “. Adanya kesehatan inilah kita akan banyak berbuat baik.
4.      Ahara Lagawa
Ahara Lagawa brasal dari kata Ahara artinya makan, dan Lagawa artinya ringan. Jadi Ahara Lagawa artinya makan yang serba ringan dan tidak semau – maunya. Makan yang sesuai dengan kemampuan tubuh. Ahara Lagawa berarti juga mengatur cara dan makanan yang sebaik – baiknya. Lawan dari Ahara Lagawa adalah kerakusan. Kerakusan akan menghalangi dan merintangi kesucian batin.
Misalnya agar badan menjadi sehat, makanlah makanan yang banyak mengandung gizi. Orang yang makan teratur dan bergizi badannya menjadi sehat dan pikirannya menjadi segar dan cerdas. Sebaliknya orang yang makan  berlebihan, tidak teratur dan suka minum minuman keras seperti arak, bier dan sejenisnya, maka badannya menjadi sakit dan sarafnya terganggu. Serta pikiranpun menjadi kacau. Didalam kitab Silakrama diuraikan panjang lebar mengenai aturan – aturan makan dan minum. Disebutkan pula binatang yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Demikian pentingnya pengendalian dalam hal makan, maka ada salah satu cara pengendaliannya yaitu dengan melakukan “ Upawasa “ artinya tidak makan dan minum, yang biasanya dilakukan pada waktu Hari Raya NYepi.
5.      Apramada
Apramada artinya tidak bersifat ingkar atau mengabaikan kewajiban. Apramada ialah tidak segan – segan untuk mempergunakan hidup itu sebagai Sadana / jalan guna melakukan Yoga dan Samadi.
Misalnya Seorang siswa harus tidak segan – segan untuk menurut ajaran dan nasehat guru. Tidak boleh segan mengucapkan berkali – kali menghafal dan mengulangi pelajaran yang diberikan oleh guru. Tidak boleh segan – segan bertanya bila ada suatu persoalan yang belum jelas. Dengan berusaha melaksanakan kewajiban sendiri ( Swadharma ) dan menghormati kewajiban orang lain ( para dharma ), maka keharmonisan akan dapat dicapai, yang pada akhirnya kebahagiaan juga akan dapat dicapai. Dalam kitab Bhagawad Gita Bab XVIII, 47 disebutkan :
Lebih baik swadharma diri sendiri meskipun kurang sempurna dari pada dharma orang lain yang sempurna pelaksanaannya. Karena seseorang tidak akan berdosa jika melakukan kewajiban yang telah ditentukan oleh alamnya sendiri.
Sloka diatas menegaskan agar kita melaksanakan kewajiban sendiri seperti sebagai pelajar maka laksanakan kewajiban sebagai pelajar, jangan lalai, jika sebagai pelajar melalaikan kewajiban sebagai pelajar, maka kita berdosa dan menjadi bodoh.
Demikian uraian Panca Nyama Brata yang merupakan kesusilaan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin untuk mencapai dharma dan moksa yang merupakan tujuan akhir ajaran Hindu.

3.        DASA YAMA DAN DASA NYAMA BRATA
selain kita menegnal panca yama dan panca nyama, juga di dasa yama dan dasa nyama brata yang didalam pembagiannya juga terdapat bagian Yama dan Nyama Brata. Adapun penjelasannya singkatnya sebagai berikut:
a. Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu :
Anresangsya atau Arimbawa - tidak mementingkan diri sendiri
Ksama artinya suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan.
Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang.
Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain.
Dama artinya dapat menasehati diri sendiri.
Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran.
Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama makhluk.
Prasada artinya berpikir dan berhati suci dan tanpa pamrih.
Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun.
Mardhawa artinya rendah hati, tidak sombong dan berpikir halus.

b. Dasa Nyama Brata
Dasa NYama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri yang utama, yaitu :
Dhana artinya suka berderm tanpa pamrih.
Ijya artinya pemujaan terhadap Hyang Widhi dan leluhur.
Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi agar dapat mencapai ketenangan bathin.
Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran kepada HYang Widhi.
Upasthanigraha artinya pengendalian hawa nafsu birahi.
Swadhyaya artinya tekun mempelajrai ajaran-ajaran suci dan pengetahuan umum.
Bratha artinya taat akan sumpah dan janji.
Upawasa artinya berpuasa atau pantang terhadap suatu makanan dan minuman yang dilarang dalam ajaran agama.
Mona artinya membatasi perkataan.
Snana artinya tekun melakukan penyucian diri tiap hari dengan jalan mandi dan sembahyang.

SAPTA TIMIRA ( TUJUH KEGELAPAN )

SAPTA TIMIRA

Sapta Timira adalah tujuh macam keadaan yang menyebabkan orang lupa daratan, lupa diri atau mabuk. Ketujuh macam musuh ini harus dikendalikan dan dimusnahkan dari dalam diri manusia. Ketujuh hal ini dalam masyarakat disebut peteng pitu atau tujuh kegelapan. Bagian-bagian dari Sapta Timira adalah sebagai berikut :

1. Surupa
Bagian dari Sapta Timira yang pertama adalah Surupa. Surupa yang artinya adalah rupa atau wajah yang cantik dan tampan. Janganlah merasa sombong apabila merasa memiliki rupa yang tampan dan cantik. Karena ketampanan dan kecantikan itu adalah anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Anugerah tersebut patut kita syukuri. Namun kecantikan dan ketampanan itu tidaklah kekal sifatnya.
Dengan wajah yang cantik dan tampan seseorang akan mendapatkan simpati dari teman-temanya. Apalagi wajah yang tampan dan cantik itu disertai dengan perilaku dan budhi pekerti yang baik. Akan tetapi jika ketampanan atau kecantikan itu disertai dengan tingkah laku yang tidak benar, sombong atau angkuh maka akan mengakibatkan penderitaan. Penderitaan yang diakibatkan bukan hanya pada orang lain, tetapi juga pada dirinya sensiri.
Maka dari itu manfaatkanlah ketampanan atau kecantikan itu dengan wajar dan disertai dengan prilaku yang baik, sehingga nantinya tidak mencelakakan orang lain maupun dirinya sendiri. Contoh seseorang yang mabuk Surupa adalah seorang gadis yang pada awalnya memiliki wajah yang cantik dan etika yang baik, yang sekaligus menjadi bendahara kelas di salah satu sekolah. Karena terpengaruh dengan salah satu produk kosmestik yang menjanjikan kulit putih seketika dan akhirnya mengunakan alat kosmetik tersebut yang tidak sesuai dengan jenis kulitnya. Setelah menggunakan alat kosmetik tersebut kemudian wajahnya pun menjadi rusak.
Karena gadis ini dimabukkan oleh kecantikan dan gadis ini tidak memiliki uang untuk mengembalikan wajahnya seperti semula, gadis ini pun melakukan tindakan penyelewengan dana di sekolahnya, yaitu melakukan tindakan korupsi uang kas.

2. Dhana
Dhana artinya harta benda. Siapapun orang itu pasti bila memiliki kekayaan dan siapapun juga ingin mendapatkan kekayaan. Kekayaan akan dapat membawa diri seseorang kemanapun yang ia suka. Oleh karena itu semua orang bekerja keras siang dan malam berlomba-lomba untuk memperoleh kekayaan. Untuk apa kekayaan itu, jawablah dengan hati yang suci sesuai dengan ajaran Dharma. Kekayaan itu sifatnya tidak kekal dan tidak abadi. Janganlah sombong dan kikir apabila kita menjadi orang yang kaya.
Di dalam ajaran Agama Hindu, kita diajarkan untuk beramal atau berdana punia. Menolong orang yang hidupnya melarat dan membantu tempat suci (pura) adalah perbuatan yang mulia. Orang yang selalu beramal dan berdania punia hidupnya akan bahagia dan amalnya itu bekal untuk mencapai Sorga atau Moksa. Kekayaan kadangkala membuat orang menjadi gelap pikiran atau mabuk kekayaan. Apabila orang mabuk kekayaan sudah tentu hidupnya menderita. Sebab dengan memiliki kekayaan hidup seseorang menjadi resah, gelisah dan takut jika harta kekayaannya akan dicuri oleh orang lain.
Apabila setiap hari orang tersebut merasa resah dan gelisah maka kesehatan tubuhnya pun pasti akan terganggu. Bila kesehatan tubuhnya sudah terganggu maka pada akhirnya dia akan jatuh sakit. Maka daripada itu kita tidak boleh angkuh dan sombong baru memiliki kekayaan yang berlimpah ruah. Hendaknya kekayaan itu kita pergunakan sesuai dengan petunjuk agama dan ajaran Agama Hindu. Contoh mabuk Dhana adalah orang yang menggunakan kekayaannya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Selalu hanya memuaskan nafsu sendiri dengan meminum-minuman keras, berjudi dan berpesta-pesta yang mengarah hidup berfoya-foya tanpa mempunyai tujuan yang jelas dan benar.
Tidak pernah bersedekah, tidak mau menolong orang-orang yang ditimpa kesusahan atau melarat dan tidak pernah beryadnya atau melakukan upacara yadnya. Itulah sikap dan prilaku orang yang mabuk kekayaan. Ia hanya ingin menimbun kekayaan sebanyak-banyaknya hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan jika kemabukan akibat kekayaan dikaitkan dengan tindakan korupsi contohnya adalah seorang pejabat tinggi yang tidak pernah memiliki rasa puas dengan apa yang telah diperoleh (tidak pernah bersyukur). Sehingga menyebabkan pejabat tersebut gelap mata karena kamanya terlalu tinggi untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, dan pada akhirnya menggunakan hak yang bukan miliknya, melakukan tindakan penyelewengan dana untuk memenuhi keinginannya yang dimabukkan oleh dhana (kekayaan).

Guna atau Kepradnyanan
Guna yang artinya kepandaian. Kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi dan mulia, berada dialam semesta ini. Hidup sebagai manusia, penuh dengan pantangan dan tantangan. Untuk mengatasinya tentulah sangat memerlukan kepandaian. Dengan kepandaian hidup akan terasa lebih mudah untuk melaksanakan sesuatu kegiatan.
Agama kita mengajarkan orang terus-menerus belajar dalam hidup agar menjadi pandai. Jika sudah pandai atau pintar, janganlah sombong dan gelap karena kepintaranmu. Orang yang pandai akan mampu membebaskan dirinya dari lembah kesengsaraan. Jika kepandaian itu ia gunakan dengan keangkuhan dan kesombongan, maka kepandaian itu dapat menghancurkan dirinya sendiri. Seperti apa yang telah dikatakan oleh Einstein bahwa “Ilmu tanpa Agama Hancur, dan Agama tanpa Ilmu Buta”. Jadi ilmu yang kita miliki hendaknya diimbangi dengan iman dan taqwa.
Contoh mabuk Guna adalah Made Dursana setelah lulus dari SMA kemudian melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas yang ternama yang kemudian menjadi seorang Sarjana. Dan suatu ketika Made Dursana dipilih menjadi seorang Kepala Desa karena ia dipandang memiliki intelektual atau pengetahuan yang lebih tinggi oleh warga di Desanya. Karena Made Dursana merasa dirinya pandai, dan wargannya tidak memiliki kecerdasan, ia pun memperdaya warga di Desanya untuk mengeluarkan dana untuk membangun jembatan melampaui rata-rata atas dana yang seharusnya diperlukan. Pada suatu hari ada salah satu warga yang mengetahui perbuatannya tersebut, kemudian Made Dursana dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya menjadi Kepala Desa.
Inilah salah satu contoh akibat dari mabuk Guna yang mengakibatkan kesengsaraan dalam hidup. Maka dari pada itu gunakanlah kepandaian itu berdasarkan jalan dharma. Karena dengan kepandaian orang akan dapt membedakan perbuatan yang baik dan buruk, yang benar dengan yang salah.
Kepandaian pula akan bisa membantu kita untuk mencapai sumber kehidupan yang lebih baik. Dan kita sebagai umat yang percaya dengan keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, harus tetap bersyukur atas semua rahmatNya. Tidak boleh sombong, angkuh atas Guna yang kita miliki. Dan sadar bahwa itu semua sifatnya tidak kekal, tidak abadi yang merupakan titipan dan anugrah yang harus kita jaga dan laksanakan dengan baik sesuai dengan perintahNya.

3. Kulina atau Kebangsawanan
Kulina artinya keturunan atau kebangsawanan. Walaupun berasal dari keturunan atau keluarga bangsawan hendaknya jangan sombong. Dari keturunan orang dapat diketahui asal-usulnya. Orang yang berasal dari keturunan yang baik, terhormat dan berjasa akan disegani dan dihormati. Tetapi bila keturunan orang jahat dan hina, maka ia akan dijauhi dan dicela dalam pergaulan. Hendaknya selalu ramah tamah terhadap sesama manusia. Keturunan juga bisa menjadi kebanggaan seseorang. Namun kebanggaan yang berlebihan dapat menimbulkan keangkuhan.
Kesombongan akan keturunan sehingga akan merasa lebih tinggi dari orang lain. Orang yang mengagung-agungkan keturunan atau kebangsawanan sangatlah tidak baik, apabila menganggap orang lain lebih rendah. Agama mengajarkan agar setiap orang saling menghormati dan saling menghargai antar sesama makhluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sang Hyang Widhi Wasa menilai seseorang, bukan karena keturunan bangsawan, yang dinilai adalah Dharma bakti, hasil perbuatan dan Yajna.
Demikian pula kebangsawanan yang dinilai tinggi adalah derajat karena memiliki pengetahuan yang didapat dari sekolah. Orang yang mabuk karena keturunan atau kebangsawanannya akan sulit mendapatkan teman. Ia hanya mau berteman dengan orang tertentu saja. Lama-lama ia akan susah sendiri, karena ia mengucilkan diri dari teman-temannya. Sikap yang demikian tentunya tidak baik. Dan orang yang mabuk karena keturunan atau kebangsawanannya akan sukar mendapatkan suatu kebahagiaan. Contoh dari seseorang yang Mabuk Kulina adalah di suatu kelas ada seorang anak yang bernama Rita yang merupakan keturunan bangsawan dan kebetulan juga ia merupakan anak dari seorang pejabat tinggi.
Rita sangat bangga dan bahagia dengan posisinya. Oleh karena itu Rita menjadi sombong dan angkuh, dalam pergaulannya ia sangat memilih teman. Dalam pergaulannya ia selalu mengagung-agungkan dirinya yang mengatakan dirinya keturunan bangsawan dan mempunyai orang tua sebagai pejabat tinggi. Rita juga menganggap tman-teman dalam pergaulannya paling rendah dan tidak mampu. Sikap Rita yang demikian jelas salah dan bertentangan dengan ajaran agama. Sikap demikianlah disebut dengan sikap yang paling mabuk dengan keturunan. Teman-temannya semakin lama semakin menjauihi Rita. Rita tidak mempunyai teman lagi untuk diajak bermain dan belajar. Suatu hari ada ulangan Agama Hindu, Rita sendiri nilainya yang pali kurang. Karena Rita sudah tidak pernah belajar kelompok lagi dengan teman-temannya. Dan pada akhirnya Rita pun menderita dan sengsara dengan sendirinya.

5. Kayowanan atau Yowana
Kayowanan berasal dari kata Yowana yang artinya keremajaan. Kayowanan atau yowana adalah sifat sombong karena merasa diri muda dan kuat. Sifat sombong dalam diri harus dihilangkan. Dalam kitab suci disebutkan “Haywa mawero dening kayowanan” yang artinya “janganlah mabuk karena merasa diri kuat”, sebab massa muda buka untuk menjahili anak keil. Pergunakanlah keremajaan itu dengan bekerja dan belajar yang baik sehingga dapat meningkatkan taraf hidup yang baik di masa yang akan datang.
Orang tua sering menyebut masa remaja adalah masa yang penuh semangat, penuh kegairahan, penuh kegembiraan, serta penuh belajar. Karena pada usia yang masih remaja otaknya akan lebih mampu menagkap pelajaran. Ibaratkan ilalang yang masih muda masih tajam, demikian pula otak itu selagi remaja. Masa muda penuh dengan cita-cita dan angan-angan. Sehingga masa usia remaja orang-orang biasanya tidak mempunyai ketetapan hati, pendiriannya gampang berubah. Gampang dipengaruhi oleh teman-temannya. Apabila bergaul dengan teman-temannya yang baik, maka ia akan menjadi baik, demikian sebaliknya apabila bergaul dengan teman-temannya yang kurang baik maka sifat dan pribadinya pun menjadi buruk.
Pada masa remaja orang sering bertindak ngawur. Hanya ingin menarik perhatian orang dan memperoleh suatu penghargaan. Pada masa remaja atau muda orang akan merasa dirinya kuat. Sehingga pada masa ini orang senang memamerkan kekuatan dirinya. Masa muda hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang berguna dan tidak merugikan. Seperti halnya belajr dengan sungguh-sungguh, bekerja keras, menemukan seseatuyang berguna dan pengetahuan rohani. Massa muda hanya sebentar kita dapat menikmati dan akn disusul oleh masa tua dan tenaga akan makin melemah.
Maka dari pada itu jangan sombong dan angkuh akan keremajaan. Sebab keangkuhan akan mendorong orang untuk berbuat salah. Menyombongkan masa muda tentu tidak baik, itu disebut mabuk karena keremajaan dan akan menyebabkan kehancuran. Contoh dari mabuk Kayowanan atau mabuk Yowana adalah Cakra merupakan seorang anak yang mempunyai tubuh sangat besar dan paling besar diantara teman-temannya. Cakra, anak yang bandel dan selalu membuat gara-gara dengan teman-temannya. Karena ia merasa dirinya paling besar dan sudah remaja maka ia hanya membanggakan dengan kekuatannya saja.
Pada suatu hari ia dipanggil oleh Guru kelasnya karena mencuri uang dan mencelakai salah seorang temannya. Waktu Cakra bersanding dengan Guru kelasnya badanya hampir sama besar dengan gurunya. Itulah sebabnya ia terlalu berani dan tidak takut kepada guru-gurunya apalagi dengan teman-temannya. Ia merasa sombong dan angkuh terhadap kekuatan dan keremajaannya. Kekuatan dan masa mudanya ia pergunakan dengan tidak benardan selalu menyimpang dengan ajaran agama.
Bergaul dimasyarakat ia sering membuat kegaduhan dan kekacauan seperti mencuri dan menggunakan sesuatu yang bukan hak miliknya. Sehingga masyarakat sering melapor kerumahnya maupun ke sekolah akibat dari tingkah lakunya. Akibat perbuatannya yang demikian ia pun sering ditangkap polisi dan sering pula tidak naik kelas. Demikianlah akibatnya orang yang suka mabuk kayowanan yang sudah tentu merugikan dirinya sendiri dan juga menyusahkan orang lain.

6. Sura
Sura artinya minuman keras atau kegelapan, karena mabuk yang disebabkan minum-minuman keras. Minum sampai mabuk tidak dibenarkan oleh ajaran agama Hindu. Sebab hal ini akan mengakibatkan keluarnya kata-kata keji, kasar yaitu kata-kata yang tidak boleh diucapkan. Mabuk karena minuman keras juga akan menyebabkan jadi lupa diri. Pikirannya menjadi gelap sehingga tidak bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Kata-katanya tidak karuan dan kasar.
Segala rahasia yang semestinya tidak dikatakan akan dikatakan. Lagi pula pikirannya tidak waras. Minuman yang dapat memabukan antara lain, tuak, arak, bir, wisky, dan lain sebagainya. Yang mengandung alkhol. Jika kesehatan seseorang yang sering meminum-minuman keras akan merusak saraf dan pencernaan. Apabila kesehatan sudah merosot maka hidup akan selalu sakit-sakitan dan kesengsaraan pun sudah ada didepan mata. Oleh karena itu hindarilah minum-minuman keras dan obat-obat terlarang.
Contoh dari mabuk Sura adalah Andi yang merupakan putra seorang pengusaha yang ternama, hartanya melimpah ruah sehingga dalam kehidupannya merasa senang dan bangga. Andi adalah putra tunggal dari seorang pengusaha yang kaya raya tersebut. karena seringnya terpenuhi keinginannya, maka ia menjadi manja. Dengan kemanjaanya tersebut maka pergaulannya pun bebas dan tidak sesuai dengan aturan agama yang berlaku. Pergaulannya selalu dengan oranmg-orang yang suka meminum-minuman keras, pengisap ganja, dan sebagainnya, ia selalu pulang larut malam.
Karena sudah ketergantungan dengan alat-alat terlarang tersebut, suatu ketika uang Andi pun habis, dan orang tuannya tidak pernah memberikan uang saku lagi, untuk memenuhi keinginanya tersebut ia mencuri sapi milik tetangganya, karena aksinya tidak berjalan lancar, akhirnya Andi pun dihakimi oleh warga setempat. Karena seringnya bergaul dengan orang suka meminum-minuman keras maka sekolahnya pun menjadi berantakan dan kacau balau. Ia sering tidak naik kelas. Begitulah akibatnya orang yang selalu mabuk Sura, yang sudah tentu mencelakakan diri sendiri dan membuat hidup menjadi sengsara.

7. Kasuran
Kasuran artinya kemenangan, kejayaan, kesaktian. Angkuh karena keunggulan dan keberanian serta kemenangan merupakan kegelapan bagi diri seseorang. Gagah dan berani dalam medan laga karena kemampuan dan kesaktian. Namun bagaimana pun saktinya seseorang jika tanpa didasari atas keberanian yang berdasarkan ajaran Dharma, maka akan mengalami kekalahan melawan kenyataan hidup. Sesungguhnya hidup adalah suatu perjuangan, karena itu kita dituntut untuk menghadapinya.
Untuk menghadapi kenyataan hidup, diperlukan suatu keberanian. Seperti keberanian tanpa disertai keragu-raguan untuk menimba ilmu pengetahuan, keberanian untuk menghadapi liku-liku kehidupan. Lahir sebagai manusia tidak akan pernah lepas dari suka dan duka, lara dan pati. Kita harus berani dan berkemampuan untuk mengendalikan kesenangan dan sebaliknya tidak larut dalam kesedihan bila sedang mengalami suatu kesusahan.
Disamping itu hidup didunia ini tidak selalu mengalami perubahan dan perkembangan, dalam hal tersebut tidak selalu mengarah kehal yang positif. Jadi, dengan keberanian menghadapi kenyataan hidup, dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan terhindar dari sifat keragu-raguan. Dengan demikian keberanian perlu dipupuk tetapi jangan sampai keberanian yang dimiliki menjadikan kita gelap atau mabuk dan takabur, lebih-lebihnya terhadap kemenangan yang kita peroleh. Contoh dari Mabuk Kasuran adalah Durya adalah salah satu siswa SMA yang sangat berani. Keberaniannya tidak didasari atas ajaran agama. Keberaniannya karena senang dipuji dan disebutkan paling hebat. Ia mudah dipengaruhi oleh teman-temannya yang nakal.
Pada suatu hari Durya dipanggil dan diajak untuk mengeroyok temannya yang bernama Susila. Susila ini anaknya pandai dan pendiam. Ia juga mempunyai tingkah laku yang baik. Setiap perbuatannya ia pikirkan terlebih dahulu akibatnya. Sehingga ia tidak ngawur melakukannya. Sedangkan Durya anaknya pemberani. Keberaniannya hanya atas pikiran yang ngawur dan merasa diri paling hebat. Sehingga ia mudah dipengaruhi oleh teman-temannya. Durya diadu oleh teman-temannya untuk memukul Susila. Semua teman-temnya pun bersorak-sorak, sehingga Durya bertambah semangat memukul Susila. Akhirnya Susila jatuh tergeletak ditanah.
Waktu itu kebetulan Polisi patrol datang menghampiri tempat kejadian. Dilihatnya Durya sedang memukul-mukul Susila sampai tergeletak di tanah, akhirnya Durya ditangkap dan dibawa kekantor Polisi. Demikianlah akibatnya perbuatan yang tak terpuji yang tidak didasari atas ajaran agama yang disebut mabuk Kasuran, sudah tentu merugikan diri sendiri.

Sabtu, 05 November 2016

PANCA SRADHA

Panca Sradha dalam agama Hindu

Secara etimologi panca sradha berasal dari kata panca dan sradha. Panca berarti lima dan sradha berarti keyakinan. Jadi panca sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu.
1. Percaya terhadap adanya Brahman
2. Percaya terhadap adanya atman
3. Percaya terhadap adanya karmaphala
4. Percaya terhadap adanya punarbhawa
5. Percaya terhadap adanya moksa

Çraddhaya satyam apnoti, çradham satye prajapatih.

artinya : dengan sradha orang akan mencapai Tuhan, Beliau menetapkan, dengan sradha menuju satya. (Yajur Veda XIX.30)
1. Tuhan Yang Maha Esa / Sang Hyang Widi Wasa
siapa sih Tuhan itu? Tuhan adalah sumber dari segala yang ada dan akhir dari segala yang tercipta.
Ekam eva advityam Brahman yang berarti Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.(CU IV.2.1)
eko narayana na dwityo’sti kascit yang berarti hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
Dengan melihat kedua sloka diatas dapat disimpilkan bahwa Tuhan itu esa/satu tidak ada duanya.

Kita mengenal adanya Tri Purusa yaitu :
Paramasiwa : Tuhan yang tidak bisa dipikirkan, tak terbayangkan, murni, nirguna Brahman, trasenden.
Sadasiwa : Tuhan yang imanen, saguna Brahman disinilah Tuhan memiliki sifat seperti Cadhu sakti,astaiswarya.
Siwatman : Tuhan yang ada didalam makluk hidup.

sifat Tuhan :
Cadhu sakti :
Wibhu sakti artinya Tuhan bersifat maha ada
Prabhu sakti artinya Tuhan bersifat maha kuasa
Jnana sakti artinya Tuhan bersifat maha tahu
Kriya sakti artinya Tuhan bersifat maha karya

Astaiswarya :

Anima berarti kecil sekecil-kecilnya, lebuh kecil dari atom
Laghima berarti ringan seringan ringannya, lebih ringan dari udara
Mahima berarti maha besar, memenuhi ruangan
Prapti berarti serba sukses, dapat mencapai segala sesuatu yang dikehendaki
Prakamya berarti segala keinginan dapat tercapai
Isittwa berarti maharaja atau raja diraja
Wasitwa berarti maha kuasa dan mengatasi segala-galanya
Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendaknya tak ada dapat menentang

2. Atman

Atman adalah sinar suci / bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa ). Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita menyebutkan sebagai berikut :

“aham atma gudakesa, sarwabhutasaya-sthitah, aham adis ca madhyam ca, bhutanam anta eva ca”

artinya :

O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.( Bhagawadgita X.20 )

Sifat – sifat atman meliputi :

a) acchedya berarti tak terlukai senjata,
b) adahya berarti tak terbakar oleh api,
c) akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,
d) acesya berarti tak terbasahkan oleh air,
e) nitya berarti abadi,
f) sarwagatah berarti ada di mana-mana,
g) sathanu berarti tidak berpindah – pindah,
h) acala berarti tidak bergerak,
i) awyakta berarti tidak dilahirkan,
j) achintya berarti tak terpikirkan,
k) awikara berarti tidak berubah,
l) sanatana berarti selalu sama.

3. Karmaphala

Secara etimologi karmaphala berasal dari kata karma yang berarti perbuatan dan phala yang berarti hasil. Jadi karmaphala berarti hasil dari perbuatan yang kita lakukan. Hindu mengenal adanya hukum karmaphala yaitu hukum sebab akibat, setiapperbuatan yang kita lakukan pasti akan mendapakan hasilnya.

Berdasarkan waktu diterimanya phala dari suatu karma dibedakan menjadi tiga.

a.Sancita Karma Phala: Perbuatan dimas lampau/kehidupan lalu pada kehidupan sekerang kita terima hasilmnya.
b.Prarabda: Pebuatan sekarang sekarang juga kita terima hasilnya
c.Kryamana: Perbuatan pada kehidupan sekarang belum habis diterima hasilnya maka akan kita terima dapa kehidupan yang akan datang.

4. Punarbhawa

Punarbhawa berasal dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang berarti menjelma / lahir. Jadi punarbhawa adalah kelahiran kembali. Punarbhawa juga sering disebut dengan Reinkarnasi.

“bahuni me vyatitani janmani tava carjuna, tany aham veda sarvani na tvam vettha parantapa”.

arti : Banyak kelahiran-Ku dimasa lalu, demikian pula kelahiranmu,Arjuna;semuanya ini Aku mengetahuinya, tetapi engkau sendiri tidak, wahai Arjuna.( Bhagawadgita IV.5 )

5. Moksa

Moksa berasaldari akar kata “muc” yang berarti bebas. Bebas dari segala ikatan karma, ikatan duniawi( suka dan duka ) ikatan hidup, ikatan cinta kasih dll.
Tingkatan moksa :

1.SAMIPYA : Moksa dapat dicapai oleh para maha Rsi/yogi dengan kematangan tapa membuka intuisinya sehingga dapat menerima wahyu dan memahami hakekakat hidup sejati.

2.SARUPYA/ SADARMYA : Moksa yang dicapai oleh kesadaran sejati ketika atman dapat mengatasi segalanya . Hal ini dapat dicapai oleh Awatara. Beliau bisa mengatasi segalanya dan dapat menentukan sendiri kapan akan meninggalkian dunia ini.

3.SALOKYA : Adalah tingkatan Moksa yang dicapai oleh atman yang telah mampu mencapai tingkat Tuhan. Misalnya leluhur yang telah diaben.

4.SAYUJYA : Adalah tingkat kebebasan yang paling tinggi dimana atman telah bersatu dengan Brahman. Brahman Atman Aikyam. Brahman dan Atman tunggal.